PDIB: Imbas Pelonggaran PSBB Terjadi Herd Immunity

Reporter

Antara

Editor

Erwin Prima

Senin, 18 Mei 2020 08:40 WIB

Ketua Umum Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu (PDIB) dr James Allan Rarung (dua dari kiri) saat berbicara pada sebuah konferensi pers. (FOTO ANTARA/HO-dok)

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu (PDIB) dr James Allan Rarung mengatakan pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akan bermanifestasi terjadinya herd immunity (kekebalan kelompok) di tengah masyarakat saat pandemi Covid-19.

Pelonggaran PSBB itu terkait pemerintah mengizinkan warga berusia 45 tahun ke bawah untuk kembali bekerja.

"Tentu saja efek samping dari herd immunity adalah bagi individu dalam populasi tersebut lemah, maka akan sakit dan bahkan meninggal," katanya kepada ANTARA di Jakarta, Minggu, 17 Mei 2020.

Ia menjelaskan herd immunity adalah suatu aktivitas yang menyebabkan munculnya kekebalan terhadap suatu infeksi penyakit menular atau virus di antara individu dalam suatu populasi manusia atau masyarakat.

"Herd Immunity secara umum adalah membiarkan suatu populasi penduduk untuk terpapar virus sehingga terbentuk antibodi," katanya.

Advertising
Advertising

Diharapkan dengan dibiarkannya populasi tersebut beraktivitas seperti biasa atau tidak diisolasi di tengah adanya wabah, kata dia, maka pada ambang batas tertentu akan muncul kekebalan pada populasi tersebut terhadap wabah yang sedang berlangsung.

Menurut dia diharapkan dengan meningkatnya kekebalan tersebut di tengah masyarakat, maka akan menyebabkan turunnya tingkat infeksi atau berkurangnya penyebaran wabah tersebut sehingga akan melindungi populasi dari infeksi baru.

Untuk mencapai hal ini, maka persentase terbentuknya kekebalan pada populasi tersebut kurang lebih 70 persen. Adapun kurang lebih 30 persen akan rentan atau menjadi efek samping yang berpeluang untuk menderita sakit yang bergejala.

Ia mengatakan pelonggaran PSBB bagi pekerja berusia 45 tahun ke bawah memang sangat berisiko tinggi terpapar infeksi Covid-19. Dia menyakini hal itu juga diperhitungkan oleh pemerintah.

Oleh karena itu, apabila keputusan pelonggaran PSBB itu akan dijalankan, maka harus dibuat jaring pengaman yang ketat dalam bentuk aturan lanjutan.

Aturan tersebut antara lain para pekerja usia 45 tahun ke bawah itu harus dalam kondisi yang sehat, dan kesehatannya terus dimonitor.

Selain itu, kata dia, di tempat kerja harus ada sistem penanganan apabila ternyata pekerja berusia 45 tahun ke bawah ada yang bergejala sakit dan tercurigai terinfeksi Covid-19 saat bekerja.

"Harus terus dimonitor dengan pemeriksaan 'rapid test' dan dilanjutkan dengan 'swab' untuk polymerase chain reaction (PCR) apabila positif," katanya.

Setelah pulang kerja dan berada di rumah, kata dia, protokol kesehatan terkait pencegahan Covid-19 wajib dijalankan dengan ketat, yakni menghindari kontak langsung dengan anggota keluarga atau yang tinggal serumah di mana kondisi mereka rentan terinfeksi, terutama yang menderita sakit kronis dan komorbid serta anak kecil yang sakit dan daya tahan tubuhnya menurun.

Ia menegaskan aturan lanjutan dan protokol ketat itu sangat penting dilakukan karena jelas pelonggaran PSBB untuk pekerja usia 45 tahun ke bawah akan meningkatkan risiko orang tanpa gejala meskipun sudah terinfeksi, di mana mereka akan menjadi carrier atau agen pembawa yang dapat menularkan kepada orang yang sakit dan atau memiliki komorbid.

"Jadi apabila tidak terelakkan keputusan ini dijalankan oleh pemerintah, maka protokol kesehatan terkait penanganan Covid-19 ini tetap terus dijalankan dengan ketat dan mau tidak mau harus diperbanyak skrining yang dilakukan sekaligus perbanyak pemeriksaan definitif yakni tes swab untuk PCR," katanya.

