TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti di Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, BRIN, Erma Yulihastin, menerangkan penyebab hujan intensitas sedang-lebat yang terjadi luas di Jabodetabek pada hari ini, Sabtu 2 November 2024. Hujan dengan skala yang cukup luas ini kembali terjadi setelah sepanjang Oktober lalu dominan cuaca panas dan kering.
Menurut Erma, hujan di Jakarta hari ini terpantau memiliki intensitas 80 mm perjam. Hujan yang disertai petir dan angin kencang tersebut diturunkan dari sistem awan skala luas yang terbentuk di selatan Indonesia, dari Sumatera hingga Nusa Tenggara. "Terutama (sistem awan) di wilayah pesisir yang berhadapan dengan Laut Jawa," katanya menerangkan, Sabtu sore.
Profesor bidang klimatologi ini menambahkan, sistem awan skala luas seperti itu dapat bertahan hingga sepekan mendatang. Erma menunjuk tiga faktor utama di baliknya, yakni, yang pertama, pemanasan suhu permukaan laut di Laut Jawa dekat pesisir utara dan Samudera Hindia.
Pemanasan permukaan Laut Jawa disebutnya 1,5 derajat Celsius di atas normal. Sedangkan pemanasan di Samudera Hindia antara 1,7-2,0 derajat. "Pemanasan ini menyebabkan penguapan dapat terjadi secara maksimal dan masih pada skala yang luas yang berperan penting dalam membentuk sistem awan menjadi meluas," kata dia.
Peta hujan intensitas sedang-lebat yang sedang terjadi di Jabodetabek pada Sabtu siang ini, 2 November 2024, (coklat) dan potensi perluasannya (kuning) menurut peringatan dini cuaca BMKG. Dok. BMKG
Faktor kedua adalah aktivitas gelombang Rossby yang menguat di atas wilayah tenggara Indonesia. Gelombang Rossby inilah, menurut Erma, yang menyebabkan hujan kini juga sedang intensif terjadi di Bali, Lombok, Sumbawa, dan Nusa Tenggara Timur.
Faktor utama ketiga adalah pembentukan mesovorteks di Samudera Hindia dekat pesisir barat Lampung. Menurutnya, mesovorteks turut mempengaruhi maraknya aktivitas badai squall line yang terbentuk di atas laut sebelah barat laut Jawa bagian barat.
Squall line yang berpola memanjang dari laut ke darat itu disebutnya, "Menyuplai hujan dari Samudera Hindia menuju Jawa bagian barat." Sedangkan pola angin yang membentuk geser angin (windshear) akibat aktivitas squall line tersebut yang berpotensi memicu pembentukan fenomena cuaca ekstrem hujan badai dan angin kencang.
Meskipun demikian, Erma menegaskan, hujan yang terjadi hari ini tidak didukung oleh monsoon Asia yang kuat yang biasa identik dengan datangnya musim hujan di Indonesia. Hujan, karenanya, belum sepenuhnya konsisten dan seragam. Sebaliknya, bersifat sporadik dan acak.
Pilihan Editor: Ke Rutan Tangerang, 114 Taruna Politeknik Ilmu Pemasyarakatan Belajar Ilmu Kewirausahaan