Manipulasi Sang Koboi Versi ClimateLeaks

Reporter

Editor

Sabtu, 18 Desember 2010 09:58 WIB

Presiden Amerika Barrack Obama dan beberapa kepala negara Eropa di Konferensi Iklim Kopenhagen, Desember 2009.
TEMPO Interaktif, Jakarta - Felipe Calderon, Presiden Meksiko, yang menjadi tuan rumah Konferensi Para Pihak PBB untuk Perubahan Iklim ke-16 atau "The Sixteenth Conference of Party (COP)", dipuji banyak pihak. Orang-orang Meksiko, kata Direktur Kebijakan Perubahan Iklim Conservation International Becky Chaca, mencoba dengan keras mempertahankan suasana terbuka dan merangkul semua pihak. "Di Kopenhagen, ada tekanan dan teks yang ditulis dilakukan di balik pintu tertutup dan tidak semua orang ikut dalam proses itu," kata Becky, mengomentari berakhirnya Konferensi Iklim Cancun pada Sabtu (11/12) dinihari lalu.

Sekretaris Eksekutif Badan PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) Christiana Figueres juga mengakui bahwa Cancun Agreements atau Kesepakatan Cancun lahir dari proses yang transparan dan terbuka yang menguntungkan semua pihak. Konferensi Iklim Cancun ini berlangsung pada 29 November sampai 11 Desember 2010. Christina dari Kosta Rica memang baru enam bulan menjabat Sekretaris UNFCCC. Pada waktu Konferensi Iklim di Kopenhagen Desember 2009, posisi itu dijabat Yvo de Boer dari Belanda.


Tuduhan Becky soal tekan-menekan di Kopenhagen memang beralasan setelah situs WikiLeaks membocorkan kawat-kawat diplomatik pemerintah Amerika Serikat pekan lalu. Pada 31 Juli 2009, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat mengirim kawat rahasia kepada diplomatnya agar mengincar diplomat negara lain yang bertugas di PBB, termasuk yang menangani perubahan iklim.
Kawat itu berasal dari CIA dengan maksud melihat posisi dan tawaran negara-negara pihak menjelang Konferensi Kopenhagen. Para diplomat diperintahkan mengincar rancangan traktat dan kesepakatan yang akan disetujui.

Situs WikiLeaks membeberkan kawat-kawat diplomatik menjelang Konferensi Kopenhagen berakhir hingga Februari 2010. Konferensi itu sendiri menghasilkan Copenhagen Accord, yang ditolak dua pertiga negara. Kesepakatan itu dibuat setelah kedatangan Presiden Barrack Obama di Kopenhagen.

Tuan rumah Denmark hanya mengundang Obama serta beberapa kepala negara di Eropa dan lainnya untuk merumuskan Copenhagen Accord. Ketika dibawa ke sidang pleno, konsep itu ditolak Venezuela, Bolivia, dan sejumlah negara lain. Sebelumnya, memasuki pekan kedua Konferensi Kopenhagen, beredar dokumen yang berisi hasil kesepakatan. Dokumen yang bocor ini kabarnya dibuat Denmark dan beberapa negara maju lainnya.

Berdasarkan bocoran kawat diplomatik soal iklim atau ClimateLeaks, rupanya beberapa negara yang hadir di Kopenhagen berhasil dibujuk untuk sebuah kesepakatan dengan iming-iming bantuan US$ 30 miliar.
Lalu dua minggu setelah Konferensi Kopenhagen, Menteri Luar Negeri Maladewa Ahmed Shaheed menulis surat kepada sejawatnya, Hillary Clinton. Dia mengekspresikan keinginan untuk mendukung kesepakatan.

Pada 23 Februari 2010, Duta Besar Maladewa yang dirancang untuk posisi AS, Abdul Ghafoor Mohamed, berkata kepada wakil utusan iklim AS, Jonathan Pershing, bahwa negaranya menginginkan "bantuan nyata". Ghafoor mengatakan negara lain kemudian akan tergiur merealisasi "manfaat bantuan yang diraih dengan mengikuti perjanjian" yang dilakukan Maladewa.

Dari kawat pada 11 Februari, Pershing bertemu dengan Ketua Komisi Aksi Iklim Uni Eropa Connie Hedegaard di Brussels, Belgia. Hedegaard (yang menjadi Presiden Konferensi Iklim Kopenhagen) mengatakan negara-negara kecil bisa menjadi sekutu terbaik sehubungan dengan kebutuhan mereka akan bantuan.

Namun mereka berpikir soal cara pencarian bantuan US$ 30 miliar. Hedegaard mengajukan usulan dan bertanya apakah semua bantuan AS berbentuk tunai atau sekadar melakukan "kreativitas akuntansi". Pershing mengatakan, "Para donor harus menyeimbangkan keperluan politik soal bantuan itu dengan kendala ketatnya anggaran negara." Ternyata banyak dari janji bantuan untuk lingkungan itu merupakan pengalihan dari bantuan yang sudah pernah dijanjikan untuk urusan lain.

