TEMPO.CO, Bandung - Dosen dan tim mahasiswa Universitas Komputer Indonesia (Unikom) Bandung membuat sistem peringatan dini banjir. Peringatan itu didasari hasil pengukuran kenaikan tinggi permukaan air sungai yang diolah bersama data curah hujan. Inovasi tersebut sudah diuji coba sejak Juli hingga Agustus 2016.
Perangkat itu dinamakan “Simbat” atau akronim dari Sistem Monitoring Banjir Terpadu. Simbat adalah gagasan dosen teknik komputer Unikom, Agus Mulyana. Risetnya dirintis sejak Mei 2015. "Karena rumah mertua di Dayeuhkolot suka kebanjiran," kata Agus, Selasa malam, 25 Oktober 2016.
Dengan pemasangan Simbat, warga yang permukimannya biasa atau berpotensi dilanda banjir bisa siap-siap menyelamatkan diri dan mengamankan barang di rumahnya. Ketika air sungai terus naik, alat dengan kalibrasi parameter banjir di suatu sungai akan menandai level bahaya. "Pada level siaga sampai awas peringatan dini akan berbunyi," ujarnya.
Alarm berupa sirene otomatis akan berbunyi disertai informasi kondisi sungai dan langkah evakuasi. Peringatan itu ditujukan kepada warga di lokasi yang berpotensi terkena dampak banjir.
Simbat memakai empat perangkat keras yang masing-masing dilengkapi aplikasi. Simbat Node merupakan alat dengan beberapa sensor, seperti ultrasonik, yang dipasang untuk memantau ketinggian air sungai. Informasi dari Node dikirim via sinyal GSM atau GPRS ke web server.
Informasi pantauan lalu bisa diakses Simbat Client, yang dipasang di tempat publik, seperti masjid dan kantor RW. Jika ada potensi banjir, alat itu akan mengeluarkan bunyi peringatan. Perangkat terakhir adalah aplikasi buat umum.
Simbat kini tengah dipersiapkan dalam Pergelaran Mahasiswa Nasional Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016. "Karya ini sesuai dengan metode riset harus diuji coba dulu, kekurangannya telah kami perbaiki," kata Agus. Dia berharap teknologi tersebut bisa diproduksi secara massal dan dipakai di banyak tempat untuk mitigasi banjir.
ANWAR SISWADI