Ilmuwan NASA Ingin Kembalikan Status Pluto sebagai Planet

Reporter

Editor

Erwin prima

Selasa, 21 Februari 2017 13:29 WIB

Sebuah pemandangan matahari terbenam di permukaan Pluto yang diambil oleh New Horizons, dari atas ketinggian 3.500 m. Sebagian besar permukaan Pluto merupakan dataran es yang disebut Sputnik Planum. Dailymail

TEMPO.CO, Washington, DC – Peneliti utama untuk New Horizons (misi Pluto NASA), Alan Stern, dan sesama ilmuwan New Horizons ingin mengembalikan status Pluto sebagai planet penuh. Untuk itu, mereka ingin mengubah definisi planet.

Dengan kata sederhana, mereka ingin kata planet untuk menggambarkan semua benda bulat di antariksa yang lebih kecil daripada bintang, demikian dilaporkan Engadget, Selasa, 21 Februari 2017.

Baca:
Penjelasan Soal Gempa Langka yang Mengguncang Madura
Video Pendaratan SpaceX Falcon 9 Saat Kembali dari Antariksa
Xiaomi Bikin Cip Pinecone, Dirilis 28 Februari


Menurut proposal yang akan mereka presentasikan di Lunar and Planetary Science Conference, mereka ingin kata planet untuk mendefinisikan setiap massa sub-bintang yang tidak pernah mengalami fusi nuklir dan yang memiliki gravitasi sendiri, dan tanpa memandang parameter orbitnya.”

Berdasarkan definisi baru, Pluto akan mendapatkan statusnya kembali. Tapi bukan hanya Pluto yang akan mengubah klasifikasi: bahkan bulan akan diakui sebagai planet.

Berdasarkan definisi International Astronomical Union (IAU) saat ini, sebuah obyek hanya dapat diklasifikasikan sebagai planet jika (a) memiliki orbit di sekitar Matahari, (b) memiliki massa yang cukup bagi gravitasinya untuk mengatasi kekuatan rigid sehingga ia memiliki bentuk kesetimbangan hidrostatik (hampir bulat), dan (c) telah membersihkan lingkungan di sekitar orbitnya.

Pluto dikeluarkan karena tidak jelas orbit dari asteroid dan kometnya. Plus, ia hanya sekitar dua kali ukuran bulannya, Charon. Stern berpikir alasan itu omong kosong. Ia dan timnya pun berpendapat bahwa definisi saat ini secara teknis cacat.

“Pertama, mengakui planet hanya benda-benda yang mengorbit matahari, bukan yang mengorbit bintang lain atau mengorbit bebas di galaksi sebagai ‘planet nakal’. Kedua, ia memerlukan pembersihan zona, di mana tidak ada planet di tata surya kita dapat memuaskan hal ini, ujar Stern.

“Akhirnya, dan yang paling parah, dengan meminta pembersihan zona, membutuhkan obyek semakin besar di tiap-tiap zona berturut-turut. Sebagai contoh, bahkan obyek seukuran bumi di Sabuk Kuiper tidak akan membersihkan zonanya, kata Stern.

Tidak jelas apakah tim berencana secara resmi mengajukan proposal mereka ke IAU. Tetapi, jika mereka melakukannya dan itu akan disetujui, kita akan berpotensi memiliki ratusan nama planet baru untuk dihafal.

ENGADGET | ERWIN Z



Berita terkait

Survei: 58 Persen Responden Percaya Beijing Gunakan TikTok untuk Pengaruhi Opini Warga Amerika Serikat

1 jam lalu

Survei: 58 Persen Responden Percaya Beijing Gunakan TikTok untuk Pengaruhi Opini Warga Amerika Serikat

Jajak pendapat yang dilakukan Reuters/Ipsos mengungkap 58 persen responden percaya Beijing menggunakan TikTok untuk mempengaruhi opini warga Amerika.

