Ini Alasan Ada Misi Selamatkan Bumi dari Asteroid
Reporter
Terjemahan
Editor
Zacharias Wuragil
Senin, 4 Mei 2020 22:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Asteroid 1998 OR2 baru saja melintas dekat Bumi pada 29 April 2020. Berdiameter lebih dari satu mil, asteorid besar ini cukup untuk meninggalkan kawah selebar enam mil dan membuat gelap dunia dengan debu yang dihasilkan apabila sampai menumbuk Bumi.
Beruntung pada 29 April lalu asteroid itu tak menabrak Bumi, sekalipun jaraknya saat melintas sudah menjadikannya tergolong 'potensi membahayakan'. “Dia benar-benar asteroid yang sangat besar,” kata Amy Mainzer, peneliti asteroid dan pertahanan planet di University of Arizona, “Ini lebih kecil daripada yang diperkirakan telah menyebabkan kepunahan dinosaurus, tapi ini pun sudah sangat mampu menyebabkan bencana.”
Asteroid melintas dekat Bumi bukan hal yang baru. Belasan asteroid yang cukup untuk meremukkan sebuah kota di Bumi melintas pada jarak kurang dari lima juta mil dari Bumi setiap tahunnya. Bahkan, rata-rata, satu atau dua batuan antariksa yang cukup besar untuk membuat bencana skala benua melintas setiap tahunnya.
Jarak itu diperhitungkan berdasarkan seberapa jauh garis edar atau orbit bisa berubah sejalan dengan waktu. “Dan sedikit margin ditambahkan kepadanya tentu saja,” kata Johnson.
Saat ini juga telah diperhitungkan kalau tujuh tahun lagi sebuah asteroid besar lainnya, 1990 MU, memberi situasi serupa 1998 OR2. Asteroid berdiameter sekitar tiga kilometer itu akan melintasi Bumi pada jarak kurang dari lima juta mil.
“Kita tentu tidak ingin ditabrak benda yang sebesar itu,” kata Johnson. “Tugas paling penting kita adalah menemukan mereka dan mendapatkan katalog yang lebih lengkap sehingga kita nantinya tidak terkejut-kejut.”
<!--more-->
Faktanya, batuan yang lebih kecil dari diameter 500 kaki pun bisa sangat berhaya jika sampai menabrak Bumi. Kekuatan ledakan meteor di langit setara bom nuklir. Ini seperti yang pernah terjadi di langit Chelyabinsk, Rusia, 2013.
Hanya berukuran 66 kaki, bola api dari ledakan meteor itu menyebabkan gelombang kejut di kota itu, memecahkan kaca-kaca dan melukai 1500 orang. “Tidak seorang pun melihat kedatangannya (meteor),” kata Lindley Johnson dari bagian Planetary Defence di NASA.
Mengantisipasi tabrakan yang mungkin terjadi di masa depan, NASA mempersiapkan sebuah misi menguji sistem penyelamatan Bumi. Caranya, meluncurkan sebuah wahana atau pesawat antariksa yang kemudian menabrakkan diri ke asteroid. Harapannya, arah orbit si asteroid bisa terpengaruh hingga menjauhi Bumi.
Misi yang akan dieksekusi tahun depan bekerja sama dengan SpaceX dan Badan Antariksa Eropa itu disebut Double Asteroid Redirection Test (DART). Targetnya adalah sepasang asteroid, Didymos (diameter 780 meter) dan yang lebih kecil disebut Didymoon (160 meter). Tapi yang diincar untuk dibelokkan adalah Didymoon.
Berkecepatan 6,6 kilometer per detik, kekuatan tabrakan oleh wahana DART diperhitungkan akan mengurangi kecepatan Didymoon dalam mengorbit Didymos sebesar satu persen. Itu berati mengganggu periode orbit sekitar tujuh menit—yang dianggap cukup untuk diamati dan dipelajari menggunakan teropong-teropong teleskop dari Bumi.
Lindley Johnson dari bagian Planetary Defence di NASA mengunkapkan kalau saat ini telah dipetakan 2.078 asteroid seperti 1998 OR2 alias berpotensi membahayakan. Mereka adalah yang memiliki diameter lebih dari 140 meter dan melintas pada jarak kurang dari lima juta mil dari Bumi.
NASA | MIRROR | NATIONAL GEOGRAPHY