Kaleidoskop 2020: Misi Luar Angkasa, Meteor Tapanuli, Teleskop Ambruk

Jumat, 1 Januari 2021 00:56 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Selama tahun 2020 ada beberapa negara telah meluncurkan misi eksplorasi luar angkasa. Misi tersebut tentu ada yang gagal dan ada yang berhasil. Misalnya satelit Indonesia, Palapa-N1, gagal orbit dengan roket Cina, dan yang berhasil adalah kembalinya astronot Rusia setelah menjelajahi luar angkasa.

Selain misi luar angkasa, ada juga kabar mengenai benda asing (meteor) yang viral di Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, karena harganya yang tinggi, dan kecelakaan ambruknya teleskop raksasa di Puerto Rico.

Baca:
AS dan Rusia Bertemu, Bahas Keamanan dan Senjata Luar Angkasa

Berikut kilas balik mengenai misi dan fenomena ruang angkasa selama 2020:

1. Roket Cina Gagal Orbitkan Satelit Palapa-N1

Advertising
Advertising

Roket Cina pengangkut satelit komunikasi milik Indonesia gagal mencapai orbit dalam peluncuran Kamis malam, 9 April 2020. Ini adalah kegagalan kedua dalam waktu kurang dari satu bulan yang dialami Badan Antariksa Nasional Cina (CNSA).

Roket Long March 3B meluncur dari fasilitas peluncuran satelit di Pulau Xichang di Provinsi Sichuan pukul 7.46 waktu setempat. Roket itu membawa Satelit Palapa-N1 atau yang juga disebut Nusantara Dua, sebuah satelit komunikasi komersial untuk menyediakan layanan broadband dan broadcast di Indonesia.

Satelit itu dibangun China Great Wall Industry Corp (CGWIC) milik perusahaan patungan Indosat Ooredoo dan Pasifik Satelit Nusantara. Satelit berbobot 5.550 kilogram itu sejatinya akan, di antaranya, menggantikan peran Satelit Palapa-D yang saat ini masih mengorbit dan menambah kapasitas PSN yang mengoperasikan satelit Nusantara-1.

Peluncuran roket awalnya berjalan mulus dengan roket pertama dan kedua dari tiga tingkat roket Long March 3B yang terlihat berfungsi baik. Tapi masalah terjadi pada roket ketiga atau terakhir. Roket itu meledak dan mengirim puing-puingnya kembali ke Bumi beserta muatan satelit.

Video yang diunggah di media sosial Cina, Weibo, memperlihatkan tahapan awal peluncuran roket itu yang berjalan mulus. Namun video lain menunjukkan kejadian yang terlihat seperti kilatan di langit. Pernyataan resmi dari Pertahanan Sipil dan Pertahanan Dalam Negeri Guam menyebut bola api di langit itu sangat mungkin terkait dengan peluncuran roket milik Cina yang gagal.

Kegagalan peluncuran roket Long March 3B menjadi kegagalan yang kedua dalam waktu kurang dari sebulan. Pada 16 Maret lalu, roket Long March 7A juga gagal menempatkan satelit ke orbit dalam debut peluncuran dari fasilitas pusat peluncuran satelit Wenchang di Pulau Hainan, Cina sebelah selatan.

2. Peluncuran Perseverance ke Mars

NASA merayakan peluncuran wahana penjelajah Mars tercanggihnya, Perseverance, yang berhasil diluncurkan Kamis, 30 Juli 2020. Jadwal peluncurannya beberapa kali tertunda sejak pertengahan bulan lalu karena masalah teknis, hingga misi tersalip Uni Emirat Arab dengan satelitnya yang diberi nama Al Amal dan Cina dengan Tianwen-1.

Peluncuran Mars 2020 Perseverance milik NASA berjalan mulus sekalipun suasana sunyi yang tak biasa dilaporkan menyelimuti ruang kendali misi selama hitung mundur. Perseverance, merupakan sebuah wahana robotik dengan enam roda, menumpang roket Atlas V yang meluncur dari Cape Canaveral Air Force Station di Florida.

