ECCT Bisa Dipakai untuk Paliatif atau Terapi Tambahan  

Reporter

Jumat, 4 Desember 2015 14:00 WIB

REUTERS/Jo Yong-Hak

TEMPO.CO, Surabaya - Doktor alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Sahudi Salim, menyarankan, pemerintah memberikan solusi terhadap alat Electro-Capacitive Cancer Therapy (ECCT) temuan Warsito P. Taruno.

Menurut dia, Pemerintah Indonesia dapat memfasilitasi teknologi ECCT sebagai terapi pasien kanker melalui pendekatan paliatif.

Sahudi menjelaskan, walaupun diperuntukkan bagi mereka yang harapan hidupnya tipis, alat itu setidaknya dapat meningkatkan kualitas hidup mereka menjelang kematian. “Mungkin akhirnya meninggal, tapi menambah kualitas hidup mereka. Bahkan tidak jarang yang semula divonis tinggal 3 bulan, bisa bertahan sampai 1,5 tahun,” kata Sahudi kepada Tempo di RSUD dr. Soetomo, Surabaya, Kamis, 3 Desember 2015.

ECCT juga bisa digunakan sebagai terapi ajuvan alias terapi pelengkap. Dengan didampingi oleh dokter, pasien kanker dapat menggunakan ECCT sebagai terapi tambahan di samping tindakan medis seperti operasi dan kemoterapi.

“Indonesia bisa belajar kepada Jepang dan Amerika Serikat. Di Jepang, ECCT seperti buatan Warsito digunakan di klinik medis bernama Saisesi Mirai Clinics dengan pendampingan para dokter. Klinik riset itu menggunakan alat terapi kanker ECCT pada pasien jaringan klinik di Tokyo, Osaka, Kyoto, dan Keihan, yang dikelola Dr Toshio Inui. “Pihak Saisei Mirai Clinics sempat menghubungi saya dan membaca hasil disertasi saya soal alat itu. Mereka mengakui penelitian saya, sama-sama dokter jadi cepat mengerti.”

Dalam disertasinya yang berjudul “Mekanisme Kematian Sel Akibat Pajanan Medan Listrik Energi Lemah dengan Frekuensi Menengah” itu, Sahudi membuktikan efek pajanan medan listrik voltase rendah dari alat Electro-Capacitive Cancer Therapy (ECCT) temuan Warsito P. Taruno terhadap kematian tiga macam kultur sel kanker.

Di Amerika Serikat ada Novocure, temuan Yoram Palti. Orang Israel itu difasilitasi dengan diberi tempat khusus menerima pasien kanker. Novocure boleh diterapkan kepada pasien kanker tanpa perlu melalui mekanisme penelitian in vitro dan in vivo. “Sambil menunggu penelitian in vitro dan in vivo, alat ini boleh diterapkan kepada manusia dengan syarat tertentu."

Pasien yang datang rata-rata ialah pasien dengan stadium lanjut yang memiliki angka harapan hidup kecil. “Terapinya dilakukan pada pasien kanker otak jenis glicoblastoma multiforma yang sudah hopeless, yang sudah tidak mempan dengan terapi konvensional.” Alat ini sudah dapat sertifikasi dari Food and Drug Administrations.

Jenis teknologi yang digunakan pun mirip dengan ECCT ala Warsito, yakni menggunakan energi listrik bertegangan rendah, antara 20-40 volt dengan frekuensi menengah antara 100 kHz-300 kHz. "Bedanya, Novocure harus ada kontak langsung, sedangkan ECCT tidak perlu."

ARTIKA RACHMI FARMITA

Berita terkait

JK: Inovasi Itu Bermakna Kalau Bisa Dikomersialkan

28 Agustus 2019

JK: Inovasi Itu Bermakna Kalau Bisa Dikomersialkan

JK mengatakan Indonesia masih memiliki banyak sektor yang berpotensi untuk terus dikembangkan.

Baca Selengkapnya

Kaleidoskop 2017 Sains: Penemuan Baru dan Produk Digital Terhebat

28 Desember 2017

Kaleidoskop 2017 Sains: Penemuan Baru dan Produk Digital Terhebat

Penemuan baru sains tahun ini, dari katak yang menyala di kegelapan hingga pembuktian teori Einstein.

Baca Selengkapnya

Jokowi Ajak Bisnis Startup Indonesia Buat Inovasi Lokal

28 September 2017

Jokowi Ajak Bisnis Startup Indonesia Buat Inovasi Lokal

Jokowi menghadiri acara yang digelar oleh Bubu.com sebagai wujud kepedulian terhadap bisnis startup digital di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Penemuan Patung Kepala Dongkrak Potensi Wisata Umbul Tirtomulyo di Klaten

19 September 2017

Penemuan Patung Kepala Dongkrak Potensi Wisata Umbul Tirtomulyo di Klaten

Penemuan Patung Kepala Dongkrak Potensi Wisata Umbul Tirtomulyo di Klaten

Baca Selengkapnya

Mahasiswa UI Bikin Pengganti Minyak Ikan dari Limbah Ampas Tahu

15 Agustus 2017

Mahasiswa UI Bikin Pengganti Minyak Ikan dari Limbah Ampas Tahu

Lima mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Depok, mengembangkan Aspergyomega, suplemen pengganti minyak ikan, dari limbah ampas tahu dan onggok.

Baca Selengkapnya

Mahasiswa Temukan Alakantuk, Alat Untuk Mengurangi Kecelakaan

26 Juni 2017

Mahasiswa Temukan Alakantuk, Alat Untuk Mengurangi Kecelakaan

Tiga mahasiswa jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Malang, menemukan alat untuk meminimalisasi kecelakaan di jalan raya.

Baca Selengkapnya

Mahasiswa Unair Bikin Alat Penurun Kadar Logam Berat pada Kerang

19 Juni 2017

Mahasiswa Unair Bikin Alat Penurun Kadar Logam Berat pada Kerang

Lima mahasiswa Universitas Airlangga di Surabaya menemukan inovasi untuk menurunkan kandungan logam berat pada kerang agar aman dikonsumsi.

Baca Selengkapnya

Mahasiswa UNAIR Temu Pembasmi Bakteri Toilet dari Daun Sirih

6 Juni 2017

Mahasiswa UNAIR Temu Pembasmi Bakteri Toilet dari Daun Sirih

Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya membuat pembasmi bakteri toilet dari ekstrak daun sirih.

Baca Selengkapnya

Bantu Wilayah Gempa, Unsyiah Ciptakan Pengolah Air Tenaga Surya  

29 Maret 2017

Bantu Wilayah Gempa, Unsyiah Ciptakan Pengolah Air Tenaga Surya  

Alat pengolah air tenaga surya buatan Unsyiah ini mengandalkan tiga penyaring.

Baca Selengkapnya

Potensi Luar Biasa Lampu LED yang Layak Anda Ketahui

7 Maret 2017

Potensi Luar Biasa Lampu LED yang Layak Anda Ketahui

Revolusi kota cerdas memperluas penggunaan lampu jalan LED. Kalangan bisnis dapat memanfaatkannya .

Baca Selengkapnya