TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia bukan satu-satunya negara yang menutup akses ke layanan aplikasi berkirim pesan Telegram. Beberapa negara lain juga sudah melakukannya sejak tahun lalu.
Bulan lalu, Rusia mengancam memblokir Telegram bila tidak memberikan informasi kepada pemerintah mengenai perusahaan di balik Telegram. Regulator komunikasi Russia, Roskomnadzor, seperti ditulis Reuters, menuduh Telegram melanggar peraturan.
Baca: Begini Bachrun Naim Manfaatkan Telegram Untuk Merancang Teror
Aplikasi Telegram juga populer di Iran, menurut CEO Pavel Duro, mereka memiliki 40 juta pengguna aktif bulanan di negara ini. April lalu, berdasarkan putusan pengadilan, Iran menutup layanan panggilan suara, voice call Telegram, namun menurut laman The Star, tidak jelas mengapa fitur itu diblokir.
Pemblokiran Telegram itu diduga bermotif politik karena terjadi setelah penangkapan belasan orang yang menjalankan saluran reformis di Telegram. Blokir di Iran juga diperkirakan untuk melindungi perusahaan ponsel domestik.
Baca: Heboh Pemblokiran, Beda Fitur Telegram dan WhatsApp
Durov, pada Januari 2016 lalu, membenarkan traffic Telegram di Arab Saudi terbatas. Tapi, melalui cuitannya, ia menyatakan tidak mengetahui alasannya.
Cina juga telah memblokir Telegram sejak 2015 lalu, tulis laman Hong Kong Free Press. Hal itu terjadi karena saluran itu dipakai membantu pengacara HAM, yang saat itu menjadi target negara, berkoordinasi untuk menyerang pemerintah.
Di Indonesia, Telegram diblokir mulai pukul 11.00, Jumat, 14 Juli 2017. Pemblokiran dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika karena aplikasi pesan instan ini banyak digunakan kelompok radikal di Indonesia untuk berkomunikasi.
ANTARA