Lompatan Felix Baumgartner dari Ketinggian 36 Km

Reporter

Editor

Selasa, 6 April 2010 07:32 WIB

Felix Baumgartner melompat dari ketinggian 36,6 kilometer di atas permukaan bumi.

TEMPO Interaktif, Jakarta - Felix Baumgartner tak perlu banyak berlatih soal terjun bebas. Dia telah melompat dari dua bangunan tertinggi di dunia, termasuk patung Kristus Penebus di Rio de Janeiro, yang disebutnya sebagai rekor terjun payung dari ketinggian terendah.


Dia juga telah melakukan terjun payung melintasi Selat Inggris. Selain itu, ia pernah terjun ke dalam gua gelap sedalam 190 meter, yang dianggapnya sebagai lompatan tersulit sepanjang kariernya.


Namun kini Fearless Felix--begitu para penggemarnya menyebut dia--menghadapi lompatan yang jauh lebih sulit, yaitu melompat dari sebuah balon helium yang terbang hingga ke stratosfer, pada ketinggian minimal 36,6 kilometer di atas permukaan bumi.
Berdasarkan kalkulasi yang dilakukannya, Felix memperkirakan dalam waktu setengah menit, dia akan mencapai kecepatan 1.110 kilometer per jam. Itu berarti dia akan menjadi penerjun payung pertama yang akan memecahkan kecepatan suara. Setelah terjun bebas selama lima setengah menit, parasutnya akan mengembang dan mendaratkannya kembali ke bumi.


Paling tidak begitulah rencana yang dirancang oleh Baumgartner dan tim Red Bull Stratos, yang mensponsori lompatan itu. Sesungguhnya tak ada yang tahu pasti apa yang akan terjadi pada Felix ketika tubuhnya harus menghadapi gelombang guncangan pada saat melampaui kecepatan suara.


Lompatan supersonik yang diperkirakan berlangsung dalam beberapa bulan mendatang itu akan memecahkan salah satu rekor terawet dalam dunia penerbangan. Selama 50 tahun, tak ada manusia yang bisa melampaui rekor yang ditorehkan oleh Joe Kittinger dalam Project Excelsior Angkatan Udara Amerika Serikat, bahkan Victor Prather, anggota Angkatan Laut Amerika Serikat yang berusaha memecahkan rekor itu, harus kehilangan nyawanya.

Advertising
Advertising


Pada 1960, Kittinger, yang saat itu berusia 32 tahun dan menjadi pilot Angkatan Udara Amerika, melompat dari balon yang mengudara setinggi 31.333 meter di atas Gurun New Mexico. Kittinger, yang kini telah berusia 81 tahun, juga bergabung dalam tim Red Bull Stratos.


"Selama 50 tahun, saya telah menerima telepon dari seluruh dunia: orang ingin memecahkan rekor saya," kata Kittinger. "Sekali dalam sebulan, kadang dua kali sebulan. Tapi saya diam saja karena mereka tak punya gagasan tentang tantangan apa yang mereka hadapi. Hal yang menarik saya pada Red Bull adalah pendekatan metodologis pada keselamatan dan manfaat ilmiahnya."


Lebih dari 30 veteran Badan Antariksa Amerika (NASA), angkatan udara, dan industri antariksa telah bekerja sama selama tiga tahun untuk merencanakan lompatan supersonik itu, termasuk membuat balon dan kapsul bertekanan, serta seperangkat setelan astronaut untuk Baumgartner. Tak semata-mata bertujuan memecahkan rekor, mereka juga mengadakan riset psikologis dan mengembangkan prosedur bagi astronaut di masa depan, ketika menghadapi hilangnya tekanan kabin atau situasi darurat di stratosfer.


Salah satu masalah besar yang harus diatasi adalah menghindari masalah yang hampir merenggut nyawa Kittinger dalam Project Excelsior. Waktu itu lompatannya seharusnya distabilkan oleh sebuah parasut kecil. Tetapi dalam sebuah latihan, parasut itu tak terbuka, karena talinya membelit leher Kittinger.