James mengatakan biaya untuk skrining dan tes swab itu jangan ditanggungkan kepada masyarakat sehingga tidak menambah masalah baru bagi masyarakat berupa beban biaya untuk membayar pemeriksaan tersebut. "Pemerintah harus menyediakan dan menjamin hal ini berjalan secara kontinyu," katanya.

Dia menyarankan pemerintah harus melengkapi dan menambah sarana prasarana pelayanan kesehatan, baik puskesmas, klinik dan rumah sakit untuk mengantisipasi melonjaknya pasien positif Covid-19 yang secara prediksi akan meningkat pada fase awal kebijakan itu dijalankan.

Jadi, kata dia, aktivitas sosial masyarakat harus bertahap dikembalikan seperti sediakala dan tentunya protokol hidup sehat untuk mencegah semua penyakit menular, termasuk infeksi Covid-19 harus dijadikan pola keseharian dalam hidup.

Di samping itu, pemerintah dan semua pihak terkait diharapkan secara konsisten dan terus-menerus melakukan peningkatan sistem pelayanan dan sarana penunjang pelayanan kesehatan sehingga semakin tangguh menangani Covid-19 dan penyakit-penyakit lainnya, demikian James Allan Rarung.

ANTARA

Berita terkait

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

5 hari lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

6 hari lalu

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Baca Selengkapnya

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

6 hari lalu

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

Perum Peruri mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri hingga tiga kali lipat usai pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

10 hari lalu

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

Fungsi utama antibodi itu untuk mencegah infeksi virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan pandemi Covid-19 pada 2020.

Baca Selengkapnya

Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

13 hari lalu

Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

MURI nobatkan Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran UI, Prof Tjandra Yoga Aditama sebagai penulis artikel tentang Covid-19 terbanyak di media massa

Baca Selengkapnya

KPK Tuntut Bekas Bupati Muna Hukuman 3,5 Tahun Penjara dalam Korupsi Dana PEN

13 hari lalu

KPK Tuntut Bekas Bupati Muna Hukuman 3,5 Tahun Penjara dalam Korupsi Dana PEN

"Terbukti secara sah dan meyakinkan," kata jaksa KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat saat membacakan surat tuntutan pada Kamis, 18 April 2024.

Baca Selengkapnya

Pesan PB IDI agar Masyarakat Tetap Sehat saat Liburan dan Mudik di Musim Pancaroba

20 hari lalu

Pesan PB IDI agar Masyarakat Tetap Sehat saat Liburan dan Mudik di Musim Pancaroba

Selain musim libur panjang Idul Fitri, April juga tengah musim pancaroba dan dapat menjadi ancaman bagi kesehatan. Berikut pesan PB IDI.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Menhub Budi Karya Usulkan WFH di Selasa dan Rabu, Sri Mulyani Sebut Idul Fitri Tahun Ini Sangat Istimewa

21 hari lalu

Terpopuler: Menhub Budi Karya Usulkan WFH di Selasa dan Rabu, Sri Mulyani Sebut Idul Fitri Tahun Ini Sangat Istimewa

Menhub Budi Karya Sumadi mengusulkan work from home atau WFH untuk mengantisipasi kepadatan lalu lintas saat puncak arus balik Lebaran.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: H-4 Lebaran Penumpang di 20 Bandara AP II Melonjak 15 Persen, Kronologi Indofarma Terpukul Melandainya Covid-19

24 hari lalu

Terpopuler: H-4 Lebaran Penumpang di 20 Bandara AP II Melonjak 15 Persen, Kronologi Indofarma Terpukul Melandainya Covid-19

AP II mencatat jumlah penumpang pesawat angkutan Lebaran 2024 di 20 bandara yang dikelola perusahaan meningkat sekitar 15 persen.

Baca Selengkapnya

Kronologi Indofarma Terpukul Melandainya Covid-19, Tak Bayar Gaji sejak Januari

25 hari lalu

Kronologi Indofarma Terpukul Melandainya Covid-19, Tak Bayar Gaji sejak Januari

Indofarma ambruk karena salah perhitungan kapan pandemi COvid-19 berakhir, sehingga banyak obat sakit akibat virus corona tak terjual

Baca Selengkapnya