TEMPO.CO, Bandung - Sesar aktif yang melintasi lereng utara Gunung Merbabu memicu gempa bumi, Senin, 30 Mei 2016. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat lindu berkekuatan 2,5 skala Richter tersebut berasal dari kedalaman 9 kilometer. Sebelumnya, ada yang mengira goyangan tersebut akibat gempa vulkanik dari aktivitas gunung setinggi 3.145 meter dari permukaan laut itu.
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan gempa terjadi pukul 05.34 WIB. Guncangan cukup kuat dilaporkan dirasakan di wilayah Desa Jogonayan, Kecamatan Ngablak, Magelang, yang berjarak sekitar 12 kilometer arah barat daya Kota Salatiga.
Episenter hasil analisis BMKG menunjukkan bahwa pusat gempa bumi terletak di zona sesar aktif yang terdapat di lereng utara Gunung Merbabu.
Meskipun guncangan gempa bumi ini dilaporkan hanya mencapai skala intensitas II MMI (I SIG-BMKG), warga Kopeng dan Ngablak dilaporkan sempat panik. Ini disebabkan oleh kekhawatiran warga yang selalu mengaitkan setiap aktivitas gempa bumi di lereng gunung sebagai aktivitas gunung api. "Beberapa pertanyaan sempat dilontarkan warga, apakah guncangan yang terjadi merupakan gempa vulkanik atau gempa tektonik," katanya, Senin, 30 Mei 2016.
Gempa yang mengguncang kawasan lereng utara Merbabu, menurut analisis BMKG, bukanlah gempa vulkanik. Hal itu tampak dari anatomi gelombang gempa yang tercatat oleh sensor gempa bumi di Jepara, Semarang, Sleman, dan Gunungkidul.
Semua catatan menunjukkan gempa yang terjadi merupakan gempa tektonik akibat aktivitas sesar aktif. Dalam catatan seismogram, tampak jelas adanya selisih antara gelombang P dan S yang singkat, sekitar 8 detik, yang menunjukkan aktivitas gempa tektonik berkedalaman dangkal.
Berdasarkan peta geologi, di kawasan lereng utara Gunung Merbabu memang terdapat sebaran struktur sesar. Pola penyesaran yang ada kebanyakan berarah utara-selatan, dan di antaranya memotong Gunung Telomoyo.
Keberadaan sistem sesar di lereng gunung umumnya terbentuk akibat adanya fenomena gravity tectonics. Hal ini terjadi ketika massa batuan dan material erupsi dalam skala besar yang terjadi pada masa lalu menumpuk sebagai beban massa, sehingga terbentuklah struktur geologi berupa lipatan dan sesar dengan gaya internal yang dipicu oleh gravitasi Bumi.
Walau berkekuatan kecil, guncangan bisa dirasakan cukup kuat karena di samping kedalaman hiposenternya yang dangkal, guncangan dipicu oleh fenomena efek tanah setempat (local site effect).
Efek kondisi tanah setempat memang dapat menyebabkan terjadinya perbesaran getaran gempa bumi. Hal ini sangat mungkin terjadi, mengingat kawasan Kopeng-Ngablak didominasi lapisan tanah gembur dan berpasir, serta batuan di bawahnya tersusun oleh lapisan tuffa (abu gunung api) yang memiliki kepadatan bervariasi.
Faktor lain adalah fenomena efek topografi, mengingat daerah ini sebagian besar berupa perbukitan dengan kemiringan cukup terjal. Efek topografi terjadi berkaitan dengan meningkatnya percepatan getaran tanah akibat kondisi medan yang berbukit-bukit. "Selama ini tidak ada hubungan antara aktivitas sesar aktif dan aktivitas Merbabu," ujar Daryono.
ANWAR SISWADI