Ini Penyebab Puting Beliung dan Siang Lebih Panas di Musim Hujan

Rabu, 20 November 2019 05:52 WIB

Badan Meteorologi dan Geofisika mengungkapkan saat penerbangan pesawat AirAsia QZ8501, terdapat awan Cumulonimbus di sekitar wilayah Bangka Belitung dan Kalimantan. "awan Cumulonimbus merupakan musuh bersama dunia penerbangan" menurut Direktur Utama AirNav Bambang Tjahjono di kantor Otoritas Bandara Soekarno-Hatta, 29 Desember 2014. Wild Horizons/UIG via Getty Images.

TEMPO.CO, Bandung - Peneliti BMKG Bandung, Yan Firdaus Permadhi mengatakan, penyebab angin puting beliung di musim hujan berbeda dengan saat musim kemarau. “Pada musim penghujan penyebabnya bukan karena panas terik mengenai wilayah terbuka, tapi karena pertumbuhan awan cumulonimbus atau awan konvektif,” kata dia di Bandung, Selasa, 19 November 2019.

Yan mengatakan, angin kencang di musim kemarau terjadi karena panas matahari di wilayah yang relatif terbuka. “Pada musim kemarau, angin kencang disebabkan pusat tekanan rendah lokal di suatu tempat, terjadi di areal terbuka. Penyebabnya ada wilayah terbuka terkena panas cukup tinggi dan terjadi angin puting beliung,” kata dia.

Sementara di musim penghujan, berbeda. Angin puting beliung terjadi karena faktor pertumbuhan awan cumulonimbus. “Pertumbuhan awan cumulonimbus atau awan konvektif yang cukup tebal pada saat sebelum atau terjadi hujan, akan menghasilkan angin downburst. Angin seruak yang tiba-tiba keluar dari atas ke bawah. Itu yang menyebabkan angin kencang di beberapa daerah,” kata Yan.

Yan mengatakan, potensi terjadinya angin puting beliung makin besar saat pertumbuhan awan cumulonimbus makin banyak. “Semakin banyak awan tumbuh, semakin tinggi juga potensi terjadinya angin kencang di daerah tersebut,” kata dia.

Menurut Yan, fenomena ini berhubungan dengan temperatur udara yang lebih terasa panas siang hari di musim penghujan. Sementara di musim kemarau, sebaliknya, temperatur udara menjadi relatif lebih dingin dari biasanya.

Advertising
Advertising

Di musim kemarau tahun ini misalnya, temperatur udara dini hari di Bandung tercatat paling rendah menembus 14 derajat Celcius. Yan mengatakan, kendati relatif dingin, tapi suhu terendah itu belum memecahkan rekor di Bandung. “Rekor terendah 11 derajat Celcius,” kata dia.

Yan juga mengatakan, saat mulai masuk musim hujan, temperatur siang hari relatif lebih panas karena dipengaruhi pertumbuhan awan. Saat awan yang tumbuh tidak menjadi hujan, temperatur udara menjadi relatif lebih panas. “Awan menyimpan kalor laten yang dilanjutkan ke permukaan bumi. Ketika tidak terjadi hujan, awan itu akan memberikan panas yang dia serap sebelumnya,” kata dia.

Yan mengatakan, udara siang hari saat musim hujan tidak hanya relatif lebih panas, tapi juga lembap. Udara lembap itu dipengaruhi oleh keberadaan awan tersebut. “Dengan kelembaban tinggi yang dimiliki awan itu maka panas ditambah lembap itu kita rasakan udara lebih panas dan lembap,” kata dia.

Berita terkait

Fakta-fakta Hawa Panas di Indonesia Menurut BMKG

3 jam lalu

Fakta-fakta Hawa Panas di Indonesia Menurut BMKG

Menurut Deputi Meteorologi BMKG, Guswanto, fenomena hawa panas memiliki karakteristik yang berbeda dan tak memenuhi kriteria sebagai gelombang panas.

