Riset: Abu Kelud Lebih Baik Dibanding Merapi  

Reporter

Editor

Sunu Dyantoro

Selasa, 25 Februari 2014 17:13 WIB

Pengguna jalan melintasi jalanan kota Yogyakarta yang memiliki jarak pandang pendek (14/2/2014). Hingga saat ini hujan abu dari erupsi Gunung Kelud, Jawa Timur membuat jarak pandang menjadi pendek dan melumpuhkan berbagai kota di Jawa termasuk Yogyakarta. TEMPO/Suryo Wibowo.

TEMPO.CO, Yogyakarta - Tim riset gabungan lintas disiplin dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta mengerjakan riset untuk mendeteksi potensi abu hasil letusan Gunung Kelud yang mengguyur kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta. Riset itu berlangsung sejak 17 Maret 2013.

Wakil Rektor Bidang Akademik UMY, Gunawan Budiyanto, mengatakan riset ini bisa berlangsung cepat karena memakai perbandingan hasil penelitian lain tentang abu letusan Merapi. Dalam sepekan, dia melanjutkan, ada dua kesimpulan final mengenai manfaat abu Gunung Kelud. "Bisa menyuburkan tanah tandus dan meningkatkan kualitas pupuk kompos," kata Gunawan, Selasa, 25 Februari 2014.

Dia menjelaskan abu Gunung Kelud yang mengguyur DIY memiliki efektivitas lebih baik untuk menyuburkan tanah ketimbang material serupa dari Gunung Merapi. Material abu gunung kelud jauh lebih lembut, dengan diameter 0,002 milimeter. Sedangkan abu letusan Merapi agak kasar karena banyak bercampur pasir.

Gunawan menyimpulkan karakter kelembutan abu letusan Gunung Kelud di DIY menyebabkan kemampuannya lebih kuat dalam mengikat air. Gaya adhesi atau pengikatan pada air dalam skala tinggi dimiliki oleh abu kelud yang berukuran halus. "Bukan hanya memiliki nutrisi yang bagus untuk tanah saja," katanya.

Menurut dia, pemanfaatan abu ini bisa digunakan untuk mengubah karakter sejumlah tanah tandus di DIY agar memiliki daya ikat ke air lebih kuat. Namun abu ini tetap tidak boleh hanya berada di permukaan tanah karena malah bisa mengeras dan menghalangi air meresap ke tanah. "Tetap harus dicampur dengan lapisan bawah permukaan tanah," katanya.

Tim riset gabungan di Laboratorium Ilmu Tanah dan Nutrisi Tanaman UMY menjajal efektivitas abu Kelud ke tanah merah dari Gunungkidul, tanah pasir dari pesisir Bantul, dan tanah berpasir dari kawasan sekitar pantai di Kulonprogo. Tanah-tanah itu selama ini dimanfaatkan oleh petani untuk menanam melon, semangka, dan cabai. "Tapi waktu tanam agak lama karena tanah gampang kering," katanya.

Hasil uji coba: setelah disiram air, ketika dalam kondisi biasa, contoh tanah-tanah itu hanya bisa bertahan basah selama setengah hari. Apabila adonan tanahnya dicampuri abu Gunung Kelud, daya ikat terhadap air jauh lebih lama. "Bisa dua hari dua malam," kata Gunawan.

Karena memiliki daya ikat yang baik pada zat cair, abu Kelud yang lembut juga baik untuk memaksimalkan fungsi pupuk kompos. Pencampuran abu dengan kotoran hewan atau bahan organik yang melapuk bisa menghasilkan pupuk kompos berkualitas lebih baik. "Makanya, abu Kelud di DIY lebih baik digunakan untuk memulihkan kesuburan tanah di sejumlah kawasan tandus," katanya.

Tim lain, yang bekerja di Laboratorium Mekanika Tanah UMY, juga sedang mempelajari kemungkinan abu Kelud bisa dicampur dengan semen. Namun ada dugaan abu Kelud memiliki daya susut kembang yang berbeda dengan semen.

Pencampuran secara asal-asalan bisa memudahkan bangunan konstruksi retak sebab responskeduanya pada peningkatan dan pengurangan suhu berbeda. Gunawan mengatakan riset itu masih dalam tahap menguji daya susut kembang abu Kelud. "Kalau hasilnya memang beda jauh, kami cari cara untuk menyeimbangkannya," katanya.

Dia menambahkan, sejumlah mahasiswa dari program teknik mesin pun ikut terlibat dalam tim kajian abu Kelud. Mereka tertarik dengan kemungkinan efek pengaruh abu halus ini ke kinerja mesin otomotif. "Mereka anggap ini pengetahuan baru," katanya.

