Mengenal Homo Bodoensis, Disebut Garis Langsung Leluhur Manusia Modern

Jumat, 12 November 2021 08:00 WIB

Gambar ilustrasi seniman mengenai spesies manusia purba Homo Bodoensis. Scitechdaily.com

TEMPO.CO, Jakarta - Sekelompok manusia purba--yang sudah punah—mendapatkan nama spesies baru: Homo bodoensis. Penamaan spesies ini tidak berdasarkan identifikasi temuan fosil baru, tapi kepada uji ulang dari fosilnya.

Mengapa dipandang perlu penamaan spesies baru itu? Mungkinkah memberi kejelasan terhadap ‘keruwetan’ silsilah nenek moyang manusia di masa Pleistosen Tengah—sebuah periode penting dalam evolusi manusia?

Berikut yang mungkin perlu Anda ketahui.

Siapa Homo bodoensis?

Advertising
Advertising

Homo bodoensis adalah nama yang diusulkan untuk fosil dari kelompok hominin (subkeluarga dari primata, terdiri dari simpanse, gorila dan manusia) yang hidup di Afrika pada masa Pleistosen Tengah. Periode itu sekarang disebut sebagai Chibanian, antara 770 ribu sampai 126 ribu tahun lalu.

Spesies ini dideskripsikan oleh Mirjana Roksandic, doktor bidang paleoantropologi dari University of Winnipeg, Kanada, dan koleganya.
Fosil yang ditemukan berupa Cranium Bodo. Ini adalah tulang tengkorak tanpa rahang bawah yang ditemukan pada 1976 di Bodo D’ar di pinggiran Sungai Awash, Etiopia. Fosil itu diperkirakan berusia 600 ribu tahun saat ditemukan.

Menurut Roksandic dkk, H. bodoensis mendiami wilayah luas di Afrika selama ratusan ribu tahun. Mereka menduga spesimen lain dari spesies ini termasuk Kabwe 1 dari Zambia, tengkorak Ndutu dan Ngaloba dari Tanzania dan cranium Saldanha dari Elandsfontein di Afrika Selatan. Para penelitinya bahkan memperkirakan H. bodoensis juga sampai ke Mediterania timur.

Sebelumnya termasuk spesies apa?

Beragam. Sebagai contoh, fosil Cranium Bodo disebut satu spesies dengan Homo heidelbergensis tapi ada juga yang mengelompokkannya sebagai Homo rhodesiensis. Nama spesies yang pertama ditujukan kepada fosil tulang rahang berusia 609 ribu tahun yang ditemukan di Mauer, Jerman. Sedang yang kedua pertama kali untuk mendeskripsikan fosil tengkorak Kabwe 1 temuan 1921 di Northern Rhodesia, kini Zambia.

Bersamanya hidup di masa Pleistosen Tengah adalah Neanderthal di Eropa dan Denisovan di Asia Timur. Di Afrika bagian selatan juga ada Homo naledi. Manusia modern (Homo sapiens) muncul di Afrika sekitar 300 ribu tahun lalu—sekitar separuh akhir dari masa Pleistosen Tengah.

Ilustrasi manusia Neanderthal. zefonseca.com

Roksandic dan para koleganya berargumen bahwa seluruh fosil temuan di Afrika yang mencakup H. heidelbergensis atau H. rhodesiensis bisa dikelompokkan sebagai satu spesies, yakni H. bodoensis. Spesies ini, menurut mereka, yang berkembang menjadi menjadi Homo sapiens.

Fosil manusia purba Homo sapiens tertua yang ditemukan di Gua Misliya, Israel. (npr.com)

Sementara, mereka menambahkan, fosil H. heidelbergensis temuan di Eropa seluruhnya bisa disatukan sebagai Neanderthal awal, dan fosil-fosil dari Mediterania timur yang tidak memiliki kecocokan ke dalam spesies-spesies di atas bisa jadi adalah hasil persilangan. “Tim memilih nama H. bodoensis agar hominin Afrika ini akhirnya mendapatkan nama asli dari benua itu,” kata Roksandic.

Apakah selain tim Roksandic setuju nama spesies baru itu?

Chris Sringer dari Natural History Museum di London, Inggris, termasuk yang kontra. “Tidak perlu,” kata dia.

Stringer setuju nama H. heidelbergensis telah selama ini terlalu mudah digunakan untuk mengidentifikasi temuan fosil. Menurutnya, spesies ini sebaiknya dibatasi hanya untuk fosil tulang rahang Mauer dan beberapa fosil temuan di Eropa seperti tulang rahang BH-1 dari Gua Mala Balanica di Serbia.

Sedangkan untuk fosil temuan di Afrika, Stringer lebih memilih penggunaan nama H. rhodesiensis. Alternatifnya, jika nama itu tidak disukai karena terkait dengan citra buruk Cecil Rhodes di era kolonialisme Inggris di Afrika, adalah Homo saldanensis ketimbang harus menciptakan nama baru.

