TEMPO.CO, San Francisco - Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat menjadi sorotan tahun 2016. Kemenangan yang mengejutkan tersebut dianggap sebagian lonceng kematian polling, yang sebelumnya memprediksi Trump akan kalah.
Tapi, benarkah demikian? Penelitian komprehensip di seluruh dunia menemukan bahwa model berbasis sistem polling yang dapat memprediksi hasil pemilihan hingga 90 persen.
Studi yang dipublikasikan pada 2 Februari dalam jurnal Science itu berpusat kepada pemilihan langsung oleh pemberi suara. AS sendiri memiliki sistem pemilihan Electoral Vote, yaitu pemberi suara memilih anggota parlemen untuk memilih calon yang akan menduduki kursi eksekutif.
Baca:
Asus ZenFone 3 Max ZC553KL, Andalkan Baterai Besar
Sudah Mewabah di Afrika, Ulat Armyworm Ancam Asia
Peretas Rusia Mengguncang Amerika, Siapa Sebenarnya Mereka?
Dalam studi ini, peneliti memfokuskan diri pada sistem yang memperbolehkan pemberi suara untuk memilih langsung kandidat pemimpin. Studi ini menyimpulkan bahwa polling merupakan alat paling efektif untuk memprediksi hasil pemilihan.
“Studi ini menunjukkan betapa efektifnya penggunaan data hasil polling untuk memprediksi hasil pemilihan. Ini berlaku bukan hanya untuk AS, tapi juga untuk seluruh negara,” sebut Ryan Kennedy, ilmuwan politik dari Pusat Studi Komparatif dan Internasional Universitas Houston yang juga merupakan penulis utama studi ini.
Studi ini diuji oleh sejumlah peneliti dengan memprediksi hasil pemilu di Amerika Latin tahun 2013 dan 2014, dua minggu sebelum pemilu tersebut berlangsung. Hasilnya, 10 dari 11 prediksi mereka benar, yang berarti 90,9 persen prediksi tersebut akurat.
Uji kedua sukses dilakukan pada pertengahan tahun 2013. Uji tersebut berhasil memprediksi hasil dari berbagai pemilu di seluruh dunia yang ditampilkan secara langsung dengan tingkat akurasi sebesar 80,5 persen.
Model yang dibuat berdasarkan studi ini disusun dari gabungan kumpulan data lebih dari 500 pemilu di 86 negara dengan data dari 146 pemilu. Selain Kennedy, studi ini juga ditulis oleh Stefan Wojcik dan David Lazer, keduanya dari Lazer Lab milik Universitas Northeastern dan Institut Kuantitatif Sains Sosial milik Universitas Harvard.
Mereka menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi hanya berpengaruh sedikit terhadap hasil pemilu. “Walau pun ada wacana mengenai pengaruh ekonomi terhadap pemilu, kami menemukan bahwa inflasi hanya berdampak kecil,” tulis mereka. “Semakin kurang demokrasi sebuah institusi, semakin besarnya peluang kandidat lama untuk menjabat kembali”.
Kennedy mengatakan bahwa demokrasi dan posisi kandidat sebagai inkumben meningkatkan peluang mereka untuk menjabat kembali. “Mereka yang pernah menjabat bisa menggunakan nama dan statusnya untuk memenangkan sebuah pemilu”. Meski pun begitu, Kennedy menyebutkan bahwa alat prediksi yang paling akurat adalah hasil polling.
ZARA AMELIA | EZ