TEMPO Interaktif, Magelang:Desa Kanigoro terbentang di lereng Bukit Andong, bagian dari Gunung Merbabu yang sejuk. Ironisnya, di tengah pemandangan alam nan indah itu, masyarakat di desa itu kebanyakan masih hidup dalam kemiskinan dan lingkungan yang kurang sehat.Ngadinah misalnya, saban hari hidup di rumah berdinding anyaman bambu dan berlantai tanah. Rumah seperti milik Ngadinah adalah potret umum warga desa. Penduduk desa ini berjumlah 2.805 orang atau 980 kepala keluarga. Mayoritas warga mengkonsumsi nasi jagung dicampur sedikit beras.Hampir semua warga tak memiliki sumur dan jamban. Ngadinah dan keluarganya harus menumpang buang hajat di rumah Yanto, kepala dusun Beran, tetangga sebelah rumahnya. Untuk tiap 10 hingga 15 kepala keluarga hanya tersedia satu fasilitas jamban dan tempat mandi. "Warga di sini yang mempunyai kakus sendiri memang bisa dihitung dengan jari, jika dihitung jumlahnya hanya 10 persen dari kepala keluarga," kata Kepala Desa Kanigoro Gadang Rintoko. Jamban pun bentuknya sederhana. Septik tank, alias tempat penampungan kotoran hanya berbentuk lubang tanah. Tempat jongkok berupa kayu atau papan yang melintang di atas lubang.Sumur digantikan bak-bak penampungan air yang dibangun secara gotong royong dengan menampung semburan air dari mata air Wangi dan Ngetuk di kaki Bukit Andong. Lantaran dibangun bersama, warga dilarang mengalirkan air langsung ke rumah. Sebagian warga memelihara ternak kambing dan sapi yang kandangnya terbuat dari anyaman bambu, berpadu dengan bangunan rumahnya. Alhasil, bau kotoran yang menyengat pun sampai ke dalam ruangan keluarga. "Sanitasi kami memang buruk dan pola hidup sehat warga sangat kurang," kata Rintoko mengakui. Kondisi itu semakin memprihatinkan tatkala 33 warga desa terserang pengakit misterius. 10 di antaranya harus meregang nyawa.Syaiful Amin (Magelang)