Baca Selengkapnya

BMKG Jelaskan Heatwave di Asia dan Suhu Panas Maksimum di Sumatera Utara

5 jam lalu

BMKG Jelaskan Heatwave di Asia dan Suhu Panas Maksimum di Sumatera Utara

Fenomena gelombang panas (heatwave) seperti yang baru saja membekap wilayah luas di daratan Asia terjadi karena terperangkapnya udara panas

Baca Selengkapnya

BMKG: Potensi Gelombang Tinggi Hingga 2,5 Meter di Sejumlah Perairan Indonesia

6 jam lalu

BMKG: Potensi Gelombang Tinggi Hingga 2,5 Meter di Sejumlah Perairan Indonesia

Masyarakat yang tinggal dan beraktivitas di pesisir sekitar area yang berpeluang terjadi gelombang tinggi agar tetap selalu waspada.

Baca Selengkapnya

Peringatan Dini BMKG: Sejumlah Provinsi Berpotensi Hujan Lebat Disertai Petir

12 jam lalu

Peringatan Dini BMKG: Sejumlah Provinsi Berpotensi Hujan Lebat Disertai Petir

Potensi hujan signifikan terjadi karena kontribusi dari aktivitas Madden Julian Oscillation (MJO), Gelombang Kelvin dan Rossby Equatorial.

Baca Selengkapnya

Di Daratan Asia Gelombang Panas, BMKG: Indonesia Suhu Panas Biasa

20 jam lalu

Di Daratan Asia Gelombang Panas, BMKG: Indonesia Suhu Panas Biasa

Suhu panas muncul belakangan ini di Indonesia, setelah sejumlah besar wilayah daratan benua Asia dilanda gelombang panas (heat wave) ekstrem.

Baca Selengkapnya

BMKG: Potensi Gelombang Tinggi Hingga 2,5 Meter di Laut Jawa dan Samudra Hindia

1 hari lalu

BMKG: Potensi Gelombang Tinggi Hingga 2,5 Meter di Laut Jawa dan Samudra Hindia

Potensi gelombang tinggi di beberapa wilayah Indonesia dapat berisiko terhadap keselamatan pelayaran.

Baca Selengkapnya

Dasarian Pertama Mei, Hujan Diprediksi Berkurang di Separuh Wilayah Jawa Barat

1 hari lalu

Dasarian Pertama Mei, Hujan Diprediksi Berkurang di Separuh Wilayah Jawa Barat

Stasiun Klimatologi BMKG Jawa Barat memprakirakan 52,1 persen wilayah berkategori hujan rendah.

Baca Selengkapnya

4 Kali Gempa Menggoyang Garut dari Berbagai Sumber, Ini Data BMKG

1 hari lalu

4 Kali Gempa Menggoyang Garut dari Berbagai Sumber, Ini Data BMKG

Garut dan sebagian wilayah di Jawa Barat kembali digoyang gempa pada Rabu malam, 1 Mei 2024. Buat Garut ini yang keempat kalinya sejak Sabtu lalu.

Baca Selengkapnya

BPBD Kabupaten Bandung Telusuri Informasi Kerusakan Akibat Gempa Bumi M4,2 dari Sesar Garsela

2 hari lalu

BPBD Kabupaten Bandung Telusuri Informasi Kerusakan Akibat Gempa Bumi M4,2 dari Sesar Garsela

Gempa bumi M4,2 mengguncang Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut. BPBD Kabupaten Bandung mengecek informasi kerusakan akibat gempa.

Baca Selengkapnya

Gempa Magnitudo 4,2 di Kabupaten Bandung Diikuti Dua Lindu Susulan

2 hari lalu

Gempa Magnitudo 4,2 di Kabupaten Bandung Diikuti Dua Lindu Susulan

BMKG melaporkan gempa berkekuatan M4,2 di Kabupaten Bandung. Ditengarai akibat aktivitas Sesar Garut Selatan. Tidak ada laporan kerusakan.

Baca Selengkapnya