TEMPO Interaktif, Jakarta:Hutan mangrove di Kabupaten Bekasi kini merana. Sebagian besar telah habis oleh perambahan hutan, alih fungsi lahan menjadi pertambakan, pencemaran lingkungan, dan bencana banjir. Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan kabupaten itu mencatat sebetulnya dulu ada 15 ribu hektar hutan mangrove di kawasan tersebut. Sebanyak 10 ribu hektar milik PT Perhutani dan sisanya milik rakyat. Namun seiring waktu, hutan mangrove milik Perhutani terkikis hingga tinggal tak lebih dari 10 hektar. Adapun hutan mangrove milik rakyat juga rusak. Total keseluruhan hutan mangrove yang tersisa hanya sekitar 600 hektar saja. Hutan ini tersebar di Kecamatan Muaragembong, Babelan dan Tarumajaya. Kawasan pesisir utara ini membentang sejauh 35 kilometer."Rusaknya, selain karena alam, juga karena prilaku manusia yang membabati pohon," kata Wahya, Kepala Seksi Bina Produksi Perkebunan dan Kehutanan di Bekasi kemarin. Wahya mengatakan warga di kawasan pesisir umumnya khawatir tumbuhnya mangrove akan membuat mereka kehilangan tanah tempat tinggal. Padahal Perhutani kerap melakukan sosialisasi pentingnya hutan mangrove. “Mereka tidak mau diajak bicara,” katanya. Odja Djuanda, Kepala Bidang Fisik dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bekasi, mengatakan, berdasarkan topografi, kawasan pesisir utara Bekasi membutuhkan mangrove untuk mencegah terjadinya abrasi. “Berdasarkan foto udara, sekitar 140 hektar hutan di Desa Pantai Bahagia, Muaragembong, sudah hilang karena abrasi," katanya. Kerusakan hutan itu kian memprihatinkan karena pemerintah kabupaten ternyata tak lagi menganggarkan perbaikannya dalam Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah. “Sia-sia kalau ditanam lagi, akan rusak lagi,” kata Wahya.Pada kurun waktu 2003 sampai 2006 kawasan Kabupaten Bekasi sebetulnya telah menerima bantuan dana dan bibit dari Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Dua tahun lalu pemerintah kabupaten telah menanam 729 ribu pohon bakau dan api-api di 200 hektar lahan di Kecamatan Babelan dan Tarumajaya. Pada masa yang sama mereka juga menanam 75 ribu pohon mangrove pada lahan 25 hektar di Muaragembong. Tapi apa lacur? Pepohonan itu habis disapu banjir awal Februari lalu. Wahya mengatakan mereka terpaksa menghentikan rehabilitasi mangrove sampai ada pemecahan masalah penataan ruang dan daerah aliran sungai. Dinas itu rencananya akan mengadakan pertemuan dalam waktu dekat dengan instansi terkait, seperti Dinas Pengendalian Lingkungan Hidup dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. “Untuk membahas bagaimana pemecahan supaya mangrove tidak rusak terus," kata Wahya. SISWANTO
Pertamina melalui Program Tanggung Jawab Sosial & Lingkungan (TJSL) Hutan Pertamina, pulihkan lingkungan melalui rehabilitasi mangrove di Nusa Tenggara Timur (NTT).