Studi Terbaru Ungkap Bermacam Efek Buruk Ganja
Editor
Mahardika Satria hadi
Rabu, 8 Oktober 2014 16:55 WIB
TEMPO.CO, Queensland - Menurut studi terbaru, orang-orang yang mengemudi di bawah pengaruh ganja dua kali lipat lebih berisiko mengalami kecelakaan. Satu dari sepuluh orang pengguna ganja mengalami ketergantungan dan perbandingan tersebut makin bertambah. Penggunaan ganja menjadi semakin umum dalam beberapa tahun terakhir.
Selain ketergantungan ganja, studi ini juga merangkum efek obat pada kesehatan dan kesejahteraan manusia dalam dua dekade terakhir. "Kami memeriksa bukti-bukti ilmiah tentang efek ganja sepanjang 1993-2013," kata Wayne Hall, Direktur Pusat Studi Penyalahgunaan Obat di Kalangan Remaja University of Queensland, Australia, seperti dikutip dari Livescience, Rabu, 8 Oktober 2014.
Hall mengungkapkan, remaja yang menggunakan ganja secara teratur dua kali atau lebih mengalami dampak negatif pada kualitas pendidikannya. Mereka akan mengalami gangguan pengalaman kognitif dan psikologis. Studi ini diterbitkan di jurnal Addiction edisi 6 Oktober 2014. (Baca juga: BNN: Mayoritas Pengguna Ganja Orang Desa)
Hanya, satu poin dalam studi ini yang masih menjadi perdebatan adalah apakah penggunaan ganja secara teratur akan mengarahkan pada penggunaan obat lain atau tidak. Hall memang sempat menyinggung hal tersebut dalam tulisannya. "Tapi hubungannya masih kecil," ujarnya.
Menurut Hall, risiko overdosis fatal dari pemakaian ganja--atau dikenal juga dengan sebutan kanabis--memang sangat kecil. Selama ini pun tak ada laporan kematian akibat overdosis ganja. Namun, terdapat laporan kesehatan tentang kematian akibat masalah jantung pada pria muda, yang tampaknya disebabkan oleh ganja. (Baca juga: Boediono: Negara Bisa Hancur karena Opium)
Selanjutnya: Benarkah ganja bisa jadi obat?
<!--more-->
"Persepsi ganja sebagai obat yang aman adalah reaksi yang salah terhadap sejarah," kata Hall. Di luar itu, ia menambahkan, ganja memang tak berbahaya bila dibandingkan dengan obat-obatan terlarang lainnya, seperti amfetamin, kokain, dan heroin.
Meski begitu, Hall melanjutkan, penggunaan ganja secara rutin bisa membawa beberapa risiko yang sama dengan alkohol. Di antaranya, risiko kecelakaan, ketergantungan, dan gangguan psikosis. Dalam laporannya, Hall juga menulis bahwa mengisap ganja turut meningkatkan risiko terkena serangan jantung.
Penggunaan ganja dua kali sehari akan melipatgandakan risiko gejala psikotik dan gangguan berpikir, seperti halusinasi dan delusi. Kasus tersebut terjadi pada tujuh orang dari non-pemakai rutin dan empat belas orang dari pemakai rutin.
Mayoritas dari 50 ribu lebih laki-laki muda pengguna ganja di Swedia menyatakan telah memakai ganja 10 kali atau lebih sejak berusia 18 tahun. Mereka didiagnosis akan mengalami skizofrenia dalam 15 tahun ke depan.
Para ilmuwan yang melakukan studi ini berpendapat, terdapat variabel lain dari penggunaan ganja di tempat kerja yang juga memicu risiko merusak kesehatan mental. Dalam studi ini, para peneliti memperkirakan 13 persen kasus skizofrenia terdiagnosis dapat dicegah jika seluruh penggunaan ganja diturunkan.
Pemakaian ganja oleh wanita hamil juga berdampak buruk, terutama untuk janin. "Sedikit mengurangi berat badan bayi yang akan lahir," ujar Hall.
Efek euforia dalam ganja berasal dari bahan psikoaktif delta-9-tetrahydrocannabinol--lebih dikenal sebagai THC. Selama 30 tahun terakhir, kandungan THC ganja di Amerika Serikat telah melonjak dari kurang dari 2 persen pada 1980 menjadi 8,5 persen pada 2006. "THC mungkin juga meningkat di negara-negara maju lainnya," kata Hall.
AMRI MAHBUB
Berita Lainnya:
Di Media Sosial, Julia Perez Sindir Syahrini
Diperiksa KPK, Bonaran Ungkap Peran Akbar Tandjung
PPP: 60 Persen Kaki Kami di Koalisi Jokowi