Sekitar 20 menit menjelang waktu peluncuran itu, gempa berkekuatan 4,5 Magnitudo mengguncang dari San Fernando di sebelah selatan California. Berada di sisi benua Amerika yang berbeda, gempa tak terkecuali menggetarkan kawasan fasilitas Jet Propulsion Laboratory NASA di Florida, lokasi peluncuran.

Namun jadwal peluncuran pukul 07.50 waktu setempat, atau 18.50 WIB, tak sampai tertunda dibuatnya. Lewat sebuah livestreaming, Administratur NASA Jim Bridenstine malah setengah berkelakar kalau pihaknya beruntung tak melakukan peluncuran dari Vandenberg Air Force Base di California, meski mungkin dan pernah melakukannya dari sana.

Sedang banyak komentar di Twitter mengatakan gempa membawa berkah karena membangunkan mereka tepat waktu untuk bisa menonton peluncuran misi Perseverance.

Seperti diketahui, tiga kali penundaan sebelumnya telah mendorong NASA akhir peluncurannya, yakni tiga minggu hingga 11 Agustus. Jika sampai tertunda lagi dan melewati batas itu, peluncuran harus menunggu sampai 26 bulan ke depan menunggu kesesuaian jarak terdekat Bumi-Mars seperti yang sedang terjadi saat ini.

Itu artinya, Bridenstine pernah mengatakan, harus ada biaya tambahan lagi sebesar $ 500 juta dari nilai proyek Mars 2020 Perseverance. Anggaran NASA untuk proyek pencarian jejak kehidupan purba di planet Mars dan membawa pulang sampelnya ke Bumi ini sudah mencapai $ 2,7 miliar atau sekitar Rp 39 triliun.

Peluncuran yang akhirnya bisa dilakukan menandai kemenangan penting bagi NASA. Bukan saja karena keberhasilan sebelumnya oleh Al Amal dan Tianwen-1, tapi juga kecemasan kalau pandemi Covid-19 bakal menunda peluncuran lebih jauh hingga terlempar dari jendela peluncuran tersebut.

Bridenstine menyebut peluncuran itu luar biasa karena tepat waktu. "Ini sekaligus hari yang luar biasa untuk NASA," katanya saat konferensi pers setelah peluncuran.

Tapi, tak lama dari pemberian keterangan itu, NASA mengkonfirmasi Perseverance tergelincir ke status protektif 'safe mode'. Sebabnya, ada bagian pesawat yang sedikit lebih dingin daripada yang diharapkan saat Mars 2020 masih berada dalam bayangan Bumi.

Masalah lain yang juga sempat muncul, tapi kemudian diklaim telah teratasi yaitu proses komunikasi yang berjalan lambat. Beberapa jam pertama setelah peluncuran, meski tim bisa menerima sinyal yang dikirim pesawat, tapi tidak bisa memprosesnya secara tepat.

Matt Wallace, Wakil Ketua Proyek Mars 2020 Perseverance, menjelaskan miskomunikasi itu disebabkan NASA yang bersandar ke sistem yang disebut Deep Space Network. Sistem ini bahkan telah aktif tak lama setelah peluncuran, ketika pesawat belum masuk antariksa terlalu dalam.

Dan, karena Deep Space Network terbuat dari antena-antena yang massif dengan receiver yang super-sensitif, sinyal dari pesawat yang begitu dekat dengan jaringan bisa berujung meledakkan sistem. "Itu seperti seseorang berteriak langsung ke telinga Anda. Para insinyur perlu melakukan penyesuaian untuk memproses secara aktual informasi yang datang dari pesawat."

3. Roscosmos Sebut Venus Sebagai Planet Rusia
<!--more-->
3. Roscosmos Sebut Venus Sebagai Planet Rusia

Kepala badan antariksa Rusia (Roscosmos) Dmitry Rogozin mengatakan Venus adalah planet Rusia dan akan mengirim misi penjelajahan ke planet itu. Rogozin mengumumkan rencana misi eksplorasi ke Venus yang diberi nama Venera-D, misi gabungan yang bekerja sama dengan Amerika Serikat.

Menurutnya, hal itu melanjutkan eksplorasi Venus yang ada dalam agenda mereka. Pertama, dirinya memiliki proyek Venera-D yang bekerja sama dengan Amerika. Juga mempertimbangkan misi sendiri ke Venus.

