TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis Greenpeace Teguh Surya menuturkan kiamat akan terjadi di tahun 2030. Ia mengatakan ini berdasarkan prediksi Intergovernmental Panel on Climate untuk membatasi konsentrasi CO2 penyebab efek rumah kaca. Tanpa pembatasan, kadar CO2 akan menjadi 450 ppm pada 2030.
“Akibatnya suhu bumi akan semakin memanas, akan ada kenaikan permukaan air laut, wabah penyakit, badai dan topan semakin sering terjadi, efeknya mungkin akan seperti kiamat,” kata Teguh ketika dihubungi Selasa, 25 Desember 2012.
Menurut Teguh, penyebab meningkatnya karbon dioksida karena berkembangnya penggunaan fosil, meningkatnya populasi manusia, meningkatnya pola konsumsi, dan terjadinya perubahan tata guna lahan. Jika dibiarkan terus-menerus, suhu bumi akan meningkat 2-4 derajat Celsius pada 2030. Es di dua kutub akan mencair dan tinggi air laut akan meningkat.
“Kemungkinan 90 persen wilayah Jakarta tenggelam,” kata Teguh. Wilayah pesisir dihajar air, Teguh menjelaskan, termasuk negara-negara kecil di Samudra Pasifik. Masyarakat harus pindah karena tanahnya akan tenggelam. Ia juga memperkirakan wabah malaria dan demam berdarah meluas dan akan muncul penyakit-penyakit baru, terutama di Indonesia sebagai negara tropis.
Teguh memperkirakan, saat itu perekonomian akan kolaps. Cuaca yang ekstrem membuat para nelayan dan petani merugi. Negara industri juga akan mengalami risiko kerugian karena sering terjadi badai dan topan. “Negara yang tidak punya duit, akan sulit pulihnya,” kata Teguh.
Menurut Teguh, untuk memperlambat pemanasan global harus dilakukan tindakan secepat mungkin. Caranya dengan meminimalisasi munculnya emisi gas rumah kaca yang kebanyakan bersumber dari transportasi, pembakaran hutan, dan gas buang industri.
Selain itu, pemerintah juga seharusnya merencanakan pembangunan berbasis lingkungan. “Selama ini pemerintah tidak punya perencanaan adaptasi terhadap perubahan iklim,” kata Teguh.
SUNDARI
Berita terpopuler lainnya:
Bumi Akan Gelap Total Selama 3 Hari?
FPI Patroli Amankan Natal
Ruhut: Putra Ibas Lanjutkan Trah Yudhoyono
Berita terkait
KKP Tangkap Kapal Alih Muatan Ikan Ilegal, Greenpeace Desak Pemerintah Hukum Pelaku dan Ratifikasi Konvensi ILO 188
19 jam lalu
Greenpeace meminta KKP segera menghukum pelaku sekaligus mendesak pemerintah untuk meratifikasi Konvensi ILO 188 tentang Penangkapan Ikan.
Baca SelengkapnyaGreenpeace Apresiasi KKP Tangkap Kapal Transhipment dan Mendesak Usut Pemiliknya
1 hari lalu
Greenpeace Indonesia mengapresiasi langkah KKP yang menangkap kapal ikan pelaku alih muatan (transhipment) di laut.
Baca SelengkapnyaKepala OIKN Klaim Pembangunan IKN Bawa Manfaat untuk Semua Pihak, Bagaimana Faktanya?
16 hari lalu
Kepala Badan Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Bambang Susantono klaim bahwa pembangunan IKN akan membawa manfaat bagi semua pihak.
Baca SelengkapnyaPenggemar K-Pop Minta Hyundai Mundur dari Investasi penggunaan PLTU di Kalimantan
21 hari lalu
Penggemar K-Pop global dan Indonesia meminta Hyundai mundur dari investasi penggunaan PLTU di Kalimantan Utara.
Baca SelengkapnyaTerpopuler: Grab Evaluasi SOP Pelayanan Buntut Kasus Pemerasan, Pesawat Jet Pribadi Harvey Moeis untuk Sandra Dewi
29 hari lalu
Terpopuler: Grab Indonesia evaluasi SOP pelayanan buntut kasus pemerasan, deretan barang mewah dari Harvey Moeis untuk artis Sandra Dewi.
Baca SelengkapnyaKomitmen Iklim Uni Eropa Dipertanyakan, Kredit Rp 4 Ribu Triliun Disebut Mengalir ke Perusak Lingkungan
31 hari lalu
Sinarmas dan RGE disebut di antara korporasi penerima dana kredit dari Uni Eropa itu dalam laporan EU Bankrolling Ecosystem Destruction.
Baca SelengkapnyaRp 19.842 triliun Kredit Global ke Grup Perusahaan Berisiko Iklim, Ada RGE dan Sinarmas
31 hari lalu
Walhi dan Greenpeace Indonesia mengimbau lembaga keuangan tidak lagi mendanai peruhasaan yang terlibat perusakan lingkungan dan iklim.
Baca SelengkapnyaPulau Balang Tidak Masuk IKN, Otorita Klaim Lebih mudah Jaga Dugong dan Pesut
32 hari lalu
Tetap saja pembangunan IKN dinilai akan membuat tekanan terhadap habitat satwa liar. Dan bukan hanya dugong dan pesut, tapi 23 spesies.
Baca SelengkapnyaKajian Peneliti BRIN Ihwal Kekeringan Ekstrem di Kalimantan, Greenpeace: Dipicu Deforestasi
38 hari lalu
Wilayah yang paling terdampak risiko kekeringan ekstrem, adalah Ibu Kota Negara atau Nusantara.
Baca SelengkapnyaAda Dua Gerhana Saat Ramadan 2024, Pertanda Apa?
39 hari lalu
BRIN mengungkapkan akan terjadi dua jenis gerhana di bulan Ramadan kali ini, pertanda apa?
Baca Selengkapnya