Soal Pembohongan Publik Dwi Hartanto, Ini Sikap PPI Delft

Reporter

Amri Mahbub

Editor

Amri Mahbub

Senin, 9 Oktober 2017 18:03 WIB

Logo Perhimpunan Pelajar Indonesia Delft (PPI Delft). (ppidelft.net)

TEMPO.CO, Jakarta - Perhimpunan Pelajar Indonesia di Delft (PPI Delft) angkat suara atas tindakan yang dilakukan Dwi Hartanto. Pengurus PPI Delft dalam surat resmi tertanggal 4 Oktober 2017 mengutuk pembohongan publik yang dilakukan mahasiswa doktoral asal Indonesia yang sedang belajar di Faculty of Electrical Engineering, Mathematics and Computer Sciences, Technische Universiteit Delft itu.

"PPI Delft mengutuk keras segala bentuk pembohongan publik yang pada khususnya yang terjadi di bidang akademik," tulis Pengurus PPI Delft dalam laman situsnya. Meski begitu, pengurus PPI Delft menyatakan tetap menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah hingga dugaan tersebut telah diverifikasi oleh pihak TU Delft dan/atau Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Belanda (KBRI Den Haag).

Selain itu, PPI Delft mengimbau kepada seluruh anggota PPI Delft untuk menjunjung tinggi kode etik akademik demi menjaga integritas pribadi, lembaga, bangsa, dan negara. Kebohongan Dwi Hartanto, mahasiswa doktoral di TU Delft Belanda, terungkap. Dia mengaku sebagai calon profesor bidang aeronautika. "Calon profesor muda (28 tahun) pengganti Habibie," begitu media massa menyebutnya.

Namanya naik daun dalam dua tahun terakhir setelah diberitakan berbagai media elektronik maupun televisi setelah mengaku diminta banyak pihak untuk mengembangkan pesawat jet tempur generasi keenam. Sosok Dwi Hartanto ditulis secara manis oleh berbagai media nasional sebagai doktor muda (28 tahun) calon profesor bidang roket.

Baca: Apakah Dwi Hartanto Mengidap Gejala Mythomania?

Advertising
Advertising

Dwi dianggap "pahlawan" Indonesia di negeri Belanda. Faktanya, Dwi lahir pada 13 Maret 1982. Artinya, dia sudah berumur 35 tahun, bukan 28 tahun seperti yang diberitakan. Dia pun sempat mengaku bahwa ditawari menjadi warga negara Belanda, tapi ditolaknya.

Namun, semua pengakuan itu kebohongan belaka. Dalam dokumen sepanjang lima halaman yang dimuat di situs ppidelft.net (Persatuan Pelajar Indonesia di Delft), Dwi mengaku berbohong atas semua informasi terkait dirinya yang diberitakan media nasional dan media sosial dalam tiga tahun belakangan ini. Surat klarifikasi tersebut tertanggal 7 Oktober 2017.

Dalam dokumen klarifikasinya, Dwi menyatakan bukan lulusan Tokyo Institute of Technology di Jepang. Melainkan lulusan strata-1 dari Institut Sains dan Teknologi AKPRIND Yogyakarta, Fakultas Teknologi Industri, Program Teknik Informatika, yang lulus pada 15 November 2005.

Setelah dari AKPRIND, Dwi mengambil program master di TU Delft, Faculty of Electrical Engineering, Mathematics, and Computer Science, dengan tesis "Reliable Ground Segment Data Handling System for Delfi-n3Xt Satellite Mission".

Saat ini, Dwi masih menjalani program doktoral di grup riset Interactive Intelligence, Departement of Intelligent Systems di fakultas yang sama di Delft di bawah bimbingan Prof. M.A. Neerincx dengan judul disertasi "Computer-based Social Anxiety' Regulation in Virtual Reality Exposure Therapy". "Informasi mengenai posisi saya sebagai post-doctoral apalagi assistant professor di TU Delft adalah tidak benar," tulis dia.

Baca: Ini 5 Dosa Dwi Hartanto

Simak artikel lainnya tentang kebohongan Dwi Hartanto hanya di kanal Tekno Tempo.co.

