Paspor Imunitas dan Sertifikat Antirisiko COVID-19, Ini Kata WHO

Reporter

Terjemahan

Minggu, 26 April 2020 14:11 WIB

Ilustrasi kerumunan. ANTARA

TEMPO.CO, Jakarta - WHO menerbitkan pedoman tentang penyesuaian kesehatan masyarakat dan ukuran sosial terhadap fase berikutnya dari respons tubuh terhadap virus corona COVID-19. WHO membuat pedoman itu karena munculnya tren pemahaman bahwa hasil tes antibodi positif ataupun mereka yang sudah dinyatakan sembuh dari infeksi bisa digunakan sebagai 'paspor' untuk bepergian dan 'sertifikat antirisiko' untuk bisa meninggalkan protokol diam di rumah saja.

“Belum ada bukti kalau seseorang yang telah pulih dari COVID-19 dan memiliki antibodi bisa terlindungi dari re-infeksi,” kata WHO dalam scientific brief tertanggal 24 April 2020 dan dimuat dalam laman resmi organisasi itu.

WHO menuturkan bahwa pengembangan kekebalan tubuh terhadap patogen lewat infeksi alami adalah sebuah proses kompleks yang umumnya butuh waktu 1-2 minggu. Tubuh segera merespons infeksi suatu virus dengan respons alami yang tidak spesifik di mana sel-sel makrofag, neutrophi, dan dendritik melambatkan kerja dan bahkan mencegahnya menimbulkan gejala.

Respons yang tidak spesifik itu diikuti respons adaptif di mana tubuh menciptakan antibodi yang spesifik terikat ke virus itu. Antibodi ini adalah protein yang disebut immunoglobulin. Tubuh juga membuat sel-T yang mengenali dan akan mengenyahkan sel lain yang terinfeksi virus itu.

Kombinasi respons adaptif ini bisa membersihkan virus dari tubuh, dan jika respons itu cukup kuat, bisa pula mencegah berkembangnya sakit parah atau re-infeksi oleh virus yang sama. Semua proses itu sering diukur melalui kehadiran antibodi dalam darah.

Advertising
Advertising

WHO hingga kini masih terus menguji bukti respons antibodi terhadap infeksi virus corona COVID-19. Kebanyakan dari studi yang ada menunjukkan orang yang sudah dinyatakan sembuh dari infeksi virus itu memang telah memiliki antibodi dalam tubuhnya. Namun begitu, beberapa dari orang-orang yang sudah sembuh itu memilikinya dengan kadar yang rendah dalam darahnya, membimbing kepada dugaan kalau imunitas sel masih tergolong rentan.

<!--more-->

“Hingga 24 April ini, tidak ada studi yang telah mengevaluasi apakah kehadiran antibodi terhadap SARS-CoV-2 (virus corona penyebab COVID-19) benar-benar bisa menghadirkan imunitas untuk infeksi berulang virus yang sama,” tulis WHO.

Tes-tes di laboratorium yang mendeteksi antibodi dalam darah, termasuk rapid immunodiagnostic tests, disebut WHO masih memerlukan validasi lebih jauh untuk memastikan tingkat akurasi dan kepercayaannya.Tes yang tidak akurat akan berujung kategorisasi palsu dalam dua hal.

Pertama, mereka mungkin keliru melabelkan orang-orang yang terinfeksi menjadi negatif. Kedua, orang yang tidak terinfeksi malah dilabelkan positif COVID-19. Kedua eror memiliki konsekuensi serius dan akan berdampak ke upaya pengendalian penyebaran penyakit yang kini telah menjadi pandemi tersebut.

Tes-tes itu juga butuh secara akurat membedakan antara infeksi SARS-CoV-2 dengan yang disebabkan enam jenis virus corona lainnya. Empat di antaranya menyebabkan flu biasa dan sudah menular luas. Dua sisanya menyebabkan wabah Middle East Respiratory Syndrome dan Severe Acute Respiratory Syndrome. “Orang-orang yang terinfeksi oleh satu dari enam virus itu mungkin memproduksi antibodi yang bereaksi silang dengan antibodi yang dihasilkan tubuh dalam merespons SARS-CoV-2.”