“Kami pikir Venus adalah planet Rusia, jadi sebaiknya tidak ditinggalkan. Proyek misi Venus masuk dalam program pemerintah kesatuan eksplorasi antariksa Rusia tahun 2021-2030," kata Rogozin dalam pameran HeliRussia-2020, dikutip dari TASS, 15 September 2020.

Direktur Ilmiah Institut Penelitian Luar Angkasa Rusia, Lev Zeleny, mengatakan pada Mei 2021 bahwa Rusia akan mengembangkan program eksplorasi Venus yang baru. Ini akan mencakup pengiriman setidaknya tiga kendaraan penelitian ke planet tersebut.

Peneliti mengatakan bahwa ekspedisi pertama dalam program ini adalah "Venera-D”. Proyek ini akan menjadi bagian dari program luar angkasa pemerintah, program komprehensif sebelumnya untuk studi Venus dilaksanakan di Uni Soviet.

Pernyataan itu muncul sehari setelah para ilmuwan mengungkapkan bahwa gas di Bumi yang disebut fosfin juga telah terdeteksi di atmosfer Venus. Planet berukuran serupa dengan Bumi itu merupakan planet tetangga terdekat Bumi, tapi berputar ke belakang dibandingkan dengan planet lain.

Dikutip CNN, sebuah studi menyebutkan penemuan fosfin di Venus membuat negara adidaya tertarik menjelajahi planet ini, selain Mars dan Bulan yang mengandung air seperti Enceladus dan Europa. Studi itu ditulis oleh profesor Universitas Cardiff Jane Greaves dan rekan-rekannya yang diterbitkan Senin di jurnal Nature Astronomy.

4. Kembalinya Astronot dari Luar Angkasa

Sebuah rekaman yang disiarkan oleh badan antariksa Rusia, Roscosmos menunjukkan astronot NASA Chris Cassidy, kosmonot Rusia Anatoly Ivanishin, dan Ivan Vagner berhasil mendarat sekitar 150 kilometer sebelah tenggara kota Zhezkazgan, Kazakhstan. Pendaratan terjadi pada Kamis, 22 Oktober 2020 pukul 02.54 GMT, setelah menjalankan misi 196 hari di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS).

Rekaman dari lokasi pendaratan menunjukkan Cassidy yang duduk di kursinya menyapa salah satu anggota kru di lokasi pemulihan dengan sikunya. Ia juga memberi hormat kepada kru lain setelah keluar dari pesawat ruang angkasa Soyuz MS-16. Selanjutnya mereka dibawa ke tenda medis sebelum menuju Moskow dan Houston, Amerika Serikat.

"Bagaimana kabarnya?" tanya Cassidy dalam bahasa Rusia sambil tersenyum.

Mereka tidak melayani wawancara dari para wartawan dan tidak disambut oleh kerabat dan teman-teman, karena situasi pandemi. Biasanya hal itu menjadi tradisi. Cassidy, Ivanishin, dan Vagner juga telah melakukan karantina pra-penerbangan secara intensif.

Misi mereka juga hampir bersamaan dengan kedatangan astronot yang lepas landas di bulan Mei dari daratan Amerika. Mereka adalah Robert Behnken dan Doug Hurley yang melakukan perjalanan ke stasiun luar angkasa pada Mei dan kembali ke Bumi di Agustus dengan pesawat SpaceX.

Misi yang dilakukan oleh perusahaan milik miliarder Elon Musk ini merupakan bagian dari Program Kru Komersial NASA, yang telah mendorong pembicaraan tentang "perlombaan luar angkasa" baru antara sejumlah negara. Namun Roscosmos Rusia, yang menikmati monopoli perjalanan ke dan dari luar angkasa sejak 2011 tetap menjadi yang tercepat.

ISS menjadi contoh kerja sama yang langka antara Moskow dan Washington, meski anggota kru baru-baru ini melaporkan masalah sistem produksi oksigen, toilet, dan oven untuk menyiapkan makanan. Tapi Roscosmos mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa, 20 Oktober bahwa masalah telah "diselesaikan sepenuhnya oleh kru."

