TEMPO.CO, Adelaide - Bison ternyata memiliki spesies hibrida atau campuran yang sebelumnya tak pernah diketahui. Fakta tersebut diketahui dari sepotong DNA, cetak biru makhluk hidup, dan lukisan gua dari Zaman Es terakhir.
Para peneliti menjuluki hewan ini “Higgs Bison”. Sama seperti Higgs Boson—partikel subatomik yang juga dipanggil sebagai partikel Tuhan—hewan purba berbulu ini sulit diungkap. “Butuh 15 tahun untuk mengumpulkan data dan membuktikan hewan ini ada,” tulis Alan Cooper, Direktur Australian Centre for Ancient DNA di University of Adelaide, Australia, juga kepala penelitian, dalam jurnal Nature Communications edisi 18 Oktober 2016.
Berkat DNA purba dari tulang makhluk tersebut, Cooper dan tim akhirnya bisa mengungkap bison yang berasal dari 120 ribu tahun lampau tersebut. Mereka memiliki darah Aurochs, nenek moyang sapi modern, dan bison padang.
Dalam jurnal, Cooper menyebutkan hewan hibrida biasanya sulit bertahan hidup lantaran pejantannya cenderung steril. Meski begitu, dia dan tim menemukan bahwa bison hibrida dan keturunannya hidup dengan cukup baik sehingga mewarisi darahnya ke bison Eropa modern (Bison bonasus), yang juga dikenal dengan sebutan wisent.
Aurochs (Bos primigenius) dan bison padang (Bison priscus) sangat berbeda secara genetik. “Tapi mereka menghasilkan sesuatu yang cukup mengukir ceruk pada lanskap sejarah. Sayangnya, mereka tak bisa bertahan hidup hingga Zaman Es berakhir,” ujar Cooper.
Untuk menguak misteri latar belakang genetika bison hibrida, Cooper bersama sekelompok ilmuwan gabungan internasional meneliti beberapa bagian fosil gigi dan tulang hewan tersebut. Mereka mendapatkannya dari beberapa gua di Eropa, seperti di Pegunungan Ural, Rusia, dan Kaukasus di Eurasia.
Kemudian DNA atom (warisan dari kedua orang tua) dan DNA mitokondria (bahan genetik yang diwariskan dari garis ibu) 64 bison dianalisis. “Hasilnya, DNA atom memberi informasi tentang bison padang, sedangkan mitokondria mengandung garis sapi purba,” tulis mereka dalam jurnal.
Gabungan keduanya menunjukkan bison dalam gua-gua di Eropa memang seekor makhluk hibrida. Para peneliti menduga Aurochs mengambil peran betina dan bison yang jantan. Dari analisis DNA juga diketahui rasio bison memiliki kadar 90 persen, sedangkan Aurochs 10 persen. Sayangnya, para peneliti belum menemukan tengkorak hewan hibrida ini. Karena itu, mereka belum bisa menentukan apa yang dimakan dan bagaimana pola diet bison campuran ini.
Pada suatu hari, seorang anggota tim menyarankan kembali menilik lukisan gua Zaman Es. “Saran yang mengubah lintasan seluruh penelitian,” tuturnya.
Cooper dan tim lantas menghubungi beberapa ilmuwan Prancis yang pernah meneliti lukisan gua dan meminta mereka bercerita soal hal unik tentang bison. “Kami katakan telah menemukan spesies bison baru. Mereka menjawab, 'Ah! Akhirnya ada yang percaya kami!’” ucapnya.
Dari penelusuran tersebut memang diketahui ada dua bentuk bison dalam gua, yang sebelumnya dianggap sebagai perbedaan artistik atau budaya dan gaya lukis. Salah satu bison digambarkan dengan tanduk dan muka depan besar seperti bison Amerika. Sebaliknya, bison lain memiliki bentuk tanduk pendek dan gundukan-gundukan kecil di kepala seperti bison Eropa modern.
Dari segi umur, lukisan tersebut dibuat sekitar 18 ribu tahun silam. Itu berarti cocok dengan umur tulang bison yang didapatkan Cooper dan tim. “Dari penanggalan tulang terungkap bahwa spesies hibrida dan bison bertukar habitat beberapa kali karena perubahan iklim,” ujar Julien Soubrier, anggota penelitian sekaligus peneliti pascadoktoral bidang genetika dan evolusi di University of Adelaide, seperti dikutip dari Live Science.
Dengan kata lain, manusia purba bisa saja menarik bison hibrida tersebut selama musim dingin datang dan melepaskannya pada musim panas, yang tentu belum bisa diperkirakan seperti sekarang.
NATURE COMMUNICATIONS | LIVE SCIENCE | AMRI MAHBUB