Adaoun pakar pengkajian tanah dari Fakultas Pertanian UGM, Azwar Maaz, menyebut material halus abu vulkanis di DIY sebagai bahan cepat saji untuk pembentukan tanah yang subur. Namun, menurut dia, proses penyatuannya dengan tanah butuh waktu lama apabila tanpa campuran lain. "Bisa cepat melapuk kalau dicampur tanah lama, kompos, dan pupuk organik," katanya.

Dia mengatakan material abu vulkanis dari Gunung Kelud mengandung pH 5,5-6. Daya hantar listrik atau kandungan garamnya tinggi, yakni 1-2 mili siemens (mS) per sentimeter.

Meski kondisi pH abu vulkanis itu aman, keasamannya yang tinggi bisa mengganggu pertumbuhan tanaman. Terutama, apabila abu menempel pada tanaman. "Idealnya, ada siraman air yang intens agar daya hantar listrik (keasaman) abu ini menurun," katanya.

ADDI MAWAHIBUN IDHOM













Advertising
Advertising

Berita terkait

KKP dan UGM Sepakati Kerja Sama Bidang Kelautan

49 hari lalu

KKP dan UGM Sepakati Kerja Sama Bidang Kelautan

Kerja sama melibatkan sejumlah fakultas di UGM.

Baca Selengkapnya

Hampir 1.000 Pegawai UGM Terima Penghargaan Purnabakti dan Kesetiaan

18 Januari 2024

Hampir 1.000 Pegawai UGM Terima Penghargaan Purnabakti dan Kesetiaan

Sebanyak 907 dosen dan tenaga kependidikan di lingkungan Universitas Gadjah Mada atau UGM menerima penghargaan kesetiaan dan purnabakti.

Baca Selengkapnya

5 Sikap UGM Terkait Surat Edaran Larangan LGBT Dekan Fakultas Teknik

29 Desember 2023

5 Sikap UGM Terkait Surat Edaran Larangan LGBT Dekan Fakultas Teknik

Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran, Wening Udasmoro, menegaskan UGM telah memiliki sikap dan posisi yang tegas terkait hal itu.

Baca Selengkapnya

Heboh Beras Plastik, Pakar di UGM Jelaskan Mengapa Nasi Bisa Memantul

11 Oktober 2023

Heboh Beras Plastik, Pakar di UGM Jelaskan Mengapa Nasi Bisa Memantul

Wakil Ketua Pusat Halal UGM Nanung Danar Dono menyebut informasi yang beredar di media sosial terkait peredaran beras plastik adalah hoaks.

Baca Selengkapnya

Tim Bimasakti Racing Team UGM Kembangkan Mobil Formula Hybrid

25 Januari 2023

Tim Bimasakti Racing Team UGM Kembangkan Mobil Formula Hybrid

Tim Bimasakti Racing Team Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dilaporkan telah memulai riset teknologi hybrid untuk mobil formula.

Baca Selengkapnya

Puluhan Mahasiswa UGM Terima Beasiswa Freeport

5 Oktober 2022

Puluhan Mahasiswa UGM Terima Beasiswa Freeport

50 mahasiswa UGM menerima beasiswa untuk satu semester sebesar Rp 5 juta dan 10 mahasiswa asal Papua menerima beasiswa biaya kuliah hingga lulus,

Baca Selengkapnya

Tongkat Pintar Untuk Lansia dan Tunanetra Karya Mahasiswa UGM

16 September 2022

Tongkat Pintar Untuk Lansia dan Tunanetra Karya Mahasiswa UGM

pengembangan tongkat pintar UGM bermula dari keinginan tim menciptakan alat sederhana dengan banyak fungsi untuk memudahkan lansia dan tunanetra.

Baca Selengkapnya

Pengamat Teknologi Informasi UGM Sebut Aktivitas Bjorka Hacktivism, Apa Itu?

14 September 2022

Pengamat Teknologi Informasi UGM Sebut Aktivitas Bjorka Hacktivism, Apa Itu?

Pakar Teknologi Informasi UGM menilai apa yang dilakukan Bjorka sinyal kritik pemerintah untuk bebenah diri.

Baca Selengkapnya

Mahasiswa UGM Ciptakan Robot Pendeteksi Kekeroposan Pohon

13 September 2022

Mahasiswa UGM Ciptakan Robot Pendeteksi Kekeroposan Pohon

ekelompok mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) mengembangkan prototipe alat pendeteksi kekeroposan pada pohon yang diberi nama G-Ber.

Baca Selengkapnya

Buka Toko Kelontong Sejak Mahasiswa, Granita Alumnus UGM Raup Omset Rp 380 Juta per Bulan

2 September 2022

Buka Toko Kelontong Sejak Mahasiswa, Granita Alumnus UGM Raup Omset Rp 380 Juta per Bulan

Simak kisah Granita, alumnus UGM yang membuka toko kelontong hingga omset puluhan juta.

Baca Selengkapnya