Banyak negara di dunia menjalankan tes antibodi di masyarakatnya atau di kelompok-kelompok populasi tertentu seperti pekerja kesehatan, mereka yang pernah kontak dengan pasien, atau dalam keluarga-keluarga. WHO mendukung tes-tes itu dilakukan karena mereka penting untuk bisa memahami penularan infeksi.

Tes-tes itu juga bisa menyediakan data persentase orang-orang yang terdeteksi memiliki antibodi COVID-19, “Tapi tidak didesain untuk menetukan apakah orang-orang itu sudah kebal untuk infeksi berulang.”

Pada titik pandemi saat ini, WHO menyatakan, belum cukup bukti menjadikan keberadaan antibodi itu sebagai 'paspor' atau 'sertifikat antirisiko' orang-orang untuk bisa mengabaikan. Penggunaan sertifikat semacam itu dikhawatirkan akan meningkatkan risiko penularan yang semakin luas.

Berita terkait

Kunci Cegah Flu Singapura, Kebersihan dan Imunitas Tubuh

7 jam lalu

Kunci Cegah Flu Singapura, Kebersihan dan Imunitas Tubuh

Pakar kesehatan kebersihan dan kekuatan imunitas tubuh dapat mencegah tertular flu Singapura. Ini yang perlu dilakukan.

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

21 jam lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

1 hari lalu

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Baca Selengkapnya

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

2 hari lalu

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

Perum Peruri mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri hingga tiga kali lipat usai pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

5 hari lalu

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

Fungsi utama antibodi itu untuk mencegah infeksi virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan pandemi Covid-19 pada 2020.

Baca Selengkapnya

Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

9 hari lalu

Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

MURI nobatkan Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran UI, Prof Tjandra Yoga Aditama sebagai penulis artikel tentang Covid-19 terbanyak di media massa

Baca Selengkapnya

KPK Tuntut Bekas Bupati Muna Hukuman 3,5 Tahun Penjara dalam Korupsi Dana PEN

9 hari lalu

KPK Tuntut Bekas Bupati Muna Hukuman 3,5 Tahun Penjara dalam Korupsi Dana PEN

"Terbukti secara sah dan meyakinkan," kata jaksa KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat saat membacakan surat tuntutan pada Kamis, 18 April 2024.

Baca Selengkapnya

Pesan PB IDI agar Masyarakat Tetap Sehat saat Liburan dan Mudik di Musim Pancaroba

15 hari lalu

Pesan PB IDI agar Masyarakat Tetap Sehat saat Liburan dan Mudik di Musim Pancaroba

Selain musim libur panjang Idul Fitri, April juga tengah musim pancaroba dan dapat menjadi ancaman bagi kesehatan. Berikut pesan PB IDI.

Baca Selengkapnya

WHO: Kardiovaskular dan Pembuluh Darah Jadi Penyebab Kematian Utama Secara Global

15 hari lalu

WHO: Kardiovaskular dan Pembuluh Darah Jadi Penyebab Kematian Utama Secara Global

Kenali ragam penyakit kardiovaskular yang menjadi penyebab utama kematian secara global.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Menhub Budi Karya Usulkan WFH di Selasa dan Rabu, Sri Mulyani Sebut Idul Fitri Tahun Ini Sangat Istimewa

16 hari lalu

Terpopuler: Menhub Budi Karya Usulkan WFH di Selasa dan Rabu, Sri Mulyani Sebut Idul Fitri Tahun Ini Sangat Istimewa

Menhub Budi Karya Sumadi mengusulkan work from home atau WFH untuk mengantisipasi kepadatan lalu lintas saat puncak arus balik Lebaran.

Baca Selengkapnya