TEMPO.CO, Surabaya - Masih ingat dengan kasus face off dengan pasien bernama Lisa? Ini adalah kasus yang mirip. Rumah Sakit Universitas Airlangga berhasil melakukan operasi terhadap pasien facial cleft atau wajah sumbing bernama Tutik Handayani, 16 tahun. Gadis asal Lumajang itu mengalami kelainan pada wajahnya dan kehilangan fungsi penglihatan pada matanya.
"Alhamdulillah operasi tahap pertama Tutik ini sukses," ujar Rektor Unair Prof M. Nasikh yang mendampingi kunjungan Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf di RS Unair, Selasa, 23 Agustus 2016. Turut hadir pula Bupati Lumajang Asad Malik. Operasi dilakukan pada Kamis, 18 Agustus 2016 yang lalu. (Baca kasus Lisa di sini)
Facial cleft merupakan ketidaksesuaian kongenital bentuk pada tengkorak dan wajah yang mencakup celah dan berkembang ke dalam berbagai bentuk. Mulai daerah sekitar mulut, hidung, jaringan lunak dan tulang pada dagu, mata, telinga, kening, sampai ke batas rambut. Kasus seperti ini dapat menimpa satu bayi dari 33 kelahiran.
Tutik mengalami facial cleft sejak lahir pada 5 November 1999 silam. Rahang atas Tutik tidak terbentuk sempurna, sehingga ia kesulitan berbicara. Tak ada bibir yang menutupi, sehingga semua bagian atas giginya terlihat. Sementara itu, bibir bawahnya tertarik ke kiri. Untuk sekadar menutup mulut saja, Tutik mengalami kesulitan.
Tutik juga mengalami gangguan penglihatan karena matanya tak terbentuk secara sempurna. Kelopak matanya sebelah terbuka, tapi ada sebentuk selaput yang menutupi. Akibatnya, bola matanya tidak bisa terlihat. Sedangkan bola mata sebelah kanannya mengecil, sehingga tak merespon cahaya.
Berbagai kelainannya itu praktis membuat Tutik tak mengenyam bangku pendidikan. "Dari kecil nggak keluar rumah, karena anak-anak tetangga menangis ketakutan melihat dia," kata ibundanya, Fatmawati. Ia sempat berencana membawa Tutik agar dioperasi di rumah sakit, namun besarnya biaya tak sanggup ia penuhi.
Ketua tim dokter rekonstruksi wajah RS Unair dr. Indri Lakshmi Putri, Sp.BP-RE (KKF) mengatakan bahwa kasus Tutik tergolong sulit karena terlambat ditangani. Tim dokter tak bisa menjanjikan wajah Tutik bisa kembali seperti orang normal. "Tapi kami memcoba merekonstruksi mendekati normal sehingga dia bisa berinteraksi sosial dengan sekelilingnya."
Dokter spesialis kraniofacial yang amrab disapa Putri itu menambahkan, kasus facial cleft seharusnya dapat ditangani sejak bayi berumur 3 bulan. Semakin dewasa, kelaknan wajah pasien menjadi lebih kompleks. "Rahangnya sudah terlalu melebar. Celah yang tadinya dekat, menjadi sulit dikembalikan," tutur dia.
Di operasi tahap pertama, para dokter menutup celah pada wajah Tutik. Tim kraniofacial itu terdiri dari multidisiplin, mulai ahli anestesi, bedah plastik, psikiatri, bedah saraf, dan mata. Operasi yang berjalan selama delapan jam itu difokuskan untuk memperbaiki jaringan lunak sekitar kelopak mata dan bibir.
Putri mengatakan operasi berikutnya akan dilaksanakan 2-3 bulan lagi. "Secara keseluruhan, butuh sekitar 3-4 kali operasi, dengan rentang waktu 3-6 bulan," tutur Putri. Tahap selanjutnya, celah langit-langit dan sudut bibir Tutik akan ditutup dan disesuaikan dengan perkembangan hasil operasi tahap pertama.
Pemerintah provinsi Jawa Timur berkomitmen akan membantu biaya perawatan pascaoperasi dan pendidikan Tutik. Sedangkan biaya operasi dan obat-obatan ditanggung oleh RS Unair dan Ikatan Alumni Unair.
Wagub Jawa Timur menanyakan cita-cita Tutik kelak. Sambil menahan rasa nyeri, Tutik menjawab dengan percaya diri, "Saya ingin jadi penceramah agama seperti Mamah Dedeh. Atau jadi penjahit baju."
ARTIKA RACHMI FARMITA