Baca Selengkapnya

Komandan Jenderal Angkatan Darat AS Wilayah Pasifik Kunjungan Kerja ke Markas Besar TNI

6 jam lalu

Komandan Jenderal Angkatan Darat AS Wilayah Pasifik Kunjungan Kerja ke Markas Besar TNI

Komandan Jenderal Angkatan Darat Amerika Serikat untuk wilayah Pasifik (USARPAC) kunjungan kerja ke Markas Besar TNI, Jakarta pada 21-23 April 2024

Baca Selengkapnya

Universitas Columbia Ancam Keluarkan Mahasiswa Demonstran Pro-Palestina

6 jam lalu

Universitas Columbia Ancam Keluarkan Mahasiswa Demonstran Pro-Palestina

Universitas Columbia mengancam akan mengeluarkan mahasiswa pro-Palestina yang menduduki gedung administrasi Hamilton Hall.

Baca Selengkapnya

Otoritas Otomotif AS Investigasi 2 Juta Mobil Tesla yang Direcall, Sebab...

7 jam lalu

Otoritas Otomotif AS Investigasi 2 Juta Mobil Tesla yang Direcall, Sebab...

Investigasi baru NHTSA berfokus pada pembaruan perangkat lunak dari Tesla untuk memperbaiki masalah ini pada bulan Desember.

Baca Selengkapnya

Terancam Dipenjara, Trump Dijatuhi Denda Rp146 Juta karena Langgar Perintah Pembungkaman

10 jam lalu

Terancam Dipenjara, Trump Dijatuhi Denda Rp146 Juta karena Langgar Perintah Pembungkaman

Hakim yang mengawasi persidangan pidana uang tutup mulut Donald Trump mendenda mantan presiden Amerika Serikat itu sebesar US$9.000 atau karena Rp146

Baca Selengkapnya

Ratusan Polisi New York Serbu Universitas Columbia untuk Bubarkan Demonstran Pro-Palestina

12 jam lalu

Ratusan Polisi New York Serbu Universitas Columbia untuk Bubarkan Demonstran Pro-Palestina

Ratusan polisi Kota New York menyerbu Universitas Columbia untuk membubarkan pengunjuk rasa pro-Palestina

Baca Selengkapnya

HAM PBB Prihatin Penangkapan Mahasiswa Pro-Palestina

13 jam lalu

HAM PBB Prihatin Penangkapan Mahasiswa Pro-Palestina

Komisaris Tinggi HAM PBB prihatin atas tindakan hukum membubarkan aksi pro-Palestina di sejumlah universitas di Amerika Serikat

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta Demo Mahasiswa Pro-Palestina di Amerika Serikat Ricuh Diberangus Aparat

22 jam lalu

Fakta-fakta Demo Mahasiswa Pro-Palestina di Amerika Serikat Ricuh Diberangus Aparat

Demo Pro-Palestina marak terjadi di banyak kampus di AS dengan tuntutan para mahasiswa berkisar dari gencatan senjata atas perang Israel vs Hamas.

Baca Selengkapnya

Perayaan 75 Tahun Hubungan Diplomatik, Amerika dan Indonesia Bikin Acara Diplomats Go to Campus

1 hari lalu

Perayaan 75 Tahun Hubungan Diplomatik, Amerika dan Indonesia Bikin Acara Diplomats Go to Campus

Dalam rangka perayaan 75 tahun hubungan diplomatik AS-Indonesia diselenggarakan acara perdana "Diplomats Go to Campus" di Surabaya dan Malang

Baca Selengkapnya

Diperingati Setiap 30 April, Begini Sejarah Lahirnya Musik Jazz

1 hari lalu

Diperingati Setiap 30 April, Begini Sejarah Lahirnya Musik Jazz

Tanggal 30 April diperingati sebagai Hari Jazz Sedunia. Bagaimana kisah musik Jazz sebagai perlawanan?

Baca Selengkapnya