TEMPO.CO, Massachusetts - Sop buntut dan tongseng kambing yang lezat sungguh menggugah selera. Apalagi kalau dihidangkan saat masih panas dengan sambal plus kerupuk. Siapa pun akan berkeringat dibuatnya.
Namun tunggu dulu. Bagi penderita darah tinggi, itu jelas makanan "haram". Meski begitu, entah kenapa tubuh selalu menuntut untuk memakannya. Meski sudah dilarang, yang namanya doyan tetap saja larangan itu dilabrak.
Nah, bila Anda mengalami hal seperti itu, jangan heran. Menurut ilmuwan dalam The FASEB Journal edisi April 2017, dorongan melahap makanan tertentu, atau dalam bahasa sehari-hari disebut "doyan", itu karena gen yang ada di dalam otak kita.
Artikel berjudul "Behavior Related Genes, Dietary Preferences and Anthropometric Traits" ini menjadi studi yang pertama mengungkap bagaimana gen di otak mempengaruhi asupan dan preferensi makanan pada sekelompok orang sehat.
Baca: Sensor Berbentuk Buah Ini Menjaga Buah Asli Tetap Segar
Baca Juga:
Studi ini melengkapi penelitian sebelumnya yang mengidentifikasi gen yang terlibat dalam gangguan makan, seperti anoreksia dan bulimia. Namun studi tersebut tidak mengungkap bagaimana gen berpengaruh pada perilaku makan orang sehat.
"Padahal variasi gen membuat setiap orang unik. Ini yang ingin kami eksplor lebih jauh," kata Silvia Berciano, pakar genetika dan nutrisi dari Human Nutrition Research Center on Aging Tufts University, Massachusetts, Amerika Serikat, seperti dikutip dari situs berita Knowridge.
Dalam studi ini, Berciano dan tim menganalisis genetika dari 818 laki-laki dan perempuan keturunan Eropa. Tim juga mengumpulkan informasi tentang makanan mereka menggunakan kuesioner.
Para peneliti mengungkapkan gen yang mereka teliti memainkan peran penting dalam pilihan makanan dan kebiasaan diet seseorang. Misalnya, asupan cokelat yang cukup tinggi dan ukuran pinggang yang lebih besar dikaitkan dengan bentuk gen reseptor oksitosin tertentu yang kurang bermain.
Baca: Biasa Makan Junk Food, Monyet Gendut Thailand Harus Jalani Diet
Sedangkan gen obesitas akan membisikkan tubuh untuk tidak makan asupan sayur dan serat. "Begitu pula gen-gen yang terlibat dalam asupan garam dan lemak," kata Michael Y. Tsai, anggota studi yang juga peneliti patologi dari University of Minnesota, Minneapolis.
Dia menjelaskan, studi ini menjawab pertanyaan mengapa banyak orang yang sulit mengatur pola makan mereka meski makanan tersebut baik untuk tubuh. Meski begitu, menurut tim dalam jurnal, temuan tersebut bisa jadi dasar strategi untuk membentuk pola makan seseorang tanpa melawan gennya.
Lebih jauh, studi ini bisa digunakan untuk membuat pendekatan pemberian obat dengan menyesuaikan pencegahan dan terapi berbasis diet kebutuhan spesifik seseorang.
"Jadi pasien tak perlu menolak makanan yang dibuat oleh dokter. Tak ada lagi larangan makan ini-itu," ujar Berciano. Setelah ini, para peneliti berencana melakukan investigasi terhadap kelompok orang lain dengan karakteristik dan etnis berbeda. Tujuannya untuk lebih memahami penerapan dan potensi dampak dari temuan tersebut.
Baca: Kebutuhan Makan Laba-laba Setara Konsumsi Daging dan Ikan Manusia
Berciano dan tim juga ingin menyelidiki apakah varian genetik yang diidentifikasi terkait dengan asupan makanan yang berisiko terhadap suatu penyakit. Jadi, jangan heran kalau suatu hari nanti Anda akan tetap diperbolehkan makan sop buntut dan tongseng kambing saat darah sedang tinggi.
THE FASEB JOURNAL | KNOWRIDGE