Akibatnya, tubuh Kittinger berputar hingga 120 putaran per menit ketika dia jatuh lebih dari 18,2 kilometer. Dia pingsan dan kesadarannya baru pulih setelah parasut cadangannya secara otomatis terkembang sekitar 1,6 kilometer di atas permukaan bumi.


Belajar dari pengalaman Kittinger, Baumgartner berharap dapat tetap stabil dan sadar sepanjang lompatan tanpa harus mengandalkan parasut drogue untuk mengurangi efek gesekan. Dia berencana menghindari kemungkinan berputar dengan menyesuaikan sudut tubuh dan menjaga kedua lengannya tetap berada di samping.


Teknik menstabilkan diri ini mungkin telah dikuasai luar-dalam oleh seorang pakar seperti Baumgartner, 41 tahun, mantan penerjun Austrian Special Forces dan telah 2.500 kali terjun dari pesawat, tebing, dan gedung tinggi. Namun keterampilan saja tidak cukup untuk melindungi dirinya dari kondisi nyaris hampa udara dan temperatur membekukan di stratosfer, dan dia membutuhkan setelan bertekanan serta sebuah helm dengan pengunci khusus.


Baumgartner telah mencoba mengenakan semua perlengkapan itu dalam sebuah terowongan angin di Perris, California, untuk menguji apakah perlengkapan itu tak mengganggu gerakan manuvernya. Untuk memastikan keselamatan pria Austria itu, tim sains Red Bull Stratos memasok oksigen ke dalam helmnya dan menempelkan peralatan untuk merekam denyut jantung ke dada Baumgartner, serta memasang satelit GPS untuk melacak posisinya. Sebuah pemanas khusus digunakan untuk visor helm agar mencegah timbulnya kabut.


Pada saat dikenakan, setelan itu dikembungkan mencapai tekanan 0,2 kilogram per sentimeter persegi. Baumgartner terlihat seperti tokoh Incredible Hulk versi robot, yang membuatnya sulit berjalan. Namun begitu terapung di udara karena tiupan blower 209 kilometer per jam, dia berhasil mempertahankan posisi anak panah. "Memang sulit, tapi bisa dilakukan," kata Baumgartner. "Sekarang saya yakin bisa menangani pakaian ini dalam terjun bebas biasa, bukan melampaui kecepatan suara. Tetapi begitu pindah dari subsonik menjadi transonik dan mencapai supersonik, kami tak yakin apa yang bakal terjadi."


Sejumlah pesawat terbang telah melampaui batas kecepatan suara, namun belum ada manusia yang mencapai kecepatan transonik, kata Art Thompson, Direktur Teknis Proyek Red Bull Stratos, dan mantan insinyur Northrop, yang mengerjakan pesawat pengebom siluman B-2. "Tubuh manusia berbeda dengan permukaan keras atau bentuk balistik," katanya. "Anda menghadapi helm bulat dan lengan serta kaki yang mencuat keluar, dan segala sesuatu berlangsung pada waktu berbeda. Bagian tubuh Anda mungkin telah mencapai supersonik, sedangkan lainnya belum, menyebabkan gelombang tidak beraturan menarik ke belakang dan ke depan."


Tak ada yang tahu apakah gelombang itu berbahaya bagi tubuh, maupun peluangnya menciptakan turbulensi yang berbahaya. "Kami tak tahu apa yang akan terjadi pada Felix dan setelan itu ketika dia mencapai kecepatan supersonik," kata Mike Todd, insinyur Stratos lain yang menangani setelan high-altitude bagi pilot pesawat pengintai Angkatan Udara Amerika. "Felix bisa saja menembusnya, tapi jika sebagian setelan itu supersonik dan sebagian lainnya belum, mungkin akan terjadi turbulensi yang bakal membuatnya kehilangan kendali."
Risiko semacam itulah yang menjadi salah satu alasan mengapa rekor Kittinger tetap tak terpecahkan hingga setengah abad.

| TJANDRA DEWI | BULLSTRATOS | EAA | NYTIMES

Berita terkait

Jokowi Kesal Indonesia Banjir Impor Perangkat Teknologi: Kenapa Kita Diam?

