Polemik Waktu Subuh yang Dinilai Kepagian, Ini Kata Lapan

Rabu, 8 Mei 2019 18:30 WIB

Petugas observatorium Tgk Chiek Kuta Karang Kementerian Agama Aceh memantau posisi hilal di Lhoknga, Aceh Besar, Aceh, Ahad, 5 Mei 2019. Pemantauan hilal yang juga melibatkan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) dilakukan untuk menentukan awal Ramadan 1440 hijriah. ANTARA/Irwansyah Putra

TEMPO.CO, Bandung - Profesor Riset Astronomi-Astrofisika yang juga Ketua Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin mengomentari wacana waktu salat subuh yang salah. Wacana itu bergulir kembali setelah menjadi isu tahunan.

Baca: Astronom Lapan Bantah Waktu Salat Indonesia Salah

Menurutnya, ada perbedaan cara dari hasil penghitungan. ”Ada perbedaan cara memahami data,” kata anggota Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama itu, Rabu, 8 Mei 2019.

Wacana tentang waktu subuh sebelumnya dipicu oleh saat fajar mulai menguning. Sekarang ada lembaga yang menilai waktu subuh sekarang terlalu cepat rata-rata sekitar 26 menit.

Menurut Djamaluddin, ada pihak yang hanya memandang dari aspek matematis, tanpa memahami fisisnya. “Secara astronomi perlu dipahami aspek fisisnya, termasuk efek gangguan dari polusi cahaya dan keberadaan awan di ufuk.”

Advertising
Advertising

Djamaluddin mengatakan waktu subuh adalah saat fajar shadiq yang pertama, berwarna putih, bukan fajar yang berwarna kuning. Petunjuk itu sesuai sunah Nabi Muhammad SAW. “Itu menunjukkan bahwa waktu subuh memang masih gelap, tetapi fajar sudah tampak di ufuk timur. Warnanya masih putih lembut,” katanya.

Sementara fajar di Indonesia dinilai wajar lebih awal muncul karena atmosfer ekuator lebih tinggi. Waktu subuh disebutnya termasuk fajar astronomi, saat cahaya bintang-bintang mulai meredup karena munculnya hamburan cahaya di ufuk timur.

Fajar astronomi terjadi saat matahari berada pada posisi -18 derajat rata-rata. Fajar itu terjadi karena hamburan cahaya matahari oleh atmosfer atas. Di wilayah ekuator, atmosfernya lebih tinggi dari daerah lain, sehingga wajar bila fajar terjadi ketika posisi matahari -20 derajat.

Waktu subuh itu juga semestinya diukur dalam kondisi langit cerah dan bebas polusi cahaya. Penelitian waktu subuh yang objektif harus menggunakan alat ukur cahaya langit. Metode yang biasa digunakan adalah dengan teknik fotometri atau pengukuran kuat cahaya.

Cara lain dengan alat ukur cahaya langit, misalnya SQM (Sky Quality Meter). “Persyaratan teknik fotometri ini, langit harus benar-benar bersih dari awan, polusi udara, dan polusi cahaya,” katanya.

Awan tipis dan polusi udara bisa menghalangi cahaya fajar di ufuk Timur, sehingga fajar astronomi yang putih tipis tidak tampak. Sementara fajar yang agak kuning akan tampak saat matahari mulai meninggi.

Polusi cahaya juga sangat mengganggu pengamatan fajar. Pengukuran fajar dengan SQM dari tengah kota dengan polusi cahaya yang cukup kuat bisa mengecoh, sehingga menyimpulkan fajar yang lebih lambat.

Simak artikel lainnya tentang penetapan waktu subuh dan Lapan di kanal Tekno Tempo.co.

Berita terkait

BRIN: Satelit LAPAN Bantu Proses Komunikasi Wilayah Terlanda Bencana

36 hari lalu

BRIN: Satelit LAPAN Bantu Proses Komunikasi Wilayah Terlanda Bencana

Satelit LAPAN-A2/LAPAN-ORARI merupakan salah satu hasil riset karya anak bangsa yang dikembangkan oleh BRIN.

Baca Selengkapnya

Jalan Panjang LIPI Menjadi BRIN, Berikut Tugas dan Fungsinya

24 Agustus 2023

Jalan Panjang LIPI Menjadi BRIN, Berikut Tugas dan Fungsinya

LIPI didirikan 56 tahun lalu, pada 6 September 2021 diubah menjadi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Apakah tugas dan fungsinya tetap sama?

Baca Selengkapnya

Hari Raya Idul Fitri Akan Dirayakan 2 Kali Setahun Pada 2030, Kok Bisa?

18 April 2023

Hari Raya Idul Fitri Akan Dirayakan 2 Kali Setahun Pada 2030, Kok Bisa?

Pada 2030, Hari Raya Idul Fitri akan terjadi 2 kali dalam setahun. Begini penjelasannya.

Baca Selengkapnya

Kapolres Metro Depok Diganjar Presisi Award 2023 Atas Program Subuh Keliling dan Jumat Curhat

12 April 2023

Kapolres Metro Depok Diganjar Presisi Award 2023 Atas Program Subuh Keliling dan Jumat Curhat

Kapolres Metro Depok Komisaris Besar Polisi Ahmad Fuady meraih Presisi Award 2023 dari Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (LEMKAPI).

Baca Selengkapnya

Laboratorium LAPAN di Pasuruan Ditutup, Kepala BRIN: Kecil Banget

10 Februari 2023

Laboratorium LAPAN di Pasuruan Ditutup, Kepala BRIN: Kecil Banget

Kepala BRIN juga menilai alat yang ada hanya teropong kecil dan balon.

Baca Selengkapnya

BRIN Tutup Balai Pengamatan di Pasuruan, Astronom Amatir Sedih

9 Februari 2023

BRIN Tutup Balai Pengamatan di Pasuruan, Astronom Amatir Sedih

Astronom amatir mengenang Balai Pengamatan Antariksa dan Atmosfer di Watukosek, Pasuruan, Jawa Timur. BRIN telah meninggalkannya mulai awal bulan ini.

Baca Selengkapnya

Era BRIN: Fasilitas Riset Ini Berpamitan Setelah Beroperasi 35 Tahun

2 Februari 2023

Era BRIN: Fasilitas Riset Ini Berpamitan Setelah Beroperasi 35 Tahun

BRIN Pasuruan, Jawa Timur, mengucap salam perpisahan pada 31 Januari 2023. Puluhan orang terdampak, harus memilih penempatan unit baru.

Baca Selengkapnya

Seabad Usia Observatorium Bosscha, Waktunya Astronom Pindah ke Timau?

30 Januari 2023

Seabad Usia Observatorium Bosscha, Waktunya Astronom Pindah ke Timau?

Observatorium Bosscha genap berusia 100 tahun. Astronom BRIN cerita polusi cahaya parah dari Kota Bandung.

Baca Selengkapnya

ITS Kembangkan Uji Roket Buatan Indonesia R-Han 450

4 Januari 2023

ITS Kembangkan Uji Roket Buatan Indonesia R-Han 450

ITS turut serta dalam pengembangan serta uji statis roket buatan anak bangsa yang bernama R-Han 450.

Baca Selengkapnya

Satelit Universitas Surya Sampai di ISS, Pertama dari Kampus di Indonesia

29 November 2022

Satelit Universitas Surya Sampai di ISS, Pertama dari Kampus di Indonesia

Satelit kini menunggu dilepas ke orbit rendah Bumi oleh astronot di ISS.

Baca Selengkapnya