Pemilu Indonesia Nyoblos, Guru di Kenya Bikin Platform e-Voting

Rabu, 17 April 2019 15:17 WIB

Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) Beijing mengeluarkan surat suara dari kotak suara tersegel di depan para pemilih sebelum pemungutan suara dimulai di Beijing, Cina, Ahad, 14 April 2019. Penghitungan surat suara baru akan dihitung bersamaan dengan Pemilu serentak di Indonesia. ANTARA/M. Irfan Ilmie

TEMPO.CO, Jakarta- Seorang guru di Kenya bernama Vincent Omondi dengan mudah membuat platform e-Voting. Omondi hanya membutuhkam waktu dua pekan untuk mengembangkan pengkodean yang terlihat cukup jenius, demikian dilaporkan laman standardmedia, Selasa, 16 April 2019.

Temuan ini kontradiktif dengan Pemilu di Indonesia. Hari ini, Rabu, 17 April 2019, kita melangsungkan pesta demokrasi pemilihan presiden dan wakil presiden serta calon legislatif.

Pemilu di Indonesia masih menggunakan sistem manual, dengan cara mencoblos gambar calon yang ingin dipilih. Indonesia juga sempat diisukan akan mengubah proses demokrasi tersebut dengan cara e-voting, meskipun tidak tahu kapan diterapkan.

Awalnya, Omondi bercerita, dia datang dengan sistem untuk digunakan dalam pemilihan di Sekolah Makini, yang, tahun lalu, menggantikan pemungutan suara manual dengan Google Forms.

"Saya datang ke Makini School sebagai guru Matematika pada 2014. Sekolah itu kemudian menggunakan sistem manual pemungutan suara dan saya perhatikan itu tidak efisien karena biaya yang tinggi untuk mencetak surat suara. Dan waktu yang sangat lama untuk menghitung suara," ujar Omondi kepada standard.

Omondi membantu transisi sekolah untuk memilih menggunakan Google Form tahun lalu, tapi tidak sepenuhnya efisien karena memungkinkan siswa untuk memilih lebih dari satu kali. Saat itulah dia memutuskan untuk menciptakan sistem pemungutan suara yang unik dan dapat diterapkan pada skala yang berbeda.

"Saya mendesainnya hanya dalam dua minggu awal tahun ini, kemudian menjalankan pilot sebelum dapat digunakan secara resmi. Saya tidak menggunakan banyak, hanya kecerdasan saya," kata Omondi.

Hasilnya adalah Portal Pemilihan Sekolah Makini, sebuah platform pemilihan yang menurut Omondi dapat direplikasi untuk pemilihan di mana saja dan pada skala yang bervariasi, termasuk pemilihan umum negara. Saat ini, sistem bekerja memungkinkan pemilih untuk masuk ke komputer, memasukkan kode khusus yang unik dan memilih kandidat pilihan mereka di yurisdiksi yang berbeda.

Portal secara otomatis menghitung suara, Omondi percaya sistem ini memadai untuk skenario pemilihan nasional. Menurutnya, jika itu akan digunakan untuk pemilihan nasional dia dapat mendaftarkan pemilih menggunakan biometrik.

"Pada hari pemungutan suara, mereka tidak perlu memilih di TPS tempat mereka mendaftar. Yang perlu dilakukan adalah menggunakan biometrik untuk otentikasi, maka sistem akan secara otomatis memunculkan rincian yang relevan dengan pemilih," tutur Omondi.

Pemungutan suara dapat dilakukan pada serangkaian perangkat, mulai dari mesin khusus hingga komputer, tablet, dan bahkan smartphone. Omondi mencatat, pemilih dapat diberikan kode unik khusus yang serupa dengan yang disediakan oleh penyedia layanan seluler.

Seorang pemilih dapat diberikan kartu untuk memasukkan kode satu kali penggunaan, yang memungkinkan mereka untuk memilih. Omondi tidak memiliki pelatihan formal sebelumnya dalam teknologi informasi. Baru sekarang dia terdaftar di Universitas Kenyatta, di mana ia mengejar gelar Sarjana Teknologi Informasi.

Dia bangga menjadi seorang yang otodidak, minatnya pada IT memicu setelah dia menyelesaikan sekolah menengah dan hanya tumbuh sejak itu. Sebagian besar, ia mengandalkan sumber daya internet dalam mempelajari keterampilan teknologinya.

Teknologinya, kata Omondi, lebih baik dari pada sistem pemungutan suara elektronik yang digunakan oleh Komisi Pemilihan Umum Independen dan Batas di pemilu terakhir karena dapat bekerja secara efisien menggunakan intranet, menjadikannya berlaku untuk daerah-daerah dengan konektivitas internet yang buruk.

Dia menambahkan bahwa seluruh proses terotomatisasi dan sistem secara otomatis menghitung suara. Hal itu memungkinkan pemilih untuk mengetahui hasilnya dengan segera, menyimpulkan sementara, juga mengurangi tenaga kerja dan biaya.

"Ini dapat menangani lalu lintas yang padat, sehingga berlaku untuk pemungutan suara di seluruh negeri," tambahnya.

Program ini selanjutnya dapat dikodekan untuk secara otomatis meluncurkan dan mematikan pemungutan suara. Lebih lanjut, pemilih dapat melihat jumlah suara sebelum dan sesudah memberikan suara, hanya agar mereka yakin suara mereka telah dihitung.

Omondi mengatakan bahwa ia telah mencoba mengirimkan teknologinya ke badan pengatur independen Kenya (IEBC) secara berulang tapi sejauh ini, upayanya telah mengecewakan. "Saya telah mendekati mereka dengan konsep beberapa kali tapi mereka hanya mengatakan itu adalah ide yang bagus dan diskusi berakhir di sana," kata dia.