Kawat lain tertanggal 2 Februari 2009 menceritakan kabar dari Addis Ababa soal pertemuan antara Wakil Menteri Luar Negeri AS Maria Otero dan Perdana Menteri Etiopia Meles Zenawi, yang akan memimpin pertemuan perubahan iklim Uni Afrika.

Kawat rahasia ini ternyata memuat ancaman tegas Abang Sam terhadap Zenawi: "Tanda tangani perjanjian atau diskusi harus berakhir sekarang." Zenawi menjawab bahwa negaranya mendukung kesepakatan, asalkan ada jaminan personal dari Presiden Barack Obama.

Rangkaian kawat itu menunjukkan perilaku koboi ala Amerika Serikat. Negara adidaya yang menolak Protokol Kyoto ini menggunakan janji manis, ancaman, aksi spionase, manipulasi akuntasi, dan perjanjian iklim. Tidak mengherankan jika banyak negara berkembang menyebut Copenhagen Accord sebagai barang haram.

UNTUNG WIDYANTO | THE GUARDIAN

Berita terkait

Amerika Perkuat Infrastruktur Transportasinya dari Dampak Cuaca Ekstrem, Kucurkan Hibah 13 T

5 hari lalu

Amerika Perkuat Infrastruktur Transportasinya dari Dampak Cuaca Ekstrem, Kucurkan Hibah 13 T

Hibah untuk lebih kuat bertahan dari cuaca ekstrem ini disebar untuk 80 proyek di AS. Nilainya setara separuh belanja APBN 2023 untuk proyek IKN.

Baca Selengkapnya

Diskusi di Jakarta, Bos NOAA Sebut Energi Perubahan Iklim dari Lautan

9 hari lalu

Diskusi di Jakarta, Bos NOAA Sebut Energi Perubahan Iklim dari Lautan

Konektivitas laut dan atmosfer berperan pada perubahan iklim yang terjadi di dunia saat ini. Badai dan siklon yang lebih dahsyat adalah perwujudannya.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

9 hari lalu

Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

Peningkatan intensitas hujan di Dubai terkesan tidak wajar dan sangat melebihi dari prediksi awal.

Baca Selengkapnya

5 Hal Banjir Dubai, Operasional Bandara Terganggu hingga Lumpuhnya Pusat Perbelanjaan

9 hari lalu

5 Hal Banjir Dubai, Operasional Bandara Terganggu hingga Lumpuhnya Pusat Perbelanjaan

Dubai kebanjiran setelah hujan lebat melanda Uni Emirat Arab

Baca Selengkapnya

Maret 2024 Jadi Bulan ke-10 Berturut-turut yang Pecahkan Rekor Suhu Udara Terpanas

14 hari lalu

Maret 2024 Jadi Bulan ke-10 Berturut-turut yang Pecahkan Rekor Suhu Udara Terpanas

Maret 2024 melanjutkan rekor iklim untuk suhu udara dan suhu permukaan laut tertinggi dibandingkan bulan-bulan Maret sebelumnya.

Baca Selengkapnya

Aktivis Greta Thunberg Ditangkap Dua Kali Saat Unjuk Rasa di Belanda

20 hari lalu

Aktivis Greta Thunberg Ditangkap Dua Kali Saat Unjuk Rasa di Belanda

Aktivis Greta Thunberg ditangkap lagi setelah dibebaskan dalam unjuk rasa menentang subsidi bahan bakar minyak.

Baca Selengkapnya

Curah Hujan Tinggi di Bogor, Ahli Meteorologi IPB Ungkap Fakta Ini

23 hari lalu

Curah Hujan Tinggi di Bogor, Ahli Meteorologi IPB Ungkap Fakta Ini

Setidaknya ada tiga faktor utama yang menyebabkan curah hujan di Kota Bogor selalu tinggi. Namun bukan hujan pemicu seringnya bencana di wilayah ini.

Baca Selengkapnya

Green Day akan Tampil di Panggung Konser Iklim

27 hari lalu

Green Day akan Tampil di Panggung Konser Iklim

Grup musik punk Green Day akan tampil dalam konser iklim global yang didukung oleh PBB di San Francisco

Baca Selengkapnya

Komnas HAM Minta Pemerintah Segera Tindak Lanjuti Rekomendasi Komite HAM PBB

28 hari lalu

Komnas HAM Minta Pemerintah Segera Tindak Lanjuti Rekomendasi Komite HAM PBB

Komnas HAM apresiasi kesimpulan dan rekomendasi Komite HAM PBB. Meminta pemerintah implementasi kebijakan dan pelaksanaan di pusat serta daerah

Baca Selengkapnya

Jakarta dan Banten Masuki Puncak Kemarau pada Agustus 2024, Mundur Akibat Gejolak Iklim

32 hari lalu

Jakarta dan Banten Masuki Puncak Kemarau pada Agustus 2024, Mundur Akibat Gejolak Iklim

Jakarta dan Banten diperkirakan memasuki musim kemarau mulai Juni mendatang, dan puncaknya pada Agustus. Sedikit mundur karena anomali iklim.

Baca Selengkapnya