Stringer juga skeptis terhadap klaim bahwa manusia modern adalah turunan langsung dari manusia purba pemilik tulang cranium Bodo. Pada 2019, Stringer dan timnya menerbitkan hasil studi evolusi wajah manusia yang di dalamnya menemukan kalau spesies pemilik tulang cranium Bodo memiliki jalur evolusi yang berbeda dari yang melahirkan manusia modern.

NEW SCIENTIST, SCITECH DAILY

Baca juga:
Temuan Fosil Manusia Purba di Brebes Bisa Ubah Teori Sejarah


Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

10 Negara Termiskin di Dunia Berdasarkan PDB per Kapita

23 jam lalu

10 Negara Termiskin di Dunia Berdasarkan PDB per Kapita

Berikut ini daftar negara termiskin di dunia pada 2024 berdasarkan PDB per kapita, semuanya berada di benua Afrika.

Baca Selengkapnya

Profesor Riset Termuda BRIN Dikukuhkan, Angkat Isu Sampah Indonesia yang Cemari Laut Afrika

2 hari lalu

Profesor Riset Termuda BRIN Dikukuhkan, Angkat Isu Sampah Indonesia yang Cemari Laut Afrika

Reza dikukuhkan sebagai profesor riset berkat penelitian yang dilakukannya pada aspek urgensi pengelolaan plastik.

Baca Selengkapnya

Kilas Balik 69 Tahun Konferensi Asia Afrika dan Dampaknya bagi Dunia

9 hari lalu

Kilas Balik 69 Tahun Konferensi Asia Afrika dan Dampaknya bagi Dunia

Hari ini, 69 tahun silam atau tepatnya 18 April 1955, Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Asia Afrika di Bandung, Jawa Barat.

Baca Selengkapnya

Industri Mobil Listrik Ancam Sepertiga Populasi Kera Besar di Hutan-hutan Afrika

19 hari lalu

Industri Mobil Listrik Ancam Sepertiga Populasi Kera Besar di Hutan-hutan Afrika

Penelitian mengungkap dampak dari tambang mineral di Afrika untuk memenuhi ledakan teknologi hijau di dunia terhadap bangsa kera besar.

Baca Selengkapnya

Ribuan Anak Afrika Terserang Sindrom Mengangguk, Gangguan Saraf yang Masih Misterius

28 hari lalu

Ribuan Anak Afrika Terserang Sindrom Mengangguk, Gangguan Saraf yang Masih Misterius

Sindrom mengangguk menyerang ribuan anak di Afrika. Gangguan saraf ini masih misterius dan belum diketahui pasti penyebabnya.

Baca Selengkapnya

Dibesarkan dari Lahir, Singa Terkam Penjaga hingga Tewas

21 Februari 2024

Dibesarkan dari Lahir, Singa Terkam Penjaga hingga Tewas

Seekor singa jantan membunuh penjaga yang telah merawatnya dari bayi saat sedang diberi makan.

Baca Selengkapnya

Daya Tarik Malawi yang Baru Menerapkan Bebas Visa untuk 79 Negara

16 Februari 2024

Daya Tarik Malawi yang Baru Menerapkan Bebas Visa untuk 79 Negara

Baru-baru ini, Malawi menerapkan bebas visa masuk untuk 79 negara

Baca Selengkapnya

Mengaku Bawa Ikan Kering, Turis Amerika Ini Kedapatan Bawa Mumi Monyet dari Afrika

13 Februari 2024

Mengaku Bawa Ikan Kering, Turis Amerika Ini Kedapatan Bawa Mumi Monyet dari Afrika

Keberadaan bangkai monyet itu diketahui setelah seekor anjing Bea Cukai mengendus sesuatu yang tidak biasa di bagasi seorang pelancong dari Afrika.

Baca Selengkapnya

Memiliki Kenakeragam Hayati, Liberia Menjadi Rumah Hutan Hujan Lebat Dunia

17 Januari 2024

Memiliki Kenakeragam Hayati, Liberia Menjadi Rumah Hutan Hujan Lebat Dunia

Berbagai ragam hayati yang dimiliki oleh negara Liberia, negara ini memiliki kekayaan flora dan fauna yang melimpah

Baca Selengkapnya

Presiden Perempuan Pertama Liberia, Berikut Perjalanan Ellen Johnson Sirleaf

16 Januari 2024

Presiden Perempuan Pertama Liberia, Berikut Perjalanan Ellen Johnson Sirleaf

Tepat 16 Januari 18 tahun yang lalu, Ellen Johnson Sirleaf dilantik menjadi presiden perempuan pertama Liberia. Berikut perjalanan hidup Ellen Sirleaf

Baca Selengkapnya