TEMPO.CO, California - Manusia ternyata telah lama memiliki ketertarikan terhadap seni. Lebih dari 40 ribu tahun lalu, setidaknya di Indonesia dan Eropa, manusia telah melukis dinding gua dengan gambar hewan liar. Tak hanya seni rupa, seni suara juga ternyata menjadi bagian erat dari dunia prasejarah. (Baca: Lukisan Gua Tertua Ditemukan di Sulawesi)
Steven Waller, peneliti seni batu dan akustik gua asal La Mesa, California, dalam studinya, berpendapat bahwa suara gema, gaung, dan ilusi pendengaran menginspirasi seniman paling awal pada zaman prasejarah untuk menciptakan lukisan. Waller mempresentasikan studi tersebut dalam pertemuan tahunan Acoustical Society of America.
“Manusia prasejarah mungkin menganggap gema dan gaung sebagai suara roh dan gaungan dewa guntur,” ujar Waller, seperti dikutip dari Livescience, Jumat, 31 Oktober 2014.
Pada 2012, Waller melaporkan temuan akustik tentang Stonehenge, monumen batu dari zaman prasejarah di Wiltshire, Inggris. Menurut dia, tumpukan batu purba tersebut menghasilkan titik mati akustik.
<!--more-->
Kondisi tersebut sangat mirip dengan posisi ketika dua pemain alat musik tiup berdiri berhadap-hadapan di tengah lapangan dan memainkan alat-alat masing-masing secara bersamaan. “Campuran gelombang suara yang sama menghilangkan suara,” ujar Waller.
Bentuk tersebut menunjukkan bahwa Stonehenge—yang juga disebut sebagai batu piper—merupakan pusat ritual magis. Waller menduga, pada zaman dahulu, bagian tengah Stonehenge digunakan sebagai tempat menari dalam ritual magis.
Begitu pun bentuk seni yang ditemukan di situs purba lainnya. Seni batu di Gua El Castilo, Spanyol, misalnya. Gua tersebut didominasi gambar kawanan bison, rusa, dan mamalia besar lain. Di daratan Eurasia tersebut, kata Waller, hewan-hewan ini terkait dengan dewa guntur. “Ratusan gambar kuku menggambarkan gemuruh,” ujarnya.
Karena itu, menurut Waller, bukan kebetulan hewan mamalia darat tersebut dilukis pada gua-gua tempat suara gema berkumpul. Saat ditemukan begitu banyak kuku bison, saat itu juga suara gema semakin keras.
<!--more-->
Anggapan yang sama juga berlaku di Amerika Utara, khususnya di tempat yang terdapat banyak suara gema dan gaungan. Waller mengatakan di tempat tersebut banyak ditemukan gambar thunderbird—burung mitologi suku Indian.
Canada Shield, lapisan batu yang terbentuk sekitar 500 juta tahun lalu, juga memuat mitos tentang roh batu bernama Memegwashio. “Roh ini dianggap memiliki suara yang keras, seperti guruh dan gema.”
Waller juga menemukan hubungan antara tempat yang memiliki banyak gema dan seni prasejarah yang ditemukan di beberapa lembah di dunia. Dalam beberapa kasus, dia dan rekannya dalam penelitian bahkan menemukan lukisan seni batu yang belum pernah ditemukan sebelumnya.
Bagi manusia saat ini, Waller mengatakan, gema mungkin sesuatu yang dianggap biasa. Temuannya ini mungkin bisa dipandang mengada-ada. Tapi manusia prasejarah menganggap gema sebagai sesuatu yang misterius. Atau, kata dia, “Sama seperti fisika kuantum.”
<!--more-->
Waller bukanlah satu-satunya peneliti yang menyelidiki segi akustik pada situs kuno. Bidang ini mulai dikembangkan dalam dunia arkeologi. Beberapa tim arkeologi di Amerika telah meneliti situs upacara pra-Inca, Chavin de Huantar, dari aspek suara.
Mereka mendapati labirin bisa menghasilkan gema yang aneh. Artefak kulit kerang bernama pututus, yang ditemukan di situs tersebut, memiliki peran penting untuk menghasilkan suara dalam ritual kuno.
Studi terhadap Stonehenge juga sudah dilakukan peneliti lain pada 2012. Dalam studi tersebut terungkap bahwa lingkaran batu itu memiliki sistem suara yang luar biasa. Para peneliti berpendapat, sistem akustik memotivasi pembangunan Stonehenge. Simak berita tekno lainnya di sini.
AMRI MAHBUB
Berita terkait
BRIN Berikan Nurtanio Award ke Ahli Penerbangan & Antariksa Profesor Harijono Djojodihardjo
26 November 2023
BRIN memberikan penghargaan tertinggi kepada periset Indonesia yang berprestasi, dan kepada tokoh yang telah memberikan andil kemajuan iptek.
Baca SelengkapnyaJokowi Dorong Generasi Muda Kuasai Iptek Dibarengi Budi Pekerti
19 Agustus 2023
Jokowi mendorong pelajar Muhammadiyah untuk memiliki kemampuan iptek dan juga budi pekerti yang baik
Baca SelengkapnyaJokowi Ungkap 3 Acuan Penting Menuju Visi Indonesia Emas 2045
15 Juni 2023
Presiden Joko Widodo alias Jokowi membeberkan tiga hal penting yang menjadi acuan menuju visi Indonesia Emas 2045. Simak detailnya.
Baca SelengkapnyaMemahami Globalisasi serta Dampak Negatif dan Positifnya
10 Desember 2022
Dengan adanya globalisasi, segala aktivitas manusia semakin mudah. Namun lihat juga dampak negatif dan positifnya.
Baca SelengkapnyaDi Acara HUT PGRI, Jokowi Minta Guru Pastikan Anak Didik Kuasai Iptek dan Keterampilan Teknis
3 Desember 2022
Jokowi meminta para guru memastikan anak didiknya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
Baca SelengkapnyaSiti Fauziah Dorong Mahasiswa Kuasai Iptek dan Lestarikan Budaya
25 November 2022
MPR membuka pintu lebar-lebar kepada seluruh elemen bangsa termasuk para mahasiswa untuk berkunjung dan mendapatkan semua informasi.
Baca SelengkapnyaBRIN Anugerahkan Habibie Prize 2022 kepada Empat Ilmuwan
10 November 2022
Penghargaan Habibie Prize 2022 diberikan pada empat ilmuwan yang memberikan kontribusi di bidang iptek dan inovasi.
Baca SelengkapnyaPresiden Tegaskan Kedudukan Pancasila sebagai Paradigma Iptek
4 November 2022
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyelenggarakan Symposium on State Ideology and International Conference on Digital Humanities 2022 di Institut Teknologi Bandung.
Baca SelengkapnyaPemanfaatan Iptekin sebagai Penentu Arah Kebijakan Nasional
20 April 2022
Ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi (Iptekin) telah menjadi salah satu faktor utama bagi negara-negara maju dalam mempercepat program pembangunan nasional di berbagai sektor, terlebih pada sektor pembangunan ekonomi berbasis pengetahuan.
Baca SelengkapnyaPraktik Kebijakan Iptekin di Indonesia dan Malaysia
20 April 2022
Praktik Kebijakan Iptekin di Indonesia dan Malaysia
Baca Selengkapnya