TEMPO.CO, Bojonegoro - Meski dinyatakan aktif, Gunung Puru dan Gunung Pandan yang menyemburkan lumpur dari sejumlah titik sekaligus menebar bau belerang dinyatakan tidak berbahaya. Sebab, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bojonegoro Agus Supriyanto mengatakan gunung yang berlokasi di tiga kabupaten, Bojonegoro, Nganjuk dan Madiun, ini memiliki kandungan magma kecil serta lapisan tanahnya tebal.
Agus melanjutkan, masyarakat yang tinggal di sekitar gunung berjarak sekitar 50 kilometer arah selatan Kota Bojonegoro itu tidak terlalu dekat dengan semburan lumpur. Meski demikian, warga di Desa Krondonan, Kecamatan Gondang, Bojonegoro—permukimannya berjarak sekitar 3 kilometer, diminta untuk tetap berhati-hati. “Ya, ada sertaan gas yang tentu berbahaya,” ujar Agus kepada Tempo, Rabu, 26 Juli 2016.
Agus mencontohkan, di sekitar perbukitan punggung Gunung Puru dan Pandan, kemungkinan masih banyak terdapat semburan lumpur dan gas berbau belerang. Semburan itu kadang muncul saat hujan turun. Bisa jadi semburan lumpur tersebut berasal dari magma di perut bumi, tepatnya di dalam dua gunung tersebut. Namun, karena kandungan magma kecil dan lapisan tanahnya tebal, maka volume yang menerobos ke luar relatif sedikit. Hanya, kemungkinan dari pelbagai titik. “Ini mesti diwaspadai,” tutur Agus.
Pemerintah Kabupaten Bojonegoro berencana memanfaatkan tenaga geotermal tersebut untuk kebutuhan energi listrik. Misalnya, diusulkan untuk pembangkit listrik tenaga panas bumi. Namun, karena secara administratif dan kewilayahan masuk di tiga kabupaten, maka kewenangan ada di pemerintah pusat. Ke depan, ada celah untuk menggelar rapat dengan Pemerintah Kabupaten Madiun, Nganjuk, dan Bojonegoro.
Adapun Badan Lingkungan Hidup Bojonegoro telah mengambil sampel lumpur dari Desa Kerondonan, Gondang, untuk dibawa ke Laboratorium Badan Lingkungan Hidup (BLH) Jawa Timur di Surabaya. Pengiriman sampel dilakukan tim dari BLH Bojonegoro yang datang ke lokasi semburan pada Selasa sore, 25 Juli 2016. “Sampel telah kami bawa ke Surabaya,” ucap Kepala Bidang Pengkajian dan Laboratorium Lingkungan BLH Bojonegoro Hary Susanto kepada Tempo, Rabu, 26 Juli.
Dari hasil pengukuran udara di sekitar semburan lumpur Kerondonan, pihak BLH Bojonegoro menyebutkan ada kandungan nitrogen dioksida (N02) sebanyak 0,4-0,7 ppm. Kemudian karbon dioksida (C02) sebanyak 20,9 ppm. Pengukuran udara dilakukan pada Selasa siang kemarin.
Adapun semburan lumpur disertai bau belerang ditemukan di Desa Krondonan, Kecamatan Gondang, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, pada Minggu, 24 Juli. Temuan semburan lumpur ini berbeda dengan sebelumnya, yaitu di Desa Jari, Kecamatan Gondang, Bojonegoro, pada Kamis, 14 April 2015.
Namun lokasi temuan lumpur tersebut berada di kawasan Gunung Puru, yang merupakan area Pegunungan Pandan, berlokasi di antara Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Nganjuk serta Madiun, Jawa Timur. Semburan lumpur yang diikuti bau gas belerang ini muncul dari lima titik kemudian lubangnya menyatu menjadi hanya tiga titik. Lumpur yang menyembur dari perut bumi tersebut mengalir ke area kebun di tanah milik Perhutani.
Data di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bojonegoro, debit lumpur yang mengucur adalah 1 liter per detik. Namun debitnya bisa bertambah jika misalnya hujan datang. Selain itu, bau belerang tercium kuat jika berada di lokasi titik semburan lumpur. “Ya, bau belerangnya menyengat,” kata Kepala BPBD Bojonegoro Andi Sujarwo kepada Tempo, Selasa, 26 Juli.
SUJATMIKO