TEMPO.CO, Jakarta - Awan cirrus, merupakan gumpalan awan tipis yang menutupi hampir sepertiga bumi. Sebagian besar terbentuk dari debu mineral dan aerosol logam, menurut studi yang dilakukan selama sembilan tahun oleh tim interdisipliner dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), dan lain lain.
Dalam penelitian itu, untuk mengumpulkan data, tim menggunakan instrumen yang diletakkan di moncong pesawat. Termasuk spektometer massa partikel dan pengumpul partikel. Pesawat itu kemudian terbang melintasi awan. Partikel es akan mengalir melalui lubang khusus yang akan mencair dan menjadi butiran. Lalu butiran dianalisis untuk mengidentifikasi ukuran dan komposisinya.
Ilmuwan memprediksi bahwa konsentrasi debu mineral akan lebih tinggi pada masa yang akan datang. Hal ini akibat lingkungan yang semakin gersang, minimnya lahan hijau dan berubahnya curah hujan disebabkan aktifitas manusia.
Berubahnya formasi awan Cirrus merupakan bukti lain dari aktifitas manusia yang mencemari alam. Cziczo dan tim menemukan kandungan seng dan tembaga yang tinggi pada awan tersebut. "Seng dan tembaga adalah partikel logam yang berasal dari aktifitas industri seperti peleburan dan pembakaran elektronik di ruang terbuka," kata Cziczo
Menurut Karl Froyd dari NOAA, keadaan ini membuat kita sulit untuk mengetahui perubahan iklim secara akurat.
5 Fakta menarik Hot Dog, Dibawa ke Luar Angkasa hingga Harga Mencapai Puluhan Juta
3 hari lalu
5 Fakta menarik Hot Dog, Dibawa ke Luar Angkasa hingga Harga Mencapai Puluhan Juta
Sebagai makanan cepat saji yang populer, hot dog memiliki bulan perayaan nasional. Untuk merayakannya sebuah restoran di New York menjual hot dog seharga 37 juta rupiah