TEMPO.CO, Jakarta - Kasus flu burung yang terjadi di Indonesia tahun ini ternyata lebih tinggi dibanding total kejadian sepanjang tahun lalu. Data Kementerian Pertanian menunjukkan tahun ini sudah ada 148 kasus flu burung, 49 di antaranya terjadi pada April. Padahal sepanjang 2015 tercatat hanya 123 kasus. Perubahan cuaca ekstrem dinilai sebagai faktor pemicu naiknya jumlah kasus flu burung.
Virus flu burung pertama kali terdeteksi di Indonesia pada Agustus 2003. Sebelumnya, Indonesia bebas dari flu burung. Saat itu, kasus flu burung tengah merebak di Cina. “Virus flu burung yang masuk ke Indonesia diperkirakan dibawa unggas dari Cina,” kata Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, I Ketut Diarmita, dalam jumpa pers, Senin, 16 Mei 2016.
Diarmita mengatakan ada pola kenaikan kasus flu burung yang berkaitan dengan perubahan cuaca ekstrem pada periode Maret hingga April. Pada Mei, tren kasus flu burung akan kembali menurun. “Pada tahun berikutnya, terjadi pada periode yang sama karena berkaitan dengan pola peralihan musim kering ke musim hujan,” kata Diarmita.
Data yang dihimpun tim Kementerian Pertanian sejak 2009 menunjukkan kasus flu burung meningkat pada periode Maret-April. Pada April 2009 tercatat ada 300 kasus flu burung. Dalam periode yang sama pada 2010, jumlahnya naik menjadi 350 kasus. Tahun-tahun berikutnya, meski menunjukkan tren menurun, selalu ada kenaikan jumlah kasus pada periode Maret-April.
Diarmita mengatakan virus avian yang memicu penyakit flu burung pada unggas biasanya berada dalam posisi dorman ketika cuaca pada musim panas relatif stabil. Virus akan bereaksi dan berkembang biak dengan masif ketika terjadi perubahan cuaca ekstrem. “Fenomena El Nino itu berpengaruh, dari kondisi panas terik tiba-tiba ada hujan lebat dan suhu turun,” kata Diarmita.
Menurut Diarmita, tim penanganan flu burung sudah membuat prediksi perkembangan virus avian dan pola kasusnya. Para peternak unggas sudah diingatkan untuk meningkatkan sistem keamanan biologis 3 zonasi. “Yang sulit itu mengawasi para pemilik unggas rumahan di daerah rawan flu burung. Mereka kerap membiarkan ayamnya berkeliaran padahal potensi tertularnya sangat tinggi,” katanya.
James McGrane, Kepala Pusat Penanggulangan Penyakit Hewan Lintas Batas-Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) di Indonesia, mengatakan masyarakat perlu waspada terhadap kemunculan penyakit flu burung. “Apa yang kami temukan di lapangan, meski tren kasusnya menurun dari tahun ke tahun, harus disadari bahwa virus flu burung masih bersirkulasi di Indonesia,” kata McGrane.
Tim penanganan flu burung, kata Diarmita, sudah mengantisipasi perkiraan munculnya fenomena La Nina pada akhir tahun yang dirilis Badan Meteorologi, Geofisika, dan Klimatologi. Jika El Nino adalah cuaca kering ekstrem, saat La Nina datang justru akan sering terjadi hujan berintensitas tinggi. “Mulai Desember 2016 kita akan kampanye lagi, mengajak peternak agar unggasnya divaksinasi,” kata Diarmita. “Tinggal dibuktikan hasilnya, kami harap periode Maret-April tahun depan tidak terjadi lagi kenaikan kasus flu burung.”
GABRIEL WAHYU TITIYOGA