TEMPO.CO, Boston - Teknologi pencangkokan bergerak ke batas yang baru. Tim ilmuwan dari Tufts University di Amerika Serikat berhasil menumbuhkan sebuah mata pada ekor berudu. Inovasi ini diyakini dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kebutaan dan mengembangkan implan alami maupun buatan.
Tim ilmuwan bereksperimen dengan 134 berudu katak bercakar (Xenopus laevis). Katak dari Afrika ini biasa dijadikan hewan percobaan laboratorium. Mereka mencangkokkan mata ke kaki dan ekor berudu. Lalu, mata asli berudu dibedah dan dikeluarkan.
"Butuh usaha keras untuk memahami biologi regeneratif, dan juga memerlukan percobaan yang mengubah tubuh," kata Michael Levin, seorang ahli biologi perkembangan di Tufts University, Jumat, 1 Maret 2013.
Kemampuan penglihatan berudu eksperimen lantas diuji. Pengujian juga dilakukan terhadap berudu normal sebagai perbandingan. Berudu ditempatkan dalam sebuah wadah berbentuk bundar. Separuh dari wadah diterangi dengan lampu warna merah, separuhnya lagi lampu biru. Warna lampu diganti-ganti secara teratur dengan perangkat khusus.
Ketika berudu memasuki tempat yang diterangi lampu merah, mereka akan diberi kejutan listrik tegangan kecil. Untuk menghindari kejutan listrik, si berudu harus bergerak ke area bersorot lampu biru. Pergerakan inilah yang dipantau dengan sebuah kamera pendeteksi gerakan.
Hasilnya, Levin dan timnya menemukan enam berudu eksperimen yang mampu mengidentifikasi warna. Keenam berudu ini memilih untuk bergerak ke daerah berwarna biru yang aman dari sengatan listrik. Padahal, berudu-berudu itu hanya memiliki mata yang dicangkokkan pada ekor mereka. "Otak tidak terhubung dengan mata yang ada pada ekor, tapi bisa mengenali sinyal penglihatan dari jaringan saraf yang menyediakan informasi visual yang berharga," kata Levin.
Pengobatan kebutaan dan gangguan sensorik selama ini menghadapi kendala dalam hal memahami sistem saraf dan kemampuannya untuk beradaptasi dengan perubahan. Nah, percobaan Levin dan timnya bermaksud untuk mempelajari hubungan antara tubuh dan otak. Mereka ingin melihat bagaimana kemampuan otak menafsirkan data indrawi dari organ yang ditaruh di lokasi yang tidak biasanya menerima sinyal. Dalam kasus ini: mata diletakkan pada ekor.
"Temuan ini menunjukkan bahwa otak memiliki plastisitas yang luar biasa dan dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh," Levin menegaskan.
Ia meyakini mekanisme ini terbawa seiring evolusi hewan. Sebab, setiap kali mutasi akan menghasilkan perubahan dalam tubuh embrio, termasuk pada sisi anatominya. Jika otak tidak fleksibel terhadap perubahan ini, hewan akan mati dan mutasi yang menguntungkan akan hilang.
Eksperimen Levin dan timnya tidak hanya menghasilkan berudu dengan mata di ekor. Sejumlah hewan tak lazim lainnya, antara lain, cacing berkepala empat dan katak berkaki enam, juga ada. Masih banyak makhluk lain yang "aneh" sebagai bagian dari percobaan ilmiah Levin di bidang regenerasi organ dan bioelektrisitas.
HUFFINGTON POST | MAHARDIKA SATRIA HADI