Mengenal Sosok Pavel Durov, CEO Telegram yang Ditangkap di Prancis
Reporter
Ni Made Sukmasari
Editor
Nurhadi
Senin, 26 Agustus 2024 07:17 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - CEO Telegram Pavel Durov ditangkap polisi Prancis ketika hendak keluar dari jet pribadinya di Bandara Le Bourget pada Sabtu, 24 Agustus 2024. Pendiri aplikasi Telegram itu dinilai abai dan tidak memperhatikan moderasi platform sehingga memungkinkan aktivitas kriminal untuk terus terpengaruh pada Telegram.
Mengenal Sosok Pavel Durov
Pavel Durov lahir di Saint Petersburg, Rusia, pada 1984. Pavel memiliki latar pendidikan Magister Sains di Universitas Negeri Saint Petersburg. Aplikasi yang diluncurkan sejak 2013 ini telah memiliki lebih dari 700 juta pengguna aktif bulanan di seluruh dunia.
Platform gratis tersebut juga bersaing dengan aplikasi perpesanan seperti WhatsApp milik Facebook (Mark Zuckerberg). Durov bahkan disebut-sebut sebagai Zuckerberg-nya Rusia karena ia berhasil menciptakan Vkontakte, jejaring sosial terbesar di Rusia, pada usia 22 tahun.
Durov, yang kekayaannya diperkirakan oleh Forbes sebesar $15,5 miliar dan berada dalam urutan ke-120 di dunia, meninggalkan tanah kelahirannya pada 2014 setelah menolak mematuhi tuntutan pemerintah Rusia untuk menutup komunitas oposisi di platform media sosial VKontakte miliknya.
Aplikasi Telegram kemudian dilarang di Rusia dari 2018 hingga 2021. Meski kebijakan tersebut tidak banyak mempengaruhi ketersediaan Telegram di sana, tetapi hal itu memicu protes besar-besaran di Moskow dan kritik dari LSM.
Telegram berpengaruh di Rusia, Ukraina, dan negara-negara bekas Uni Soviet. Platform itu telah menjadi sumber informasi penting tentang perang Rusia di Ukraina, yang banyak digunakan oleh pejabat Moskow dan Kyiv. Beberapa analis menyebut aplikasi tersebut sebagai "medan perang virtual" untuk perang tersebut.
Adapun popularitas Telegram yang terus meningkat juga telah memicu pengawasan dari beberapa negara di Eropa, termasuk Prancis, terkait masalah keamanan dan pelanggaran data.
Pada 2018, Pavel bersama saudaranya, Nikolai, mengumpulkan $1,7 miliar dari investor untuk menciptakan TON, sebuah sistem blockchain, meski akhirnya proyek tersebut ditutup pada 2020 setelah SEC AS melarangnya.
Pavel tercatat memiliki kewarganegaraan ganda, yakni Prancis dan Uni Emirat Arab. Ia menjadi warga negara Prancis pada Agustus 2021. Sebelumnya, ia dan Telegram pindah ke Dubai pada 2017. Tak hanya itu, Pavel juga merupakan warga negara St. Kitts dan Nevis, negara kepulauan ganda di Karibia
ANTARA | FORBES | REUTERS
Pilihan Editor: Elon Musk dan Reaksi atas Penangkapan Pavel Durov, CEO Telegram