Ilmuwan Australia Peringatkan Badai Pemicu Kepunahan Massal Baru

Rabu, 4 September 2019 08:32 WIB

Dinosaurus T-Rex. telegraph.co.uk

TEMPO.CO, Jakarta - Terakhir kali bencana alam memusnahkan spesies terjadi 66 juta tahun lalu, ketika sebuah tumbukan asteroid mengakhiri era dinosaurus. Berdasarkan penelitian, bencana kepunahan massal sebesar itu bukan pertama, melainkan yang kelima.

Ilmuwan Rolf Schmidt dari Invertebrata Palaeontology Museum di Melbourne, Australia memprediksi bahwa gelombang kematian baru bisa terjadi. Dalam wawancaranya untuk "The Next Extinction Event" dari Amazon Prime, Schmidt mengingatkan, perubahan iklim dapat berkontribusi pada perubahan lingkungan dan mengakibatkan punahnya beberapa spesies.

"Dalam beberapa kasus seperti selama kepunahan Ordovician, pembentukan gunung-gunung besar, ketika yang lain terkikis, secara efektif mengeluarkan karbon dioksida dari atmosfer yang menyebabkan level-levelnya turun. Inilah yang mungkin terjadi, menyebabkan zaman es," ujar Schmidt, dikutip sputniknews, Senin, 2 September 2019.

Dia menunjuk hubungan antara tingkat karbon dioksida di atmosfer dan iklim tidak selalu merupakan faktor yang memicu perubahan. Menurutnya lonjakan karbon dioksida (CO2) mungkin telah memicu pemanasan sebelumnya, sementara ketika levelnya turun bisa memicu zaman es.

Schmidt juga menyebutkan penyebab lain, termasuk perubahan orbit Bumi, pergeseran tingkat radiasi Matahari, yang menghangatkan Bumi dan memprakarsai umpan balik C02 yang menghasilkan pemanasan lebih lanjut. Ketika fluktuasi seperti itu terlalu cepat, ini bisa berakibat fatal bagi beberapa spesies.

"Perubahan iklim yang cepat sering menyebabkan spesies tidak mampu beradaptasi dengan cukup cepat. Jika lingkungan berubah terlalu cepat untuk spesies khusus, mereka mati," kata Schmidt, dikutip oleh The Daily Express.

Menguraikan perspektif suram untuk Bumi, Schmidt menjelaskan bahwa ada penanda jelas kepunahan massal jika semuanya bergerak lebih cepat. Dan laju perubahan saat ini dengan deforestasi, bentangan kota, fragmentasi habitat; yang menghentikan adaptasi spesies, menjadi kekhawatiran masa depan.

"Ada pemikiran, bahwa saat ini perubahannya melebihi kecepatan di mana spesies dapat beradaptasi," tutur Schmidt. "Ini tidak seperti kepunahan massal lainnya, lebih merupakan badai kondisi yang sempurna, bukan hanya satu seperti perubahan iklim atau asteroid, tapi sejumlah hal yang kita miliki saat ini."

SPUTNIK NEWS | THE DAILY EXPRESS

Berita terkait

Cegah Krisis Iklim, Muhammadiyah Luncurkan Program 1000 Cahaya

32 menit lalu

Cegah Krisis Iklim, Muhammadiyah Luncurkan Program 1000 Cahaya

Program ini berupaya membangun 'Green Movement' dengan memperbanyak amal usaha Muhammadiyah untuk mulai memilah dan memilih sumber energi bersih di masing-masing bidang usaha.

Baca Selengkapnya

Suhu Panas, BMKG: Suhu Udara Bulan Maret 2024 Hampir 1 Derajat di Atas Rata-rata

3 hari lalu

Suhu Panas, BMKG: Suhu Udara Bulan Maret 2024 Hampir 1 Derajat di Atas Rata-rata

Suhu panas yang dirasakan belakangan ini menegaskan tren kenaikan suhu udara yang telah terjadi di Indonesia. Begini data dari BMKG

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

4 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

Inisiatif ini akan membantu sistem kesehatan Indonesia untuk menjadi lebih tangguh terhadap dampak perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Kerusakan Alat Pemantau Gunung Ruang, BRIN Teliti Karakter Iklim, serta Kendala Tes UTBK Mengisi Top 3 Tekno

5 hari lalu

Kerusakan Alat Pemantau Gunung Ruang, BRIN Teliti Karakter Iklim, serta Kendala Tes UTBK Mengisi Top 3 Tekno

Artikel soal kerusakan alat pemantau erupsi Gunung Ruang menjadi yang terpopuler dalam Top 3 Tekno hari ini.

Baca Selengkapnya

Pusat Riset Iklim BRIN Fokus Teliti Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pembangunan

6 hari lalu

Pusat Riset Iklim BRIN Fokus Teliti Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pembangunan

Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN fokus pada perubahan iklim yang mempengaruhi sektor pembangunan.

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

7 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

Kemenkes, UNDP dan WHO kolaborasi proyek perkuat layanan kesehatan yang siap hadapi perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Amerika Perkuat Infrastruktur Transportasinya dari Dampak Cuaca Ekstrem, Kucurkan Hibah 13 T

14 hari lalu

Amerika Perkuat Infrastruktur Transportasinya dari Dampak Cuaca Ekstrem, Kucurkan Hibah 13 T

Hibah untuk lebih kuat bertahan dari cuaca ekstrem ini disebar untuk 80 proyek di AS. Nilainya setara separuh belanja APBN 2023 untuk proyek IKN.

Baca Selengkapnya

Diskusi di Jakarta, Bos NOAA Sebut Energi Perubahan Iklim dari Lautan

18 hari lalu

Diskusi di Jakarta, Bos NOAA Sebut Energi Perubahan Iklim dari Lautan

Konektivitas laut dan atmosfer berperan pada perubahan iklim yang terjadi di dunia saat ini. Badai dan siklon yang lebih dahsyat adalah perwujudannya.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

18 hari lalu

Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

Peningkatan intensitas hujan di Dubai terkesan tidak wajar dan sangat melebihi dari prediksi awal.

Baca Selengkapnya

5 Hal Banjir Dubai, Operasional Bandara Terganggu hingga Lumpuhnya Pusat Perbelanjaan

18 hari lalu

5 Hal Banjir Dubai, Operasional Bandara Terganggu hingga Lumpuhnya Pusat Perbelanjaan

Dubai kebanjiran setelah hujan lebat melanda Uni Emirat Arab

Baca Selengkapnya