Organisasi Bantuan Global Bicara Bencana Kesehatan di Gaza: Belum Pernah Ada Horor Seperti Ini
Reporter
Zacharias Wuragil
Editor
Zacharias Wuragil
Senin, 18 Maret 2024 20:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Gaza tenggelam dengan cepat ke dalam krisis kemanusiaan terburuk yang pernah terjadi sepanjang memori dunia modern. Lebih dari tiga perempat dari 2,2 juta penduduk Gaza, yang separuh di antaranya adalah anak-anak, menjadi pengungsi di tanah kelahirannya sendiri. Mereka terjebak dalam satu area permukiman paling padat di dunia dengan akses kepada makanan, air bersih, atau layanan kesehatan yang sangat minim.
Sejak 7 Oktober lalu, ketika wilayahnya diserang kelompok militan Hamas hingga menewaskan lebih dari seribu warga sipil, Israel telah dengan intensif membombardir Gaza. Pasukan Israel memblok aliran bantuan kemanusiaan dan melumpuhkan infrastruktur sipil yang ada di kota itu. Dampaknya, menurut PBB, telah lebih dari 30 ribu warga Palestina tewas di Gaza--kebanyakan wanita dan anak-anak--dan lebih dari 72 ribu terluka.
Angka-angka itu baru menunjukkan permulaan dari bencana kesehatan publik di Gaza. Hal itu karena mereka yang bertahan sekalipun harus hidup dengan efek perang ini sepanjang hayatnya. Ribuan warga Palestina menjadi cacat, memiliki imunitas yang menurun, sakit mental, dan mengalami kondisi kronis lainnya. Diperkirakan, pemulihannya butuh periode satu dekade ke depan yang mana tidak satu pun organisasi bantuan global mengaku telah membuat rencana untuk itu.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Program Pangan Dunia (WFP), Unicef, Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina, CARE International, dan Doctors Without Borders seluruhnya menyatakan belum memiliki rencana jangka panjang dan konkret yang berkecukupan untuk isu kesehatan masyarakat di Gaza. Beberapa lainnya malah belum memberi jawab apapun.
Kurangnya perencanaan untuk kebutuhan layanan kesehatan di Gaza satu dekade ke depan bisa jadi memang karena dahsyatnya krisis kemanusiaan saat ini. Kebanyakan orang-orang di Gaza kini hidup dalam kondisi penuh sesak tanpa layanan pengolahan dan pengangkutan sampah. Rata-rata, setiap orang hanya mendapat kurang dari satu liter air bersih per hari. Penyakit menular pun menjadi merajalela.
Sebuah survei terbatas di area penampungan pada Desember dan Januari lalu menemukan sedikitnya 90 persen balita terjangkit satu atau lebih penyakit menular. Sebanyak 70 persen terserang diare dalam dua pekan terakhirnya. "Dan itu tidak termasuk ratusan ribu orang yang berada di luar tenda-tenda penampungan," kata Margaret Harris, salah satu juru bicara WHO.
Kelaparan di Gaza
Kelaparan pun terjadi luas di Gaza. Hampir dua per tiga rumah tangga hanya makan sekali sehari, dan seperempat populasi menghadapi kelaparan dan malnutrisi ekstrem. Menurut survei yang pernah dilakukan terbatas di area penampungan pada Desember dan Januari lalu, kondisi paling parah ada di Gaza utara di mana satu dari enam anak kekurangan gizi.
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan pada 7 Maret lalu saja ada 20 orang, termasuk 15 anak-anak, meninggal karena malnutrisi dan dehidrasi. Angka sebenarnya bisa jadi jauh lebih besar daripada itu.
"Hal yang sulit tentang malnutrisi pada anak-anak adalah bahwa dia menyebabkan lebih banyak penyakit menjangkit," kata Tanya Haj-Hassan dari Doctors Without Borders. Menurutnya, anak-anak yang kurang gizi lebih rentan terinfeksi penyakit, membuat mereka lebih sulit lagi menyerap nutrisi. "Dan ini menjadi bola salju menuju kematian."