5. Astronot Tiba di Luar Angkasa
<!--more-->
5. Astronot Tiba di Luar Angkasa

Empat astronot NASA pada Selasa, 17 November 2020, berhasil menjajal design baru sebuah pesawat luar angkasa yang dibuat perusahaan pembuat roket, SpaceX. Penerbangan luar angkasa ini adalah sebuah pencapaian karena diterbangkan oleh perusahaan swasta.

“SpaceX, inilah ketahanan. Kerja bagus. Tepat di tengah. SpaceX dan NASA, selamat. Ini adalah era baru penerbangan bagi stasiun ruang angkasa internasional dari laut Florida,” kata Michael Hopkins, Kepala Awak yang berbicara dari ruang angkasa setelah tiba di area ruang angkasa.

Beberapa menit kemudian, empat astronot itu keluar dari kapsul SpaceX Crew Dragon dan naik ke stasiun ruang angkasa. Mereka menyapa para awak yang ada di sana, yakni satu astronot dari Amerika Serikat dan dua orang lainnya dari Rusia. NASA telah bergantung pada program ruang angkasa Rusia sejak 2011 atau ketika Amerika Serikat menutup programnya,

Stasiun ruang angkasa adalah sebuah orbit labolatorium yang berada di 400 kilometer dari atas Bumi. Tempat ini akan menjadi rumah sementara bagi ke-emat astronot NASA itu selama enam bulan ke depan. Astronot itu, terdiri dari tiga orang dari Amerika Serikat dan satu orang warga negara Jepang. Selain Hopkins, lainnya adalah Victor Glover, dan Shannon Walker, serta Soichi Noguchi.

“Selama 27 jam perjalanan berjalan lancar. Kami menunggu-nunggu tugas enam bulan ke depan dan sungguh tak sabar untuk memulainya,” kata Hopkins, setelah naik ke stasiun ruang angkasa.

Setelah tugas keempat astronot itu selesai, mereka akan digantikan oleh awak lain. Rotasi ini akan terus bergulir sampai Boeing bergabung dengan program ini pada akhir 2021 dengan pesawat luar angkasa milik sendiri.

6. Viral Batu Meteor Miliaran Rupiah di Tapanuli

Jareed Collins, warga Amerika Serikat yang bermukim di Bali, memberikan keterangannya menanggapi ramai pemberitaan jual beli batu meteor (meteorit atau meteoroid) seberat 1,7 kilogram asal Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Diberitakan, batu itu dibeli seharga Rp 200 juta dari pemiliknya dan kini kembali dijual kolektornya dengan harga yang ditawarkan Rp 14,1 juta per gram atau setara total sekitar Rp 25 miliar.

Collins, yang menyebut dirinya sebagai seorang penggemar meteorit—batuan utuh dari pecahan komet ataupun asteroid yang menembus astmosfer Bumi—membenarkan telah berangkat ke Sumatera Utara dan bertemu dengan Joshua Hutagalung, si pemilik batu. Dia yang menjadi perantara antara Joshua dengan pembeli yang disebutnya sebatas kolega di Amerika Serikat.

Collins menuturkan dihubungi dan dimintai bantuan koleganya itu pada 7 Agustus 2020 tapi dia membantah koleganya itu bernama Jay Piatek seperti yang ada di pemberitaan. Pun dengan harga Rp 200 juta yang dibayarkan koleganya itu kepada Joshua. Angka itu disebutkannya sama sekali tidak benar dan tidak tepat--sekalipun Joshua di ramai pemberitaan telah menyebut angka itu.

Apalagi kalau dikatakan harga batu meteor itu mencapai Rp 25 miliar saat dibeli dari Joshua. "Terlalu dibesar-besarkan. Saat ini tidak ada meteorit dengan nilai seperti itu, dan tentunya tidak ada kolektor yang akan membayar harga tersebut," katanya, Kamis 19 November 2020.

Menurutnya, nilai transaksi telah disetujui oleh Joshua dan koleganya tersebut melalui komunikasi langsung yang sebelumnya telah dilakukan tanpa melibatkan dirinya. Dia memastikan, proses negosiasi adil dan diterima dengan baik kedua belah pihak.

