Ada Prinsip Matematika Rumit Saat Kadal Hijau Berubah Warna
Reporter
Tempo.co
Editor
Amri Mahbub
Rabu, 21 November 2018 11:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ternyata ada unsur matematika yang rumit di dalam tubuh seekor kadal hijau. Sewaktu masih kecil, badan si kadal itu cuma punya satu warna. Namun, saat dewasa, kulitnya kemudian dipenuhi oleh bintik-bintik berwarna hitam dan hijau. Biasa saja, sepertinya. Tapi di mata para ilmuwan, setelah diamati, bintik dua warna itu ternyata menyerupai pola labirin.
Baca juga: Skor Matematika Indonesia Rendah, Bank Dunia: Perlu 3 Generasi
Nah, setelah diteliti dengan cermat ternyata pola tersebut--yang biasa muncul pada reptil atau satwa lain--sejalan dengan prinsip matematika persamaan Turing soal reaksi-difusi. Lebih jauh lagi, menurut para ilmuwan dari Universitas Jenewa, Swiss, pola tubuh kadal ini serupa dengan prinsip matematika lain: seluler automata.
Sebentar. Apa sebenarnya dua prinsip matematika itu? Sistem reaksi-difusi yang dikemukakan Alan Turing pada 1952 adalah model matematika tentang perubahan benda karena pengaruh proses reaksi dan difusi. Reaksi adalah kegiatan yang timbul akibat suatu gejala atau suatu peristiwa. Adapun difusi adalah penyebaran atau perembesan sesuatu dari satu pihak ke pihak lain, yang bersifat menyebar. Sederhananya, seperti kelakuan seorang fan yang mengganti gaya berpakaiannya setelah melihat model pujaan menggunakan tren pakaian terbaru.
Baca juga: Gawat Darurat Matematika, Ini yang Harus Dilakukan Orang Tua
Adapun seluler automata adalah susunan sel yang dapat berkembang secara paralel. Tiap sel akan meniru sel lain dan memilih sel-sel tertentu yang akan dikembangkan kemudian. Prinsip matematika ini dikembangkan ahli matematika John von Neumann pada 1948. Dalam artikel berjudul "A living mesoscopic cellular automaton made of skin scales", di jurnal Nature itu, tim peneliti menjelaskan cara kerja dua persamaan ini ada di tubuh satwa bernama latin Timon lepidus itu.
Selama penelitian, Michel Milinkovitch, biofisikawan dari Fakultas Genetika dan Evolusi, dan rekan-rekan penelitiannya, mengambil serangkaian foto beresolusi tinggi dari punggung tiga kadal jantan. Tim memulai mengambil foto sejak tiga reptil--yang jadi obyek penelitian--tersebut sejak berumur dua minggu hingga berumur empat tahun. Sebuah penelitian yang tak sebentar, memang. Mereka mendapatkan sekitar 5.000 pola heksagonal atau enam sisi di setiap punggung kadal.
Dalam jurnal itu, mereka menulis pola sisik punggung berubah dari waktu ke waktu. Mulai dari cokelat dengan titik putih hingga pola berbelit dengan warna hijau dan hitam. Setidaknya, mereka mencatat ada 1.500 perubahan sampai ketiga kadal betul-betul mendapatkan warna hijau dan hitam pada seluruh tubuhnya. Ini merupakan bentuk nyata dari persamaan Turing.
Baca juga: Stephen Hawking dan 5 Ramalannya yang Sempat Bikin Heboh
<!--more-->
Kemudian, tim berfokus pada sel-sel kulit kadal melalui foto-foto beresolusi tinggi yang diambil. Banyak penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa tiap sel kulit kadal dan ikan memiliki warnanya masing-masing. Tapi, penelitian Milinkovitch dan tim menemukan celah yang cukup luas di bawah kulit yang tebal untuk tempat sel warna berinteraksi.
Baca juga: Misteri di Lagu The Beatles Ini Terungkap Pakai Matematika
Semakin ke dalam, celah tersebut semakin menyempit dan sel warna yang ada pun menjadi kian terbatas, mirip dengan prinsip seluler automata. Tim mengambil kesimpulan bahwa struktur tubuh itulah yang menjadikan tubuh T. lepidus istimewa.
Tak pelak, hasil temuan ini membuat para peneliti takjub. "Sangat menarik, dalam satu tubuh organisme bekerja seperti dua prinsip matematika," demikian penjelasan mereka dalam artikel itu.
Baca juga: Cara Sederhana Mengenalkan Konsep Matematika pada Anak
Hasil ini pun mengundang tanggapan dari ilmuwan lainnya yang tidak terlibat dalam penelitian itu. James Sharpe, pakar sistem biologi dari Centre for Genomic Regulation di Barcelona, Spanyol, misalnya. "Biologi cenderung lebih fleksibel dan 'licin', Milinkovitch dan tim melakukannya dalam cara yang berbeda."
Devi Stuart-Fox, ahli biologi evolusi dari University of Melbourne, Australia, memuji metode penelitian yang dipakai. "Cara tim untuk memahami apa yang terjadi sangat inovatif: matematis untuk menjawab pertanyaan biologis," ujar dia, seperti dikutip dari Science Daily.
Andai saja Alan Turin dan John von Neumann masih hidup, tentu mereka jadi orang yang paling girang. Kadal-kadal itu telah berhasil menjelaskan dengan sempurna hasil kerja keras otak keduanya.
Baca juga: Pecahkan Soal Aljabar, Pakar Matematika Terima Rp 40 Miliar
Simak artikel menarik lainnya seputar matematika dan sains lainnya hanya di kanal Tekno Tempo.co.