TEMPO.CO, Seattle - Babak final kompetisi membuat aplikasi teknologi informasi tingkat global yang diselenggarakan Microsoft, Imagine Cup 2016, dimulai di kampus Microsoft, Redmond, Seattle, AS, hari ini, Rabu 27 Juli 2016 (waktu setempat). Pada kompetisi tahun ini yang sudah menginjak tahun ke-14, ada 35 tim yang berkompetisi. Mereka berlomba di tiga bidang pengembangan aplikasi yaitu Games, Innovation dan World Citizenship.
Semua tim finalis merupakan pemenang pada Imagine Cup tingkat nasional yang digelar di negara masing-masing. Dari 35 tim, hanya Tunisia yang mengirimkan 2 tim, selebihnya satu negara diwakili satu tim finalis. Indonesia diwakili tim None Developer, yang terdiri dari empat mahasiswa dari Universitas Trunojoyo Madura, Jawa Timur. Mereka bertanding di kategori Games.
Pada babak final ini, mereka menyajikan permainan berjudul 'Froggy and Pepticide'. Tokoh utama dalam permainan ini berbentuk karakter seekor katak yang beraksi di 120 tingkat kesulitan. Secara tidak langsung permainan ini mengajak pemain untuk sadar lingkungan dan tidak lagi menggunakan pestisida kimia di lahan perkebunan dan pertanian.
Dari keseluruhan peserta dari ketiga kategori, tampak bahwa pengembangan aplikasi berbasis virtual reality (VR) semakin marak. Ada peserta yang menggunakan perangkat VR dalam aplikasi kesehatan untuk pemulihan pasien pasca stroke, aplikasi deteksi bullying maupun game horor yang memadukan perangkat VR dengan Heart Rate Monitor. Selain itu ada juga aplikasi yang menggunakan sensor/aplikasi pengenal wajah dan sensor gerak.
Salahsatu finalis yang karyanya menarik perhatian adalah tim VRMotion dari Jerman. Mereka mengembangkan aplikasi untuk membantu pasien pasca stroke mengembalikan fungsi motorik yang terganggu. Aplikasi ini diklaim akan lebih murah daripada menyewa fisio terapis di rumah sakit.
Caranya mudah: pasien menggunakan perangkat VR, dan sensor gerak dari perangkat Microsoft Kinect. Beberapa modul latihan mengharuskan pengguna menggerakkan tangannya, misalnya mengambil bola virtual maupun mengacak-acak kotak virtual di layar telepon pintar mereka. Tim ini mengklaim aplikasi mereka sudah diujicobakan dan mendapatkan respons positif dari para penderita pasca stroke.
Tim finalis lain yang juga menarik adalah tim Vanguards dari Bahrain. Mereka mengkombinasikan mobile phone, perangkat VR dan biofeedback technology, dalam hal ini Heart Rate Monitor dan sensor kulit untuk membuat permainan bergenre horor bernama Apollo X.
Pemain harus menggunakan kacamata VR dan game controller untuk menggerakkan pemain utama di dalam game. Yang menarik, pemain juga dipasangi Heart Rate Monitor yang memicu permainan semakin sulit jika detak jantung pemain semakin tinggi. Walhasil, dibutuhkan ketenangan dan konsentrasi tinggi untuk memenangkan game ini.
Tim Yuuy dari Singapura mengkombinasikan sensor wajah, sensor gerak ke dalam sebuah robot, yang diberi nama Ruth. Robot ini bisa menjalankan tugas untuk mengasuh para lansia. Dia dapat mendeteksi wajah para pasien untuk mengetahui perasaan pasien, apakah sedang sedih, atau gembira. Sang robot juga bisa merespons pertanyaan para pasien, mengingatkan jadwal makan obat maupun menghibur pasien.
Hampir semua aplikasi di kompetisi ini menggunakan infrastruktur Cloud Microsoft Azzure baik untuk menyimpan data atau untuk koneksi antara pemain/user.
Imagine Cup 2016 tingkat dunia ini dinilai oleh dewan juri yang sangat mumpuni di bidangnya masing-masing. Selain eksekutif dari Microsoft sendiri, ada eksekutif dari Starbuck, seorang profesor ilmu komputer dari Carniege Mellon University, seorang venture capitalist, dan juga aktor film Star Wars: The Force Awakens, John Boyega.
Para finalis ini akan memperebutkan hadiah dalam bentuk uang maupun hadiah lain. Selain itu, juara dunia Imagine Cup juga akan mendapatkan mentoring khusus dari Satya Nadella, CEO Microsoft sendiri.
Pengumuman pemenang akan dilakukan pada 28 Juli 2016, di Kampus Microsoft, Redmond Seattle.
HANDY DHARMAWAN (SEATTLE)