Produk Indonesia Antre Sertifikasi WHO, Kenali Level Baju Hazmat

Reporter

Tempo.co

Jumat, 29 Mei 2020 04:00 WIB

Petugas medis penanganan COVID-19 mengenakan APD ketika berada di ruang isolasi Rumah Sakit rujukan khusus pasien COVID-19 Martha Friska di Medan, Sumatera Utara, Kamis, 2 April 2020. Sebanyak 102 pasien dinyatakan sembuh dari virus corona hari ini. ANTARA/Septianda Perdana

TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa perusahaan Indonesia dilaporkan sedang mengajukan permohonan agar Badan Kesehatan Dunia atau WHO menguji produk alat perlindungan diri petugas medis atau yang juga dikenal sebagai baju pelindung dari material berbahaya (hazardous material, hazmat). Mereka memproduksinya dan berharap mendapatkan sertifikasi seperti yang sudah didapat PT Sritex.

Pengajuan diungkap Konsul Jenderal RI di New York lewat keterangan tertulis Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo, Kamis 28 Mei 2020. Konjen RI berharap, produk-produk lainnya juga bisa lolos dan mendapatkan sertifikat ISO 16604 Class 3 seperti yang sudah dikantongi APD Overall dari PT Sritex yang kini telah dipasarkan sebagai APD NKRI itu.

Doni menerangkan, dengan predikat lolos uji laboratorium sertifikasi ISO 16604 Class 3, produk APD PT. Sritex telah dinyatakan memiliki ketahanan terhadap penetrasi bacteriophage dengan ukuran yang sangat kecil. "Tingkat kualitasnya lebih tinggi daripada tingkat kualitas sertifikasi ISO 16604 Class 2 yang merupakan syarat minimum APD berstandar internasional yang ditetapkan oleh WHO," katanya.

Presiden Direktur PT Sritex, Iwan Lukminto, mengaku memimpin langsung pengembangan produk APD atau baju hazmat class 3 agar bisa mendapatkan sertifikasi tersebut. Menurutnya, Sritex sebelumnya telah pula memproduksi APD Class 1 dan Class 2. "Sritex mampu memproduksi APD kelas 1 sampai 500 ribu buah setiap bulannya," katanya.

Menurut definisi Kementerian Dalam Negeri Amerika Serikat, baju hazmat memang terdiri dari tiga, bahkan empat, kelas atau level. Seluruhnya dibedakan berdasarkan kemampuannya melindungi pengguna dari material berbahaya seperti benda-benda maupun zat kimia, biologi dan radioaktif.

Advertising
Advertising

Perlidungan tertinggi diberikan oleh Level atau Kelas 1 yang mencegah kontaminasi pada kulit, mata, dan sistem pernapasan. Baju ini yang banyak disebut baju astronot membutuhkan: Full face Self Contained Breathing Apparatus (SCBA), sistem komunikasi radio dua arah, sepatu boot tinggi sampai di bawah lutut yang melindungi kaki dari benda baja, sarung tangan anti bahan kimia.

Baju hazmat atau APD Class 2 hanya beda untuk tingkat perlindungan kulit dan tubuh luar penggunanya yang tidak setinggi Class 1. Sedang Class 3 adalah mungkin yang paling jamak terlihat publik--serupa Class 2 tapi tidak sama tingkat perlindungannya untuk sistem pernapasan penggunanya.

Adapun APD Class 4 tidak lain baju keselamatan kerja di proyek-proyek konstruksi yang tak memberi perlindugan untuk paparan kimia.

Berita terkait

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

27 menit lalu

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

Astrazeneca pertama kalinya mengakui efek samping vaksin Covid-19 yang diproduksi perusahaan. Apa saja fakta-fakta seputar kasus ini?

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

10 jam lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

Inisiatif ini akan membantu sistem kesehatan Indonesia untuk menjadi lebih tangguh terhadap dampak perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

2 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

Kemenkes, UNDP dan WHO kolaborasi proyek perkuat layanan kesehatan yang siap hadapi perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

5 hari lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

6 hari lalu

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Baca Selengkapnya

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

6 hari lalu

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

Perum Peruri mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri hingga tiga kali lipat usai pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

10 hari lalu

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

Fungsi utama antibodi itu untuk mencegah infeksi virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan pandemi Covid-19 pada 2020.

Baca Selengkapnya

Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

13 hari lalu

Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

MURI nobatkan Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran UI, Prof Tjandra Yoga Aditama sebagai penulis artikel tentang Covid-19 terbanyak di media massa

Baca Selengkapnya

Politikus PDIP Ihsan Yunus Penuhi Pemeriksaan KPK sebagai Saksi Korupsi APD Kemenkes 2020

14 hari lalu

Politikus PDIP Ihsan Yunus Penuhi Pemeriksaan KPK sebagai Saksi Korupsi APD Kemenkes 2020

KPK memeriksa politikus PDIP Ihsan Yunus dalam kasus dugaan korupsi APD Kemenkes 2020 di Gedung Merah Putih KPK, Kamis, 18 April 2024.

Baca Selengkapnya

KPK Tuntut Bekas Bupati Muna Hukuman 3,5 Tahun Penjara dalam Korupsi Dana PEN

14 hari lalu

KPK Tuntut Bekas Bupati Muna Hukuman 3,5 Tahun Penjara dalam Korupsi Dana PEN

"Terbukti secara sah dan meyakinkan," kata jaksa KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat saat membacakan surat tuntutan pada Kamis, 18 April 2024.

Baca Selengkapnya