Viral Tanah Tenggelam di Mamuju, Peneliti BRIN Duga Beberapa Hal Ini Picu Likuifaksi

Selasa, 5 November 2024 11:24 WIB

Warga melihat kerusakan akibat fenomena tanah bergerak di Desa Tobadak 7, di Mamuju Tengah, Sulawesi Barat, 4 November 2024. ANTARA/HO-Humas Pemprov Sulbar

TEMPO.CO, Bandung - Analis Hasil Penelitian di Pusat Riset Kebencanaan Geologi Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Wa Ode Sumartini, memperkirakan insiden likuifaksi atau pencairan tanah di Desa Saloadak, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat, dipicu pergerakan alat berat dan kondisi alami lahan. Fenomena yang terjadi di Kecamatan Tobadak pada Sabtu, 2 November lalu itu belakangan viral melalui media sosial.

"Bukti likuefaksi, pada video itu, terlihat adanya gelembung-gelembung di air. Artinya ada peningkatan air pori juga," katanya kepada Tempo, Senin, 4 November 2024.

Bila dilihat dari isi video yang tersebar, termasuk yang diunggah ulang oleh akun Instagram explore_sulawesibarat, likuifaksi itu terjadi di sebuah jalan di perkebunan Desa Saloadak. Sekitar pukul 15.30 waktu setempat, pada hari kejadian, sebuah ekskavator yang sedang menggali tanah di situ seketika tenggelam.

Lahan yang digali terlihat menjadi encer dan berwarna coklat. Direkam oleh warga lokal, tanah di sekitarnya lokasi penggalian tadi juga ikut longsor dan tertarik.

Menurut Sumartini, fenomena itu disebut sebagai lateral spreading. "Salah satu pemicunya adalah likuefaksi yang berjenis statis," kata dia. Insiden ini bisa ditemukan pada tanah yang materialnya bersifat granular atau berbutir seperti pasir.

Advertising
Advertising

Dengan kata lain, lahan penggalian itu kemungkinan berupa lanau berpasir. Dugaan ini kian meyakinkan karena jalan perkebunan itu tampak seperti cekungan. Sumartini menduga geologi Desa Saoladak dipenuhi sedimen tertier. “Bisa juga berupa tanah volkanik,” tuturnya.

Adapun Dosen Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung, Imam Achmad Sadisun, menyebut kejadian itu bukan likuifaksi yang didahului oleh gempa. Artinya, insiden di Mamuju Tengah tidak persis seperti likuifaksi yang pernah terjadi di Palu pada Oktober 2018

"Saya melihat itu bisa jadi karena longsoran biasa, dengan mekanisme gelinciran lumpur (mud-slide)," ujarnya kepada Tempo.

Petugas Pusat Data dan Informasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Mamuju Tengah, Rezky, menyatakan ada tiga hal yang bisa memicu likuifaksi tersebut, yaitu kondisi lahan gambut, pengerjaan jalan oleh alat berat, serta genangan air di musim hujan.

"Sebelum kejadian sudah hujan," ujarnya.

Setelah diperiksa, tim BPBD Mamuju Tengah Tanah memastikan tanah yang “tenggelam” di Desa Saloadak berjenis gambut. Daerah itu juga langganan banjir ketika musim hujan. Akibat kejadian itu, akses warga lokal menuju perkebunan masih terputus.

Pilihan Editor: Pemda Yogyakarta Tetapkan Kasus Gondongan sebagai Kejadian Luar Biasa, Warga Diimbau Tak Terjebak Mitos

Berita terkait

BMKG: Cuaca Hujan Merata di Jabodetabek Masih Akan Bertahan Beberapa Hari

2 hari lalu

BMKG: Cuaca Hujan Merata di Jabodetabek Masih Akan Bertahan Beberapa Hari

Peneliti BRIN ungkap permintaan kewaspadaan yang sama untuk hujan merata di Jabodetabek 2-3 hari ke depan, tapi berbeda penyebab.

Baca Selengkapnya

3 Faktor Penyebab Hujan Lebat di Jabodetabek Hari Ini Menurut Peneliti BRIN

2 hari lalu

3 Faktor Penyebab Hujan Lebat di Jabodetabek Hari Ini Menurut Peneliti BRIN

Hujan yang terjadi hari ini tidak didukung oleh monsoon Asia yang kuat yang biasa identik dengan datangnya musim hujan di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Cuaca Panas Pekan Terakhir Oktober, Suhu Udara Kembali Tembus 38 Derajat

3 hari lalu

Cuaca Panas Pekan Terakhir Oktober, Suhu Udara Kembali Tembus 38 Derajat

Berdasarkan data BMKG, cuaca panas meningkat di antaranya di Surabaya pada akhir Oktober.

Baca Selengkapnya

Cuaca Panas dan Kering Saat Ini Diperkirakan Sampai Pertengahan November

4 hari lalu

Cuaca Panas dan Kering Saat Ini Diperkirakan Sampai Pertengahan November

Peneliti BRIN jelaskan sebab cuaca panas dan terik di Indonesia saat ini karena maraknya siklon tropis di utara Indonesia. Awal musim hujan tertunda.

Baca Selengkapnya

Ini Kata Peneliti BRIN soal Pentingnya Pelestarian Motif Megalitik Tutari Papua

5 hari lalu

Ini Kata Peneliti BRIN soal Pentingnya Pelestarian Motif Megalitik Tutari Papua

Peneliti BRIN menekankan pentingnya pelestarian motif Megalitik Tutari sebagai sumber inspirasi seni kontemporer Papua.

Baca Selengkapnya

Tips dari Henra yang Lulus S2 Tercepat dan Cum Laude dari UGM

5 hari lalu

Tips dari Henra yang Lulus S2 Tercepat dan Cum Laude dari UGM

Lewat program fast-track, Henra berhasil lulus dari Program Studi Magister Bioteknologi UGM hanya dalam waktu setahun.

Baca Selengkapnya

BRIN Ungkap Indeks Pelembagaan Partai Politik: PKS Terlembaga Dibanding Parpol Lain

6 hari lalu

BRIN Ungkap Indeks Pelembagaan Partai Politik: PKS Terlembaga Dibanding Parpol Lain

Tim riset partai politik (parpol) BRIN melaporkan hasil riset mengenai "Indeks Pelembagaan Partai Politik di Indonesia".

Baca Selengkapnya

BRIN dan Pemkot Semarang Olah Sampah Plastik Jadi Bahan Bakar Petasol Setara Solar

6 hari lalu

BRIN dan Pemkot Semarang Olah Sampah Plastik Jadi Bahan Bakar Petasol Setara Solar

Petasol memanfaatkan limbah plastik yang mengotori sungai dan irigasi menjadi bahan bakar alternatif ramah lingkungan.

Baca Selengkapnya

Respons BRIN Soal Isu Tumpang Tindih Kewenangan dengan Kemendiktisaintek

7 hari lalu

Respons BRIN Soal Isu Tumpang Tindih Kewenangan dengan Kemendiktisaintek

Apa kata BRIN?

Baca Selengkapnya

Studi Queer Relief Karmawibhangga di Candi Borobudur: Bukan Gambar Bertapa Biasa

8 hari lalu

Studi Queer Relief Karmawibhangga di Candi Borobudur: Bukan Gambar Bertapa Biasa

Tim peneliti dari BRIN dan lainnya menantang hasil penelitian sebelumnya di Candi Borobudur oleh arkeolog Belanda yang juga gunakan metodologi queer.

Baca Selengkapnya