Ini adalah perjalanan yang mengecilkan hati, memiliki teknologi yang bisa menyelesaikan masalah pemilihan Kenya tapi tidak mendapatkan perhatian. "Kami memiliki pikiran cemerlang yang dapat menghasilkan solusi luar biasa untuk masalah negara kami. Tidak perlu untuk sumber teknologi ini di luar negeri," ujar Omondi. "Orang-orang muda terdemotivasi oleh kurangnya kesempatan dan kurangnya jalan untuk mengekspresikan ide-ide mereka".

Dengan lebih banyak sumber daya dan kolaborasi dengan IEBC dan pakar TI lainnya, Omondi percaya, sistem ini dapat menghasilkan teknologi pemungutan suara yang efisien, nyaman, aman, dan lebih terjangkau. Serta dapat memecahkan masalah pemilihan sebelumnya seperti orang yang tidak dapat memilih karena mereka jauh dari tempat pemungutan suara.

"Saya percaya IEBC harus mulai mencari solusi untuk pemilihan umum berikutnya sekarang. Mereka harus memberi kaum muda kesempatan untuk membantu merumuskan solusi, mungkin melalui kompetisi. Mereka akan kagum," tutur Omomdi.

Terlepas dari tantangan yang dia hadapi, Omondi tetap tak kenal lelah dalam menyebarkan berita tentang teknologi. Dia berharap bahwa itu akan terwujud menjadi peluang untuk membantu IEBC memudahkan proses pemilihan. Juga berharap akan diberikan kesempatan untuk menggunakan teknologi dalam pemilihan skala kecil, seperti yang diawasi komisi untuk institusi.
STANDARDMEDIA

Berita terkait

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

13 jam lalu

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyakini partainya masuk ke Senayan pada pemilu 2029 mendatang.

Baca Selengkapnya

Standard Chartered Perkiraan Pertumbuhan PDB Indonesia 2024 Menjadi 5,1 Persen

2 hari lalu

Standard Chartered Perkiraan Pertumbuhan PDB Indonesia 2024 Menjadi 5,1 Persen

Standard Chartered menurunkan perkiraan pertumbuhan produk domestik bruto atau PDB Indonesia tahun 2024 dari 5,2 persen menjadi 5,1 persen.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani: Anggaran Pemilu 2024 Belum Terbelanjakan Rp 12 Triliun

5 hari lalu

Sri Mulyani: Anggaran Pemilu 2024 Belum Terbelanjakan Rp 12 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan masih ada Rp 12,3 triliun anggaran Pemilu 2024 yang belum terbelanjakan.

Baca Selengkapnya

Junimart Minta Seleksi Petugas Badan Adhoc Pilkada Dilakukan Terbuka

5 hari lalu

Junimart Minta Seleksi Petugas Badan Adhoc Pilkada Dilakukan Terbuka

Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang mengatakan, badan Adhoc Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), harus diseleksi lebih ketat dan terbuka untuk menghindari politik transaksional.

Baca Selengkapnya

Pakar Hukum Unand Beri Catatan Putusan MK, Termasuk Dissenting Opinion 3 Hakim Konstitusi

6 hari lalu

Pakar Hukum Unand Beri Catatan Putusan MK, Termasuk Dissenting Opinion 3 Hakim Konstitusi

Pakar Hukum Universitas Andalas atau Unand memberikan tanggapan soal putusan MK dan dissenting opinion.

Baca Selengkapnya

Tim Joe Biden akan Terus Gunakan TikTok untuk Kampanye Walau Dilarang DPR

6 hari lalu

Tim Joe Biden akan Terus Gunakan TikTok untuk Kampanye Walau Dilarang DPR

Tim kampanye Joe Biden berkata mereka tidak akan berhenti menggunakan TikTok, meski DPR AS baru mengesahkan RUU yang mungkin melarang penggunaan media sosial itu.

Baca Selengkapnya

Pemilu Rawan Politik Uang Kaesang Usulkan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, Ini Bedanya dengan Proporsional Terbuka

10 hari lalu

Pemilu Rawan Politik Uang Kaesang Usulkan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, Ini Bedanya dengan Proporsional Terbuka

Ketua Umum PSI yang juga putra Jokowi, Kaesang Pangarep usulkan pemilu selanjutnya dengan sistem proporsional tertutup karena marak politik uang.

Baca Selengkapnya

Menkominfo Ungkap Kesan Pertemuan Tim Cook Apple dan Prabowo

12 hari lalu

Menkominfo Ungkap Kesan Pertemuan Tim Cook Apple dan Prabowo

Budi Arie Setiadi mengatakan Tim Cook mengapresiasi hasil pemilu presiden Indonesia atas terpilihnya Prabowo.

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Pelaksanaan Pemilu 2019, Pertama Kalinya Pilpres dan Pileg Serentak

14 hari lalu

Kilas Balik Pelaksanaan Pemilu 2019, Pertama Kalinya Pilpres dan Pileg Serentak

Hari ini, 17 April 2019 atau Pemilu 2019 pertama kali Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) dilakukan secara serentak.

Baca Selengkapnya

Aksi Mogok Dokter, Skandal Tas Dior hingga Daun Bawang: Riuh Pemilu Legislatif Korea Selatan

21 hari lalu

Aksi Mogok Dokter, Skandal Tas Dior hingga Daun Bawang: Riuh Pemilu Legislatif Korea Selatan

Sekitar 44 juta warga Korea Selatan akan memberikan suaranya dalam pemilu yang akan menentukan sisa masa kepemimpinan Presiden Yoon Suk yeol.

Baca Selengkapnya