Kenaikan Muka Air Laut Ungkap Transisi Satwa

Reporter

Editor

Kamis, 12 Maret 2009 13:13 WIB

paparan samudra dangkal yang mengeliling Semenanjung Malaya luasnya setara Eropa
TEMPO Interaktif, San Diego: Ahli ekologi di University of California, San Diego, Amerika Serikat, menawarkan penjelasan baru tentang peralihan tiba-tiba jenis mamalia yang ditemukan sepanjang Semenanjung Malaya di Asia Tenggara, yaitu dari spesies daratan ke spesies pulau, karena tiadanya penghalang geografis apapun di sana.
Sebuah jalur laut purba antara Teluk Thailand dan Laut Andaman semula dianggap telah membelah semenanjung itu menjadi dua, membuat populasi binatang yang terpisah untuk membentuk percabangan. Namun revisi sejarah tinggi permukaan laut belum lama ini mengungkapkan bahwa samudera tidaklah membelah semenanjung itu pada 40 juta tahun lalu. Apalagi spesies mamalia yang ada saat ini jauh lebih muda.
David Woodruff, dosen biologi di universitas tersebut dan mantan mahasiswanya, Leslie Turner, yang kini bekerja di Max Planck Institute for Evolutionary Biology di Ploen, Jerman, menyatakan bahwa lebih dari 58 kali kenaikan muka air laut dengan cepat dalam 5 juta tahun lalu dapat dituding sebagai penyebab peralihan itu. Naiknya muka air laut itu mengumpulkan spesies tersebut di satu lokasi, terutama di bagian tersempit semenanjung itu, yaitu Tanah Genting Kra.
Penemuan itu dilaporkan dalam Journal of Biogeography pada 25 Februari lalu. Selama beberapa juta tahun yang lalu, paparan samudera yang dangkal mengelilingi semenanjung dan pulau-pulau di Malaysia dan Indonesia bebas dari air laut, menciptakan daratan seluas Eropa. Namun habitat itu menyusut secara dramatis setiap kali muka air laut naik.
"Samudera merambah dari kedua sisi berulang kali dan mendesak segalanya," kata Woodruff. "Jika tepi samudera itu terus maju lebih dari 50 kali di sekeliling daerah sempit ini, fauna di sana akan tertekan dan menyebabkan kepunahan spesies secara lokal."
Berdasarkan riset itu, Woodruff dan Turner memetakan daerah penyebaran 325 spesies mamalia yang ditemukan di kawasan tersebut. "Kami telah mempelajari mamalia dari Cina sampai ke Singapura," kata Woodruff. Namun mereka tidak menemukan bukti adanya transisi yang tajam antara jenis mamalia di Kra atau tempat mana pun di sepanjang semenanjung itu.
Mereka justru melihat adanya sebuah celah. "Kami menemukan sebuah daerah sepanjang 600 kilometer yang jumlah spesiesnya 30 persen lebih rendah daripada seharusnya," kata Woodruff. Meski penyebaran 128 spesies Asia daratan berhenti di ujung selatan semenanjung itu dan 121 spesies pulau hanya ditemukan di bagian selatan, 35 spesies tersebar luas ditemukan di atas dan di bawah tanah genting, namun hilang dari bagian yang paling sempit.
TJANDRA | SCIENCEDAILY

Berita terkait

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

1 jam lalu

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

Efek polusi udara rumah tangga baru terlihat dalam jangka waktu relatif lama.

Baca Selengkapnya

Kelebihan Punya Tinggi Badan Menjulang Menurut Penelitian

5 hari lalu

Kelebihan Punya Tinggi Badan Menjulang Menurut Penelitian

Selain penampilan, orang tinggi diklaim punya kelebihan pada kesehatan dan gaya hidup. Berikut keuntungan memiliki tinggi badan di atas rata-rata.

Baca Selengkapnya

Riset Temukan Banyak Orang Kesepian di Tengah Keramaian

45 hari lalu

Riset Temukan Banyak Orang Kesepian di Tengah Keramaian

Keramaian dan banyak teman di sekitar ak lantas membuat orang bebas dari rasa sepi dan 40 persen orang mengaku tetap kesepian.

Baca Selengkapnya

Ekosistem Laut di Laut Cina Selatan Memprihatinkan

45 hari lalu

Ekosistem Laut di Laut Cina Selatan Memprihatinkan

Cukup banyak kerusakan yang telah terjadi di Laut Cina Selatan, di antaranya 4 ribu terumbu karang rusak.

Baca Selengkapnya

Pembangunan di Laut Cina Selatan Merusak Ekosistem dan Terumbu Karang

45 hari lalu

Pembangunan di Laut Cina Selatan Merusak Ekosistem dan Terumbu Karang

Banyak pembahasan soal keamanan atau ancaman keamanan di Laut Cina Selatan, namun sedikit yang perhatian pada lingkungan laut

Baca Selengkapnya

Dua Bulan Lagi, Stanford University Bakal Groundbreaking Pusat Ekosistem Digital di IKN

31 Januari 2024

Dua Bulan Lagi, Stanford University Bakal Groundbreaking Pusat Ekosistem Digital di IKN

Stanford University, Amerika Serikat, merupakan salah satu universitas yang akan melakukan groundbreaking pusat ekosistem digital di IKN.

Baca Selengkapnya

Tinjau Pabrik Motherboard Laptop Merah Putih, Dirjen: Riset Perlu Terhubung Industri

29 Januari 2024

Tinjau Pabrik Motherboard Laptop Merah Putih, Dirjen: Riset Perlu Terhubung Industri

Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi meninjau pabrik motherboard dan menegaskan perlunya riset terhubung dengan industri.

Baca Selengkapnya

Jatam: Tiga Pasangan Capres Terafiliasi Oligarki Tambang

22 Januari 2024

Jatam: Tiga Pasangan Capres Terafiliasi Oligarki Tambang

Riset Jatam menelusuri bisnis-bisnis di balik para pendukung kandidat yang berpotensi besar merusak lingkungan hidup.

Baca Selengkapnya

Terkini: KPA Sebut PSN Jokowi Sumbang Laju Konflik Agraria Sepanjang 2020-2023, Bandara Banyuwangi Segera Layani Penerbangan Umroh

15 Januari 2024

Terkini: KPA Sebut PSN Jokowi Sumbang Laju Konflik Agraria Sepanjang 2020-2023, Bandara Banyuwangi Segera Layani Penerbangan Umroh

Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menyebut Proyek Strategis Nasional (PSN) pemerintah era Jokowi mendorong laju konflik agraria.

Baca Selengkapnya

BRIN: Pangan Jadi Salah Satu Prioritas Riset 2023, Kejar Target Hilirisasi

28 Desember 2023

BRIN: Pangan Jadi Salah Satu Prioritas Riset 2023, Kejar Target Hilirisasi

Dominasi riset bidang pangan sejalan dengan prioritas yang diminta oleh Presiden Joko Widodo.

Baca Selengkapnya