1 hari lalu

Jokowi Kesal Indonesia Banjir Impor Perangkat Teknologi: Kenapa Kita Diam?

Jokowi mengatakan CEO dari perusahaan teknologi global, yakni Tim Cook dari Apple dan Satya Nadela dari Microsoft telah bertemu dengan dia di Jakarta.

Baca Selengkapnya

Terkini: OJK Beri Tips Kelola Keuangan untuk Emak-emak, Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah Teknologi Cina di Kalimantan Tengah

15 hari lalu

Terkini: OJK Beri Tips Kelola Keuangan untuk Emak-emak, Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah Teknologi Cina di Kalimantan Tengah

Kepala Eksekutif OJK Friderica Widyasari Dewi memberikan sejumlah tips yang dapat diterapkan oleh ibu-ibu dalam menyikapi isi pelemahan rupiah.

Baca Selengkapnya

Luhut Gandeng Cina Kembangkan Teknologi Penanaman Padi di Kalteng: Tinggal Cari Partner Lokal

16 hari lalu

Luhut Gandeng Cina Kembangkan Teknologi Penanaman Padi di Kalteng: Tinggal Cari Partner Lokal

Luhut Pandjaitan menyatakan bahwa Cina bersedia turut memberikan teknologi padinya ke Indonesia

Baca Selengkapnya

Fakta Kereta Cepat Jakarta-Surabaya, Digagas SBY dan Batal Libatkan Jepang

17 hari lalu

Fakta Kereta Cepat Jakarta-Surabaya, Digagas SBY dan Batal Libatkan Jepang

Gagasan kereta cepat Jakarta-Surabaya muncul pada 2008, awalnya Indonesia menggandeng Jepang

Baca Selengkapnya

Dubes Jose: Rusia Mitra Tepat untuk Kembangkan PLTN di Indonesia

40 hari lalu

Dubes Jose: Rusia Mitra Tepat untuk Kembangkan PLTN di Indonesia

BUMN energi nuklir Rusia, Rosatom, telah sejak lama menawarkan kerja sama pengembangan PLTN ke Indonesia

Baca Selengkapnya

Login ke Telegram Bisa Tanpa Sinyal, Waspadai Bahayanya

43 hari lalu

Login ke Telegram Bisa Tanpa Sinyal, Waspadai Bahayanya

Skema login baru membuat Telegram bisa diakses di luar daerah bersinyal. Namun, di baliknya ada risiko peretasan.

Baca Selengkapnya

Grab Jadi Perusahaan Teknologi Pertama yang Peroleh Sertifikasi Kepatuhan Persaingan Usaha dari KPPU

43 hari lalu

Grab Jadi Perusahaan Teknologi Pertama yang Peroleh Sertifikasi Kepatuhan Persaingan Usaha dari KPPU

KPPU memberikan Sertifikat Penetapan Program Kepatuhan Persaingan Usaha kepada PT Grab Teknologi Indonesia atau Grab.

Baca Selengkapnya

10 Rekomendasi Laptop Rp 3 Jutaan Terbaru dengan Fitur Lengkap

44 hari lalu

10 Rekomendasi Laptop Rp 3 Jutaan Terbaru dengan Fitur Lengkap

Berikut ini deretan rekomendasi laptop Rp3 jutaan dengan fitur lengkap dari berbagai merek, mulai dari Asus, Axioo, HP, hingga Lenovo.

Baca Selengkapnya

Pegiat Teknologi: Notion Mudahkan Tugas dan Proyek

48 hari lalu

Pegiat Teknologi: Notion Mudahkan Tugas dan Proyek

Kemampuan Notion terlihat dalam kesanggupannya menyediakan lingkungan kerja yang terintegrasi.

Baca Selengkapnya

Masih Pakai Kuli Panggul, Ombudsman Minta Bulog Adopsi Teknologi untuk Percepat Bongkar Muat

53 hari lalu

Masih Pakai Kuli Panggul, Ombudsman Minta Bulog Adopsi Teknologi untuk Percepat Bongkar Muat

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengkritik pengiriman dan bongkar muat beras impor oleh Bulog yang terbilang lama.

Baca Selengkapnya