"Adapun keaslian, nilai sebenarnya adalah kerahasiaan kedua belah pihak, baik Joshua Hutagalung maupun warga Amerika yang tinggal di luar negeri, yang mengambil alih meteor tersebut, berdasarkan kesepakatan bersama," katanya lagi.

Collins menerangkan perannya memeriksa keaslian batu meteor temuan Joshua, melindungi meteorit tersebut dari kemungkinan kerusakan dan kontaminasi yang mungkin terjadi akibat penanganan yang tidak tepat, hingga memastikannya aman sampai di Amerika.

Untuk peran dan bantuan yang diberikannya itu, Collins mengakui menerima penggantian biaya dan waktu perjalanan yang telah dihabiskannya. Lebih jauh, dia menegaskan tidak memiliki meteorit itu dan juga tidak menjual meteorit tersebut kepada pihak lain yang memiliki meteorit tersebut saat ini.

Ketika dikonfirmasi peneliti di Pusat Ilmu Antariksa, Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) Rhorom Priyatikanto, meneranghkan LAPAN sudah mengkonfirmasi bahwa benda itu merupakan benar meteor berdasarkan foto yang beredar beberapa bulan lalu.

Sayang, Rhorom mengatakan, LAPAN tak berhasil mendeteksi peristiwa saat meteorit itu jatuh menimpa rumah milik Joshua Hutagalung di Desa Satahi Nauli, Kecamatan Kolang, Kabupaten Tapanuli Tengah. Dia menjelaskan, di sekitar wilayah temuan tidak ada kamera langit yang beroperasi.

Rhorom menyebut batu bagian dari meteor kondrit CM 1-2 yang mengandung sekitar 20 persen besi dan 25 persen silika (seperti kaca/pasir). “Kandungan logam mulia atau logam tanahnya sangat kecil pada meteorit yang tersisa setelah terbakar di atmosfer itu,” ujar dia, Jumat 20 November 2020.

7. Cina Bawa Pulang Sampel Batuan dari Bulan
<!--more-->
7. Cina Bawa Pulang Sampel Batuan dari Bulan

Pesawat antariksa Cina, Chang'e 5, mengirim sebanyak 1.731 gram sampel batuan dari Bulan ke Bumi pada Kamis, 17 Desember 2020. Melalui sebuah acara seremonial, Sabtu pagi waktu setempat, 19 Desember 2020, Kepala Badan Antariksa Nasional Cina (CNSA), Zhang Kejian, menyerahkan sampel tersebut kepada Presiden Akademi Sains Cina, Hou Jianguo.

Sampel kemudian dikirim ke laboratorium milik Observatorium Astronomi Nasional yang berada di bawah koordinasi Akademi Sains Cina. Para peneliti di sana yang akan menyimpan, menganalisis, dan menelitinya. Sampel sebanyak 1.731 gram itu adalah sampel pertama dari obyek di luar angkasa yang dimiliki Cina.

Di dunia, misi pengambilan sampel dari Bulan itu juga yang pertama setelah lebih dari 40 tahun. Misi terakhir membawa sampel tanah dari Bulan ke Bumi dilakukan pesawat antariksa Luna milik Uni Soviet pada 1976.

Badan Antariksa Nasional Cina berjanji membuat kebijakan koordinasi dan riset ilmiah atas sampel dari misi Chang'e 5 itu yang lebih banyak melibatkan ilmuwan dari dalam dan luar negeri. Mereka juga berencana menggulirkan program-program untuk mempopulerkan misi ke Bulan tersebut.

Chang'e 5, sejauh ini menjadi misi paling menantang dan kompleks dalam sejarah teknologi antariksa Cina. Diluncurkan pada 24 November, pesawat luar angkasa itu sudah mendarat di Bulan pada 1 Desember dan terbang lagi pada 3 Desember.

Misinya di Bulan terbilang singkat karena Chang'e 5 memiliki sumber energi dari tenaga matahari. Pesawat antariksa itu tidak didesain mampu mengarungi hari malam di Bulan, yang suhunya bisa serendah -173 derajat Celsius. Sedang hari siang di Bulan bertahan setara 14 hari di Bumi.

"Sebagai seorang peneliti Bulan, ini benar-benar menjadi sumber inspirasi dan melegakan bahwa kita bisa kembali mengambil sampel dari permukaan Bulan," kata Jessica Barnes di University of Arizona, Amerika.