Baca halaman berikutnya: Cacat fisik dan ancaman gangguan kejiwaan anak-anak
<!--more-->
Cacat Fisik Korban Perang
Pengeboman telah membuat sebagian besar wilayah di Gaza tidak aman. Unicef menemukan per Desember lalu, lebih dari 1000 anak telah kehilangan satu ataupun kedua kakinya sejak perang terbuka Hamas-Israel meletus--atau rata-rata lebih dari 10 anak per hari. Kondisinya diperparah karena opsi untuk mendapatkan pengobatan atas luka-luka itu sangat terbatas. Per 21 Februari lalu, hanya 18 dari 40 rumah sakit di Gaza yang masih berfungsi, itu pun dengan kapasitas yang jauh berkurang.
"Mereka tidak memiliki obat-obatan. Mereka tidak punya alat. Mereka tidak punya listrik. Yang ada hanya segelintir dokter yang menjalankan instalasi gawat darurat. Jadi, tidak ada sistem kesehatan yang benar-benar berfungsi," ujar Selena Victor dari Mercy Corps.
Krisis kemanusiaan yang amat besar menyebabkan organisasi kesehatan WHO kepayahan. "Kami belum pernah melihat kekerasan, horor, ketakutan, dan duka seperti ini sebelumnya yang terjadi pada populasi dalam sejarah modern," kata Harris.
Bahkan jika perang berakhir besok sekalipun, dia menambahkan, mereka yang bertahan akan menghadapi konsekuensi kesehatan sepanjang hidupnya. Banyak yang secara fisik akan menjadi difabel. Yang lain bakal mengalami penyakit kejiwaan yang parah. "Sebagian lagi mungkin mengembangkan kondisi paru kronis, penyakit jantung, dan kanker dari polutan kimia dalam bom-bom dan bangunan yang hancur," kata Harris.
Dampak Terparah pada Anak-anak
Dampak terparah dialami anak-anak. "Malnutrisi berkepanjangan pada anak-anak akan menghambat pertumbuhan dan mengganggu perkembangan otak, menyebabkan defisit kognisi, memori, fungsi motorik, dan kecerdasan," kata Haj-Hassan.
Malnutrisi juga melemahkan sistem imun anak-anak, menyebabkan mereka rentan terinfeksi penyakit. Riset menunjukkan kalau malnutrisi selama kehamilan meningkatkan risiko bayi-bayi obesitas, hipertensi, sakit jantung, dan diabetes tipe-2. Sebuah laporan dari Project Hope pada Februari lalu menemukan kalau satu dari lima wanita hamil yang dirawat di klinik Gaza menderita kurang gizi, seperti halnya juga satu dari 10 anak-anak yang terlihat di sana.
Menurut Harris, bahaya yang akan menyebar paling luas adalah efek kehancuran perang ke kesehatan mental. Pada anak-anak, trauma yang ditimbulkan dapat mengganggu perkembangan otak dan organ dan meningkatkan risiko ketidakmampuan belajar dan kesehatan jiwa. "Kita akan melihat sebuah beban yang sangat besar dari penyakit kejiwaan yang akan sangat sulit untuk diatasi," kata Harris.
Dengan seluruh konsekuensi itu, perencanaan kesehatan jangka panjang untuk Gaza disepakati harus dibuat. Termasuk di dalamnya adalah membangun ulang infrastruktur, mengembangkan program rehabilitasi fisik dan mental, serta rutin menapis penyakit.
Victor mengakui memandang absurd membahas tentang akan seperti apa nanti ketika saat ini saja warga Palestina di Gaza sekarat mencoba mendapatkan segenggam roti untuk keluarganya."Tapi memang harus kita pikirkan juga," katanya.
NEWSCIENTIST
Pilihan Editor: Viral Mobil Tinja Buang Muatan dari Atas Jembatan ke Sungai Cisadane di Bogor, Ternyata Air Lumpur