Tema Hari Lingkungan Hidup Sedunia Ingatkan Dampak Kemarau Bagi Anak di Indonesia
Reporter
Zacharias Wuragil
Editor
Zacharias Wuragil
Kamis, 6 Juni 2024 01:03 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Hari Lingkungan Hidup Sedunia 5 Juni 2024 mengangkat tema #Restorasi Generasi. Organisasi Save the Children menjelaskan, tema itu diangkat karena krisis iklim dan hak anak sering dianggap tidak ada korelasinya. Pembicaraan tentang perubahan iklim masih dominan mengenai perubahan fisik lingkungan.
Padahal, seperti pada musim kemarau di Tanah Air saat ini, dampak kekeringannya akan menempatkan anak pada posisi paling rentan. Merekag terpaksa mengorbankan waktu belajar dan terpapar risiko kesehatan seperti, malaria, demam berdarah, infeksi pernapasan, dan penyakit kulit.
"Ini tidak bisa diabaikan. Kita harus segera bertindak untuk memastikan hak-hak mereka tetap terpenuhi walaupun dalam situasi krisis,” kata Tata Sudrajat - Chief (Interim) Advocacy, Campaign, Communication, and Media Save the Children Indonesia dalam rilis, Rabu 5 Juni 2024.
Tata berbasis kajian cepat Save the Children Indonesia pada November 2023 yang memaparkan bahwa kekeringan berdampak pada kesehatan dan pendidikan anak, selain mengancam kehidupan sehari-hari masyarakat. Penelitian saat itu berfokus pada 3 kabupaten: Lombok Barat, Sumba Timur, dan Kupang.
Dituturkannya, dampak kekeringan pada pendidikan anak-anak dapat terlihat dari bagaimana anak-anak sulit berkonsentrasi saat pelajaran berlangsung. Di Lombok Barat, misalnya, anak-anak harus bangun pada jam tiga pagi untuk mengantri mengambil air sebelum pergi ke sekolah.
"Di Sumba timur, anak-anak harus menempuh perjalanan 1,5 sampai 2 kilometer ke mata air setiap jam 5 pagi," kata Tata menambahkan.
Pada isu kesehatan, malaria dan demam berdarah dapat menjadi problem akibat kelangkaan air yang menciptakan lingkungan yang ideal bagi perkembangbiakan nyamuk pembawa penyakit. Kurangnya sumber air yang memadai memaksa masyarakat untuk menyimpan air, sehingga secara tidak sengaja menciptakan tempat berkembang biak bagi nyamuk.
Tidak hanya malaria dan demam berdarah, risiko penyakit pernapasan dan penyakit kulit seperti infeksi bakteri dan jamur pada kulit akibat ketidakmampuan untuk menjaga praktik kebersihan.
Selain itu, gagal panen akibat kekeringan mengakibatkan nutrisi anak dan ibu hamil tidak terpenuhi akibat penurunan ketersediaan makanan yang bergizi. Tidak hanya itu gagal panen juga berefek pada ekonomi keluarga.
Di Sumba Timur misalnya, untuk mengatasi tantangan ini, keluarga yang kesulitan keuangan terpaksa menjual aset berharga, termasuk kambing, unggas, dan bahan atap, untuk mendapatkan dana guna membeli air bersih.
Save the Children Indonesia menyerukan kepada pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta untuk segera berkolaborasi dalam memperkuat langkah-langkah mitigasi dan adapatasi terhadap krisis iklim. Tindakan kolektif yang cepat dan terarah sangat diperlukan untuk mengkaji lebih jauh dampak perubahan iklum terhadap kesejahteraan keluarga dan anak.
"Selain juga mentransfer istilah-istilah iklim ke dalam bahasa yang lebih mudah dipahami masyarakat, orangtua, dan anak; menyampaikan pesan-pesan mitigasi dan adaptasi dalam bahasa masyarakat; memastikan akses yang adil terhadap sumber daya yang penting seperti air bersih, serta menyediakan dukungan yang diperlukan bagi keluarga dan anak-anak yang paling terdampak," kata Tata.
Pilihan Editor: Blackout Sumatera, Dosen Elektronik ITERA Sorot SUTET Lubuklinggau-Lahat Proyek Besar yang Baru Diresmikan 5 Tahun