TEMPO.CO, San Francisco - Berkat fitur mirip worm, ransomware WannaCry berhasil menyebar dengan cepat ke jaringan yang terinfeksi, memanfaatkan kerentanan di beberapa versi Windows. Microsoft bahkan merilis sebuah patch darurat untuk sistem operasi lama yang sudah tidak didukung.
Baca: Korea Utara Bantah Dalangi Serangan Ransomware WannaCry
Pihak berwenang di seluruh dunia sekarang berupaya mengidentifikasi pelaku, tapi beberapa periset cyber security menganggap keseluruhan kampanye WannaCry bisa merupakan hasil operasi yang relatif amatir yang tidak terkendali.
"Ini tidak terlihat seperti ransomware yang sangat profesional," kata Orli Gan, manajer produk di perusahaan keamanan, Check Point, dalam konferensi CPX perusahaan di Milan, Italia, beberapa hari setelah epidemi WannaCry, sebagaimana dikutip ZDNet, Senin, 22 Mei 2017.
Berikut ini 5 alasan periset menganggap WannaCry adalah ransomware dasar.
1. Kode NSA dapat diakses siapa pun
Telah diketahui, sebagian besar kode yang dibuat WannaCry dibangun NSA untuk memanfaatkan kerentanan Eternal Blue Windows, kemudian bocor oleh Shadow Brokers, yang berarti setiap orang dapat mengaksesnya.
"Apa yang kami lihat di malware ini adalah bukti bahwa penyerang baru saja mengambil kode dari halaman Github tersebut. Jadi kami dapat menarik jalur langsung dari malware tersebut kembali ke eksploitasi NSA," kata Yaniv Balmas, pemimpin tim peneliti malware di Check Point.
2. Serangan WannaCry serampangan
Mereka yang berada di belakang WannaCry telah serampangan dalam membawa ransomware ke kode tersebut, yang tidak akan dilakukan kelompok kriminal cyber terorganisir.
"Ransomware ini cukup amatir. Anda juga bisa lihat bahwa jumlah uang yang diterima secara signifikan lebih rendah daripada kasus lain," kata Gan. Jumlah pembayaran tebusan hanya beberapa ratus, yakni US$ 300 dalam Bitcoin, yang telah dibayarkan ke penyerang, yang bahkan tidak tahu siapa yang telah membayarnya. "Itu juga menunjukkan bahwa ini bukan organisasi profesional," ucapnya.
3. Tidak menginfeksi negara tertentu
Rusia sering disebut sebagai sumber utama kampanye ransomware, dan banyak bentuk malware ini dilengkapi instruksi untuk tidak menginfeksi mesin bahasa Rusia. Namun, dalam kasus WannaCry, Rusia telah terkena dampak buruk. "Rusia nyatanya adalah salah satu target terbesar kampanye ini menurut statistik kami," kata Balmas.
Itu bisa menjadi indikator lain dari sifat amatir para pelaku karena pengembang ransomware berpengalaman akan sering menginstruksikan malware untuk tidak menginfeksi negara tertentu atau bahkan meminta tebusan yang berbeda, tergantung pada lokasi target. WannaCry tidak melakukan semua itu.
4. Sederhana, tapi Efektif
Meski WannaCry jauh tertinggal daripada Locky atau Cerber, fakta bahwa begitu banyak organisasi di seluruh dunia, termasuk sebagian besar rumah sakit di Inggris, terpukul oleh aksi tersebut. Hal ini menunjukkan ransomware bisa sederhana, tapi efektif.
Kemungkinan serangan semacam ini, yang menyebabkan kerusakan besar, bukan kali terakhir. "Ini adalah sesuatu yang akan terus terjadi di masa depan saat orang dapat menyalin dan menempelkan perangkat lunak perusak, menyalin kode NSA, dan itulah yang Anda dapatkan, malapetaka di seluruh dunia. Semakin banyak hal seperti itu akan terjadi," kata Maya Horowitz dari Check Point.
