TEMPO.CO, Malang - Aksi bersih-bersih jalur pendakian Gunung Semeru yang dilakukan Komunitas Sapu Gunung menjadi penanda pembukaan kembali kegiatan pendakian. Empat bulan terakhir, Gunung Semeru ditutup untuk para pendaki karena sedang dilakukan pemulihan ekosistem.
Seluruh anggota Komunitas Sapu Gunung bersama pimpinan dan staf Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBS) akan membersihkan jalur pendakian Gunung Semeru dari pos pendaftaran pendaki di Ranupani sampai Ranukumbolo.
Ranukumbolo merupakan pos keempat dari 10 pos pendakian Semeru. Berada di ketinggian 2.390 meter dari permukaan laut, tempat ini menjadi pos peristirahatan paling disukai pendaki dibanding Pos Kalimati dan Pos Arcapodo. Lokasi Ranupani dan Ranukumbolo terpaut jarak 10 kilometer dengan waktu tempuh 180 menit alias 3 jam.
Koordinator Sapu Gunung Indonesia, Syaiful Rochman, kegiatan bersih-bersih gunung ini perlu dilakukan mengingat jumlah sampah yang ada. Hasil survei timnya di delapan lokasi taman nasional dan gunung menemukan 453 ton sampah yang dihasilkan oleh 150.688 orang pendaki per gunung per tahun. "Sama dengan sekitar tiga kilogram sampah per pengunjung," kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Jumat, 29 April 2016.
Selain TNBTS, survei timbunan sampah dilakukan di Taman Nasional Kerinci Seblat, Taman Nasional Gunung Rinjani, Taman Nasional Gede Pangrango, Taman Nasional Gunung Merbabu, Taman Nasional Gunung Merapi, Taman Nasional Gunung Ciremai, dan Taman Nasional Halimun Salak.
Sedangkan survei di gunung mencakup tiga gunung di dataran tinggi Dieng, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, yakni Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, dan Gunung Prau. Selebihnya di Gunung Papandayan, Kabupaten Garut, Jawa Barat; Gunung Argopuro di dataran tinggi Hyang yang membentang di dalam wilayah Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur; Gunung Bawakaraeng di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, serta Gunung Halau Halau atau Gunung Besar di perbatasan tiga kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan.
Sampah terbanyak ditemukan di Taman Nasional Gunung Rinjani. Taman nasional seluas 40 hektare yang terbentang di wilayah tiga kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat ini didatangi 36.500 pendaki per tahun dan dengan rata-rata sampah yang dihasilkan sebanyak 160,24 ton.
Menurut Syaiful, tim pensurvei menemukan fakta menarik, yakni tersedianya tempat sampah di kawasan taman nasional, terutama di kawasan gunung. Ketersediaan tempat sampah membuat para pendaki malas membawa turun sampah dari lokasi kemping.
Karena itu, Komunitas Sapu Gunung merekomendasikan peniadaan tempat sampah di lokasi kemping di gunung supaya para pendaki membawa turun kembali sampah logistik bawaan mereka. “Sampah itu menjadi tanggung jawab pribadi para pendaki untuk dibawa turun dan dibuang ke tempat sampah yang semestinya,” kata Syaiful.
ABDI PURNOMO