Kisah Bennaya dan Bryan, Siswa SMA Kanisius yang 'Mondok' di Pesantren

Reporter

Tempo.co

Editor

Devy Ernis

Selasa, 1 November 2022 10:09 WIB

Interaksi Benayya, Bryan, dan kawan-kawan dengan sejumlah santri di Buntet Pesantren Cirebon, Jawa Barat. Foto: NU Online/Syakir NF

TEMPO.CO, Jakarta - Selama beberapa hari, Bennaya Jonathan Raja Partogi Siagian "mondok" di Pondok Pesantren Nadwatul Ummah, Buntet Pesantren, Cirebon, Jawa Barat pada awal Oktober 2022 lalu. Siswa beragama Katolik dari SMA Kolese Kanisius Jakarta itu mengikuti berbagai kegiatan santri di sana dari mulai meronda, berjaga-jaga di pesantren sekaligus membangunkan santri-santri lain untuk melaksanakan salat subuh.

“Kami di sana santai. Diterima dengan baik. Aturan memang tegas, tapi tidak menyeramkan. Mereka mengingatkan dengan penuh kelembutan,” katanya dilansir dari laman resmi nu.or.id pada Selasa, 1 November 2022.

Pengalaman itu memberikan kesan mendalam bagi Bennaya. Di sana, Bennaya juga berbincang mengenai banyak hal mulai dari dunia keseharian di pesantren hingga diskusi mengenai agama masing-masing.

Ketika malam, Bennaya melihat para santri mencuci baju dan menjemurnya. Beberapa di antara para santri juga masih tampak berdiskusi saling membicarakan atau mengoreksi hafalan pengajian yang telah mereka lakukan. Padahal waktu sudah menunjuk angka 2 pagi.

“Kami di sini ibadah minggu saja kadang masih tidur, bolos. Sementara teman-teman santri harus bangun subuh,” kata siswa kelas XII IPA itu.

Advertising
Advertising

Baca juga: Siswi Muslim Jadi Ketua Osis di SMA Katolik St. Fransiskus Saverius Ruteng

Ignatius Bryan Chai siswa Kanisius yang juga "mondok" di pesantren tersebut mengatakan bermalam di pesantren merupakan pengalaman mendalam untuknya. Menurut dia, semua santri di sini baik dan menganggapnya sebagai saudara sendiri. Ketika santri meneriakan “Siapa kita?” para santri menjawab, “Nadwatul Ummah!” dan ketika nama “SMA Kanisius” disebutkan, mereka serentak menjawab, “Saudara kita!”. Meski beragama Katolik, Bryan dan Bennaya diterima baik dan dianggap saudara sendiri di pesantren tersebut.

Dalam bayangan awal, Bryan berpandangan bahwa para santri hanya fokus belajar agama setiap hari. Namun, ternyata mereka juga bersekolah sebagaimana dirinya bersekolah, dan mempelajari pengetahuan-pengetahuan umum. Dari belajar "mondok" tersebut juga meningkat rasa saling menghormati dan berujung pada saling mendukung satu sama lain. “Kita memang berbeda, tetapi kita bisa bekerja bersama untuk menyelesaikan masalah,” kata Bryan kelas XII IPA berusia 16 tahun itu.

Bennaya dan Bryan merupakan dua dari 20 siswa SMA Kolese Kanisius yang mengikuti program Eskursi di Pondok Pesantren Nadwatul Ummah Buntet Pesantren Cirebon, Jawa Barat. Program tersebut merupakan kegiatan wajib bagi siswa kelas XII SMA Kolase Kanisius. Siswa kelas XII SMA Kanisius Jakarta ini tersebar di 12 pesantren, yakni (1) Nadwatul Ummah Buntet Pesantren, Cirebon, Jawa Barat; (2) Nur El-Falah Kubang Petir Serang, Banten; (3) Al-Marjan Lebak, Banten; (4) Modern Syahid Leuwiliang Bogor, Jawa Barat; (5) Cinta Rasul Bogor, Jawa Barat, (6) Al-Mizan Jatiwangi Majalengka, (7) Al-Ittifaq Ciwidey Bandung, (8) Al-Hikmah Kresek Tangerang, (9) Darul Arqam Garut, (10) Al-Furqan Garut, (11) Al-Furqan Singaparna Tasikmalaya, dan (12) At-Tajdid di Singaparna Tasikmalaya.

Humas Eskursi Kanisus Jacobus Hartono menyampaikan, bahwa keragaman merupakan kekuatan yang harus dibangun dan ditanamkan sejak dini. Perbedaan itu harus disadari bersama, tetapi tidak menutup untuk membangun kerja sama untuk memperkuat kesatuan bangsa.

Karenanya, ia sengaja menempatkan siswa-siswanya di pesantren-pesantren yang berafiliasi ke Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Sebelum tinggal di pesantren, para siswa ini dibekali terlebih dahulu mengenai dunia pesantren dan kebangsaan dalam perspektif NU, Muhammadiyah, dan Katolik.