5. Gagal secara finansial
WannaCry dapat dilihat sebagai operasi yang gagal dari perspektif finansial bagi penyerang. Sebab, 300 korban telah membayar dan jumlahnya kurang dari US$ 100 ribu dalam seminggu. Meski demikian, epidemi tersebut telah mengangkat profil ransomware, baik untuk masyarakat umum maupun kemungkinan persaudaraan cybercriminal.
Baca: Serangan Ransomware WannaCry, Kaspersky: Indonesia Terparah Kedua
Ransomware telah mengalami sukses besar. Pada 2016, penerimaan cybercriminal US$ 1 miliar. Orang akan membayar uang tebusan untuk mendapatkan kembali file mereka yang terenkripsi.
ZDNET | ERWIN Z.
Berita terkait
Pastor di AS Kecanduan Gim Candy Crush hingga Curi Dana Gereja Rp 650 Juta
3 jam lalu
Seorang pastor di Amerika Serikat menghabiskan dana gereja karena kecanduan game online Candy Crush.
Baca SelengkapnyaMenlu AS Cek Bantuan ke Gaza Diiringi Suara Tembakan Tank
4 jam lalu
Menlu AS Antony Blinken mengunjungi pintu masuk bantuan ke Gaza didampingi para pejabat Israel.
Baca Selengkapnya10 Rute Road Trip Terbaik di Amerika Serikat dengan Pemandangan Alam Menakjubkan
6 jam lalu
Menikmati keindahan alam di Amerika Serikat dengan road trip merupakan pengalaman yang harus dicoba setidaknya sekali seumur hidup
Baca SelengkapnyaTop 3 Dunia: AstraZeneca Ada Efek Samping dan Unjuk Rasa Pro-Palestina
8 jam lalu
Top 3 dunia, AstraZeneca, untuk pertama kalinya, mengakui dalam dokumen pengadilan bahwa vaksin Covid-19 buatannya dapat menyebabkan efek samping
Baca SelengkapnyaSurvei: 58 Persen Responden Percaya Beijing Gunakan TikTok untuk Pengaruhi Opini Warga Amerika Serikat
18 jam lalu
Jajak pendapat yang dilakukan Reuters/Ipsos mengungkap 58 persen responden percaya Beijing menggunakan TikTok untuk mempengaruhi opini warga Amerika.
Baca SelengkapnyaKomandan Jenderal Angkatan Darat AS Wilayah Pasifik Kunjungan Kerja ke Markas Besar TNI
22 jam lalu
Komandan Jenderal Angkatan Darat Amerika Serikat untuk wilayah Pasifik (USARPAC) kunjungan kerja ke Markas Besar TNI, Jakarta pada 21-23 April 2024
Baca SelengkapnyaUniversitas Columbia Ancam Keluarkan Mahasiswa Demonstran Pro-Palestina
23 jam lalu
Universitas Columbia mengancam akan mengeluarkan mahasiswa pro-Palestina yang menduduki gedung administrasi Hamilton Hall.
Baca SelengkapnyaOtoritas Otomotif AS Investigasi 2 Juta Mobil Tesla yang Direcall, Sebab...
23 jam lalu
Investigasi baru NHTSA berfokus pada pembaruan perangkat lunak dari Tesla untuk memperbaiki masalah ini pada bulan Desember.
Baca SelengkapnyaTerancam Dipenjara, Trump Dijatuhi Denda Rp146 Juta karena Langgar Perintah Pembungkaman
1 hari lalu
Hakim yang mengawasi persidangan pidana uang tutup mulut Donald Trump mendenda mantan presiden Amerika Serikat itu sebesar US$9.000 atau karena Rp146
Baca SelengkapnyaRatusan Polisi New York Serbu Universitas Columbia untuk Bubarkan Demonstran Pro-Palestina
1 hari lalu
Ratusan polisi Kota New York menyerbu Universitas Columbia untuk membubarkan pengunjuk rasa pro-Palestina
Baca Selengkapnya