Berita terkait

Kaleidoskop 2017 Sains: Kontroversi Dwi Hartanto dan Taruna Ikrar

26 Desember 2017

Kaleidoskop 2017 Sains: Kontroversi Dwi Hartanto dan Taruna Ikrar

Kaleidoskop 2017 sains Tanah Air terdiri dari dua peristiwa besar, yakni terbongkarnya kebohongan Dwi Hartanto dan Taruna Ikrar.

Baca Selengkapnya

Fakta di Balik Kebohongan, Begini Mendeteksinya

11 Oktober 2017

Fakta di Balik Kebohongan, Begini Mendeteksinya

Pernahkah Anda berbohong? Tentu saja pernah. Kebohongan pun tidak selalu buruk tapi juga bisa parah. Begini mendeteksinya

Baca Selengkapnya

Pembimbing Skripsi Minta Dwi Hartanto Pulang dan Minta Maaf

11 Oktober 2017

Pembimbing Skripsi Minta Dwi Hartanto Pulang dan Minta Maaf

Mantan dosen pembimbing skripsi Dwi Hartanto, Yuliana Rahmawati, sedih dengan kasus pembohongan publik yang melilit bekas anak didiknya.

Baca Selengkapnya

Dwi Hartanto Langgar Etika Ilmuwan, Akprind akan Cabut Ijazah S1?

11 Oktober 2017

Dwi Hartanto Langgar Etika Ilmuwan, Akprind akan Cabut Ijazah S1?

Pihak Rektorat Institut Sains dan Teknologi Akprind Yogyakarta menyatakan ikut tertekan atas tindakan Dwi Hartanto.

Baca Selengkapnya

Ketua MPR: Ilmuwan Berbohong, Dwi Hartanto Ingkari Pancasila

10 Oktober 2017

Ketua MPR: Ilmuwan Berbohong, Dwi Hartanto Ingkari Pancasila

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Zulkifli Hasan menilai Dwi Hartanto, 35 tahun, ilmuwan asal Indonesia telah mengingkari Pancasila.

Baca Selengkapnya

Di Belanda, Rumor Dwi Hartanto Sudah Mencuat Sebulan Terakhir

10 Oktober 2017

Di Belanda, Rumor Dwi Hartanto Sudah Mencuat Sebulan Terakhir

Tindakan pembohongan publik Dwi Hartanto ternyata sudah menjadi kasak-kusuk di kalangan mahasiswa Indonesia di Belanda sejak September lalu.

Baca Selengkapnya

Dwi Hartanto Pernah Palsukan Surat Saat Daftar S2 di UGM

10 Oktober 2017

Dwi Hartanto Pernah Palsukan Surat Saat Daftar S2 di UGM

Ada fakta baru tentang kebohongan Dwi Hartanto

Baca Selengkapnya

Soal Dwi Hartanto, Rektor Akprind Yogya: Dia Mencoreng Almamater

10 Oktober 2017

Soal Dwi Hartanto, Rektor Akprind Yogya: Dia Mencoreng Almamater

Pihak Institut Sains dan Teknologi Akprind Yogyakarta angkat suara soal pembohongan publik yang dilakukan Dwi Hartanto.

Baca Selengkapnya

Dwi Hartanto Ternyata Lulus Cum Laude di Akprind Yogyakarta

10 Oktober 2017

Dwi Hartanto Ternyata Lulus Cum Laude di Akprind Yogyakarta

Pembohongan publik oleh Dwi Hartanto, mahasiswa doktoral di Technische Universiteit Delft Belanda, membuat Akprind Yogyakarta angkat bicara.

Baca Selengkapnya

Bohong ala Dwi Hartanto, Bagaimana Solusinya?

10 Oktober 2017

Bohong ala Dwi Hartanto, Bagaimana Solusinya?

Kebohongan akademis seperti yang dilakukan Dwi Hartanto tidak bisa diterima, apalagi kebohongan akademis di publik. Apa solusinya?

Baca Selengkapnya