TEMPO.CO, Surabaya - Doktor asal Universitas Airlangga mengungkapkan hasil penelitiannya mengenai virus flu burung alias Avian Influenza. Berdasarkan risetnya, ia menemukan adanya mutasi virus flu burung dari 2012-2015 di Jawa Timur, termasuk Indonesia.
“Jadi, antara virus flu burung di satu wilayah dengan wilayah lain sudah berbeda karakteristik,” kata Dr Iswahyudi, drh, MP kepada wartawan usai menjalani sidang disertasi di Fakultas Kedokteran Hewan Unair Surabaya, Senin, 30 Mei 2016.
Hasil itu terangkum dalam disertasi yang berjudul “Karakteristik Asam Amino Virus Flu Burung di Pulau Jawa Periode 2012-2015 sebagai Landasan Pemantapan Kebijakan Pengendalian Penyakit Flu Burung di Indonesia.” Mutasi virus itu ditunjukkan dari analisis homologi asam amino terhadap 14 sekuens sampel di pulau Jawa pada periode tersebut.
Virus flu burung yang bersirkulasi pada 2012 di Surabaya, muncul di wilayah dan tahun yang berbeda, yakni di Lamongan tahun 2014. Demikian pula virus flu burung yang terjadi di Malang tahun 2013 muncul di wilayah yang berbeda di Surabaya pada tahun 2014. “Ini bermakna bahwa telah terjadi perpindahan virus antar wilayah dalam satu provinsi,” ujarnya.
Begitu pula dengan kasus flu burung yang terjadi di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Isolat yang berasal dari Cianjur tahun 2015 memiliki homologi sebesar 100 persen dengan isolat yang berasal dari Bogor tahun 2014 dan Garut pada tahun 2015. “Artinya, telah terjadi perpindahan virus, karena Bogor sebagai pusat permintaan baik unggas hidup maupun daging dan telur unggas di wilayah Jawa Barat.”
Fakta lain, virus yang bersirkulasi adalah virus lokal, bukan dari luar Indonesia. Virus itu selama ini ada di Indonesia berdasarkan pohon filogenetik. Namun, kata dia, perubahan karakter tersebut salah satunya disebabkan oleh implementasi kebijakan pengendalian dan penanggulangan penyakit flu burung yang tidak tepat.
Untuk itu, pria yang juga menjabat Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Jawa Timur itu mengusulkan beberapa hal. Pertama ialah adanya jejaring Dinas Peternakan dari tingkat pusat sampai daerah. “Di tingkat provinsi harus ada dinas peternakan, di kabupaten harus ada dinas peternakan,” ujar Iswahyudi.
Kedua, ialah dukungan anggaran yang cukup dari pemerintah, baik pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota. “Ini sebagai wujud sharing responsibility sesuai amanat Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.”
Flu burung menjadi perhatian penting dunia sejak tahun 2003, hingga menyebar ancaman di 16 negara dunia. Di Indonesia, sejak tahun 2005 sampai Januari 2016, flu burung telah menyebabkan 167 orang meninggal dunia dari 199 orang yang terinfeksi. Angka tingkat kefatalan kasus (Case Fatality Rate) sebesar 83,9 persen.
ARTIKA RACHMI FARMITA