TEMPO.CO, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) akan bekerja sama dengan Earthquake Prediction Research Centre (EPRC) Jepang untuk mengembangkan teknologi prediksi gempa dan tsunami.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan kerja sama itu dibangun karena pihaknya belum mampu memprediksi gempa secara pasti, baik waktu dan tempatnya.
Baca:
Pemerintah Bikin Sistem Peringatan Dini Bencana Terintegrasi
Soal Peringatan Dini Bencana, BPPT: Bisa Disiarkan di TV
Alat Peringatan Dini Gempa Tidak Akurat
"Hingga kini prediksi gempa secara pasti masih menjadi masalah," katanya dalam keterangan tertulis, Kamis, 6 April 2017. Padahal gempa merupakan salah satu ancaman bencana besar di Indonesia.
Sutopo mengatakan EPRC memiliki teknologi yang dapat memprediksi gempa dan tsunami sebagai bencana susulan. Teknologi tersebut merupakan gabungan teknologi canggih seperti satelit radar, GPS sensor, dan peralatan pendukung lain seperti pendeteksi gelombang elektromagnetik.
Teknologinya juga disertai beragam data, antara lain tinggi muka air. Sutopo mengatakan data tersebut berasal dari satelit milik Amerika Serikat, Rusia, Jerman, dan Jepang. Data tersebut kemudian diolah dan dianalisis dengan supercomputer artifical intelligence.
Berdasarkan analisis, teknologi tersebut memiliki presentasi akurasi yang tinggi dalam kurun waktu tiga tahun, yaitu sejak 1 Februari 2013 hingga 31 Januari 2016. Gempa dengan kekuatan magnitude 6 terjadi 38 kali dan terdeteksi sebelum gempa terjadi sebanyak 31 kali. Akurasinya mencapai 82 persen. Sementara prediksi gempa dengan magnitude 5-5,9 memiliki akurasi sebesar 77 persen.
Pengembangan teknologi tersebut diharapkan dapat mewujudkan International Surface Artificial Intelligence Communicator (ISACO). "Nantinya setiap orang yang berada di wilayah rawan bencana akan mendapatkan informasi potensi ancaman gempa," kata Sutopo.
Informasi mengenai peringatan dini akan dikirim melalui surat elektronik. Surat dapat diakses menggunakan telepon pintar (smartphone). Pemberitahuan dikirim satu hari menjelang gempa berkekuatan 5 atau lebih terjadi. "Pengetahuan risiko dan kesigapan untuk mengevakuasi ke tempat yang lebih tinggi sangat penting dipahami setiap individu."
Peneliti EPRC asal Jepang, Shigeyoshi Yagishita, menyatakan pihaknya tidak akan membebankan biaya kepada pemerintah Indonesia jika teknologi tersebut diterapkan. EPRC memiliki tujuan untuk menganalisis data besar, meminimalkan dampak gempa, dan berkontribusi untuk menyelamatkan lebih banyak manusia. Menurut Sutopo, alasan lain EPRC ingin bekerja sama adalah karena Indonesia dekat dengan lempeng tektonik.
Sutopo mengatakan BNPB akan bekerja sama dengan beberapa pihak untuk penjajakan pengembangan teknologi prediksi gempa tersebut. Mereka adalah Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Informasi Geospasial (BIG), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), perguruan tinggi, dan institusi lainnya.
VINDRY FLORENTIN