TEMPO.CO, Jakarta - Fenomena gelombang panas (heatwave) seperti yang baru saja membekap wilayah luas di daratan Asia terjadi karena terperangkapnya udara, tepatnya udara panas. Dalam fenomena ini, pergerakan normal massa udara dari tekanan tinggi ke tekanan rendah tidak terjadi.
"Dia terperangkap karena ada anomali dinamika atmosfer," kata Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, saat dihubungi, Jumat 3 Mei 2024.
Menurut Andri, fenomena heatwave lazim terjadi di daerah lintang menengah atau tinggi yang kerap terbentuk pusat tekanan tinggi. Waktunya menjelang atau di awal musim panas. Adapun faktor penyebabnya bisa kompleks, antara lain adanya Gelombang Rossby di ekuator.
Massa udara panas yang terperangkap itu berkembang menjadi fenomena gelombang panas apabila suhu harian maksimum di daerah tersebut mencapai 5 derajat di atas suhu maksimum rata-rata klimatologisnya. Waktunya juga bertahan harian bahkan minggu.
Andri memastikan, gelombang panas yang terjadi di daratan Asia, dari India sampai Filipina dan Jepang, itu tak berdampak langsung untuk wilayah Indonesia. Dia menegaskannya meski sebagian masyarakat di Tanah Air juga merasakan suhu panas beberapa hari terakhir.
Suhu maksimum harian di Sumatera Utara bahkan sempat mendaki sampai 37,3 derajat Celsius pada Ahad lalu--menjadi yang tertinggi di Indonesia. Namun, Andri menegaskan, itu suhu panas biasa karena pengaruh gerak semu matahari dan minimnya tutupan awan
Andri juga membandingkan suhu maksimum rata-rata klimatologis di Indonesia yang berkisar 36-37 derajat. Disodorkannya pula data suhu maksimum harian yang bisa lebih tinggi lagi, yakni saat puncak El Nino tahun lalu yang bisa lebih dari 39 derajat.
Kesimpulannya, Andri menambahkan, "Gelombang panas sulit terjadi di Indonesia, atau sampai saat ini tidak terjadi."
Meski begitu diingatkannya kalau suhu panas di daerah-daerah di Tanah Air masih mungkin meningkat sampai Juni-Juli nanti. "Bukan efek dari heatwave, tidak ada kaitannya secara langsung, tapi harus diantisipasi."
Pilihan Editor: Hari Pendidikan Nasional, Mahasiswa UGM Tuntut Transparansi UKT