Chang'e 5 membawa pulang dua macam sampel: dari permukaan dan dari kedalaman 2 meter Bulan. Keduanya dimuat ke wahana Chang'e 5 yang bisa terbang meninggalkan Bulan dan bergabung kembali dengan wahana yang sejak awal hanya mengorbit--tidak ikut mendarat.

Aksi keduanya merupakan yang pertama kalinya dilakukan wahana antariksa robotik di luar orbit Bumi. Kapsul berisi sampel lalu ditransfer lagi ke wahana yang didesain untuk bisa pulang ke Bumi. Begitu wahana itu sudah mendekati Bumi, kapsul dirilis memasuki atmosfer Bumi lalu melayang menggunakan parasutnya, mendarat di wilayah Mongolia.

Selain itu, CNSA juga merilis gambar yang menunjukkan bendera nasional Cina dikibarkan dari wahana penyelidikan Chang'e 5 di Bulan. Gambar-gambar itu diambil dengan kamera panorama yang dipasang pada kombinasi pendarat-ascender dari Chang'e 5, sebelum ascender meluncur dari Bulan membawa sampel Bulan pada Kamis malam, 3 Desember 2020.

8. Ambruknya Teleskop Raksasa Puerto Rico

Teleskop radio raksasa di Observatorium Arecibo, Puerto Rico, yang telah berperan besar dalam penemuan astronomis sepanjang lebih dari setengah abad belakangan ini ambruk pada Selasa, 1 Desember 2020, waktu setempat. Teleskop dilaporkan sudah mengalami kerusakan sebelumnya dan memang hendak ditutup dan dirobohkan karena konstruksinya dianggap membahayakan.

Ancaman itu terbukti pada Selasa pagi, atau Selasa sore waktu Indonesia, yakni platform receiver seberat 816 ton dari teleskop itu jatuh. Platform menimpa piringan reflektor dari ketinggian lebih dari 137 meter.

Pemilik observatorium raksasa itu adalah National Science Foundation Amerika Serikat dan dikelola University of Central Florida. Mereka telah mengumumkan sebelumnya bahwa Observatorium Arecibo akan ditutup dan dihancurkan.

Hal ini terjadi karena satu kabel penyangga tambahan platform putus pada Agustus lalu, menyebabkan piringan reflektor terkoyak sepanjang 30 meter dan merusak platform receiver yang menggantung di atasnya. Kemudian, satu kabel utama menyusul putus awal November lalu.

Peristiwa terbaru, platform receiver terempas jatuh, mengejutkan banyak ilmuwan yang selama ini bergantung kepada teleskop radio yang hingga beberapa saat sebelumnya masih menjadi yang terbesar di dunia itu. "Suaranya seperti dentuman yang sangat keras," kata Jonathan Friedman, peneliti yang sudah bekerja 26 tahun di obervatorium itu dan hingga kini menetap di dekat sana.

Friedman mengaku lari ke atas bukit dan langsung mendapati kepulan debu menggantung di udara di mana struktur itu pernah berdiri.

Sejumlah ilmuwan dunia pernah mengajukan petisi berharap keputusan NSF menutup Observatorium Arecibo bisa diubah. Saat itu NSF hanya menanggapinya dengan rencana membuka kembali lokasi pusat kunjungan dan memulihkan operasional aset tersisa di observatoirum itu, seperti dua fasilitas LIDAR yang biasa digunakan untuk riset ionosfer dan lapisan atmosfer atas, termasuk menganalisis tutupan awan dan data hujan.

Teleskop di Arecibo dibangun Departemen Pertahanan Amerika Serikat pada 1960-an. Sepanjang 57 tahun usianya, observatorium itu telah diterjang banyak hurikan, kelembapan tropis dan serangkaian gempa bumi.

Teleskopnya telah digunakan untuk melacak banyak asteroid yang hendak menabrak Bumi dan memastikan apakah planet tertentu bisa dihuni manusia. Observatorium ini juga melayani pelatihan untuk mahasiswa dan menarik sekitar 90 ribu pengunjung setiap tahunnya.

Berita terkait

Viral Benda Bercahaya Hijau Melintasi Langit Yogyakarta, Meteor?