Program ini dilaksanakan agar siswanya dapat mengalami sendiri, merasakan sendiri, melihat sendiri, bukan katanya. “Anak kami kan beda. Yang ke pesantren, non-Muslim. Yang muslim kita bawa ke Seminari. Jadi, benar-benar beragam,” katanya.

Pengasuh Pondok Pesantren Nadwatul Ummah Muhammad Faris El Haq Fuad Hasyim menyampaikan, bahwa penerimaan pesantren terhadap masyarakat non-Muslim karena teladan Rasulullah. Sebab, keberagaman merupakan fitrah. “Keberagaman itu fitrah basyariyah yang tidak akan mungkin pernah disingkirkan,” jelas dia.

Oleh karena itu, kehadiran siswa Kanisius bagi santri dapat memberikan pembelajaran untuk saling mengisi dalam proses berbangsa dan bernegara. “Kami saling mengisi untuk pembangunan. Kami memberikan pemahaman bahwa Rasulullah humanis,” ujarnya.

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram http://tempo.co/. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Kemenag Cairkan Dana BOS Tahap I dan PIP Pesantren 2024

4 hari lalu

Kemenag Cairkan Dana BOS Tahap I dan PIP Pesantren 2024

kemenag mengalokasikan anggaran dana BOS Pesantren sebesar Rp 340,5 miliar tahun ini.

Baca Selengkapnya

Kemenag Buka Program Bantuan Pesantren dan Pendidikan Keagamaan Islam 2024, Begini Cara Daftarnya

11 hari lalu

Kemenag Buka Program Bantuan Pesantren dan Pendidikan Keagamaan Islam 2024, Begini Cara Daftarnya

Kementerian Agama membuka program bantuan pesantren dan pendidikan keagamaan Islam untuk tahun anggaran 2024.

Baca Selengkapnya

Paus Fransiskus akan Datang ke Indonesia, Ini Harapan PBNU

12 hari lalu

Paus Fransiskus akan Datang ke Indonesia, Ini Harapan PBNU

Presiden Jokowi telah menyampaikan undangan kepada Paus Fransiskus untuk datang ke Indonesia sejak Juni 2022.

Baca Selengkapnya

Tanggapan Korban atas Vonis 15 Tahun Kiai Gadungan Pemerkosa Santri

13 hari lalu

Tanggapan Korban atas Vonis 15 Tahun Kiai Gadungan Pemerkosa Santri

Terdakwa melalui kuasa hukumnya telah memutuskan untuk mengajukan banding atas vonis hakim. Akui pemerkosaan terhadap tiga santri dan jamaah.

Baca Selengkapnya

Kiai Abal-Abal Pemerkosa Santri di Semarang Divonis 15 Tahun Bui, Mantan Jamaah Harap Laporan Penggelapan Uang Segera Diusut

13 hari lalu

Kiai Abal-Abal Pemerkosa Santri di Semarang Divonis 15 Tahun Bui, Mantan Jamaah Harap Laporan Penggelapan Uang Segera Diusut

Muh Anwar, kiai abal-abal Yayasan Islam Nuril Anwar serta Pesantren Hidayatul Hikmah Almurtadho divonis penjara 15 tahun kasus pemerkosaan santri.

Baca Selengkapnya

Muhammadiyah Beberkan Alasan Tetapkan Idulfitri Lebih Awal

23 hari lalu

Muhammadiyah Beberkan Alasan Tetapkan Idulfitri Lebih Awal

Menurut Haedar, maklumat yang disampaikan Muhammadiyah lebih awal tak bermaksud mendahului pihak tertentu dalam penentuan Idulfitri.

Baca Selengkapnya

56 Siswa SMK Ini Jalani Program Backpacker dari Sekolahnya ke 20 Negara

28 hari lalu

56 Siswa SMK Ini Jalani Program Backpacker dari Sekolahnya ke 20 Negara

Selain mencari pengalaman dan ilmu di kampus-kampus tujuan, siswa santri ini juga membagikan ilmu dan pengetahuan di bidang teknologi informasi.

Baca Selengkapnya

Kemenag Usul Lulusan Ma'had Aly Bisa Ikut Seleksi CPNS

30 hari lalu

Kemenag Usul Lulusan Ma'had Aly Bisa Ikut Seleksi CPNS

Lulusan Ma'had Aly berpeluang mengikuti seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil atau CPNS, khususnya formasi penyuluh agama.

Baca Selengkapnya

Miniatur Toleransi dari Tapanuli Utara

30 hari lalu

Miniatur Toleransi dari Tapanuli Utara

Bupati Nikson Nababan berhasil membangun kerukunan dan persatuan antarumat beragama. Menjadi percontohan toleransi.

Baca Selengkapnya

Kiai Abal-Abal Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Santri di Semarang Dituntut 15 Tahun Penjara

34 hari lalu

Kiai Abal-Abal Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Santri di Semarang Dituntut 15 Tahun Penjara

Bayu Aji Anwari, pimpinan Yayasan Islam Nuril Anwar Kota Semarang dituntut 15 tahun penjara. Didakwa melakukan kekerasan seksual terhadap 6 santri.

Baca Selengkapnya