1 hari lalu

Viral Benda Bercahaya Hijau Melintasi Langit Yogyakarta, Meteor?

Meteor terang atau fireball itu bergerak dari selatan ke utara, tak hanya terpantau di langit Yogyakarta tapi juga Solo, Magelang, dan Semarang

Baca Selengkapnya

Hujan Meteor Masuk Atmosfer Bumi Malam Ini, Bisa Dilihat Tanpa Alat Khusus

1 hari lalu

Hujan Meteor Masuk Atmosfer Bumi Malam Ini, Bisa Dilihat Tanpa Alat Khusus

Keunikan malam puncak hujan meteor ini adalah meteornya bersumber dari butir debu yang dilepaskan komet Halley.

Baca Selengkapnya

Mengenal Stasiun Luar Angkasa Internasional atau ISS

7 hari lalu

Mengenal Stasiun Luar Angkasa Internasional atau ISS

Stasiun Luar Angkasa Internasional atau ISS merupakan pesawat luar angkasa raksasa yang mengorbit mengelilingi bumi demi tujuan-tujuan ilmiah.

Baca Selengkapnya

Dennis Tito Menjadi Turis Luar Angkasa Pertama 13 Tahun Lalu, Ini Profil Ahli Fisika Itu

8 hari lalu

Dennis Tito Menjadi Turis Luar Angkasa Pertama 13 Tahun Lalu, Ini Profil Ahli Fisika Itu

Ia terbang dengan pesawat Soyuz TM-32 bersama kosmonot Rusia ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Ahli fisika rekayasa antariksa ini membayar US$ 20 juta.

Baca Selengkapnya

BRIN dan Indian Space Research Organisation Sepakat Berkolaborasi Bidang Luar Angkasa

47 hari lalu

BRIN dan Indian Space Research Organisation Sepakat Berkolaborasi Bidang Luar Angkasa

ISRO dan BRIN sepakat untuk berkolaborasi dalam sejumlah sektor, di antaranya Pemeliharaan dan Pemanfaatan Telemetri.

Baca Selengkapnya

Dituduh AS, Rusia Bantah Kembangkan Senjata Nuklir di Luar Angkasa

16 Februari 2024

Dituduh AS, Rusia Bantah Kembangkan Senjata Nuklir di Luar Angkasa

Kremlin menolak tudingan Amerika Serikat (AS) bahwa Rusia sedang mengembangkan kemampuan senjata nuklir di luar angkasa.

Baca Selengkapnya

Ilmuwan Temukan 5 Asteroid Paling Bahaya Bagi Bumi, Bisa Memusnahkan Manusia

25 Januari 2024

Ilmuwan Temukan 5 Asteroid Paling Bahaya Bagi Bumi, Bisa Memusnahkan Manusia

Para ilmuwan dan pakar tata surya mendeteksi lima asteroid yang paling berbahaya bagi bumi dan memusnahkan manusia.

Baca Selengkapnya

Para Ilmuwan Temukan Asteroid Dekat Bumi Beberapa Jam Sebelum Meledak di Atas Berlin

25 Januari 2024

Para Ilmuwan Temukan Asteroid Dekat Bumi Beberapa Jam Sebelum Meledak di Atas Berlin

Asteroid ini bisa dilihat masyarakat di sekitar Berlin, Jerman, dengan bentuk seperti pancaran sinar bola api.

Baca Selengkapnya

Oxfam: Israel Bunuh 250 Warga Palestina di Gaza Setiap Hari Sejak 7 Oktober

12 Januari 2024

Oxfam: Israel Bunuh 250 Warga Palestina di Gaza Setiap Hari Sejak 7 Oktober

Pembunuhan warga sipil Palestina oleh Israel di Gaza berada pada skala yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah, kata Oxfam

Baca Selengkapnya

Setelah Roket Vulcan Berhasil Debut, Bagaimana Masalah Pendarat di Bulan?

9 Januari 2024

Setelah Roket Vulcan Berhasil Debut, Bagaimana Masalah Pendarat di Bulan?

Masalah pendarat di bulan mengancam misi setelah roket Vulcan berhasil melakukan debut.

Baca Selengkapnya