TEMPO.CO, Jakarta - Di tengah invasi Rusia ke Ukraina, Amalia Raras Putri Cahyadi, mahasiswa Indonesia yang tinggal di Moskow menceritakan sejumlah pengalamannya. Mahasiswa jurusan Biologi di Russian State Agrarian University named after Timiryazev, Moskow ini mengaku sempat diperiksa polisi Rusia.
Ketika sedang berjalan-jalan di pusat kota bersama temannya, Amalia didatangi oleh polisi. Dia heran kenapa dirinya diperiksa oleh polisi. Dia menyangka bahwa dirinya diperiksa lantaran sedang berjalan bersama kawannya aktivis yang ikut berdemo.
Polisi lantas memeriksa paspor Amalia. Ketika ditanya kepentingannya di Rusia, Amalia mengatakan dirinya adalah seorang pelajar. Setelah diperiksa, polisi akhirnya meninggalkan Amalia. “Saya sempat diperiksa paspornya tapi karena saya dapat menunjukan bahwa saya mahasiswa yang belajar di Rusia akhirnya polisi melepaskan,” ujar perempuan berusia 22 tahun ini kepada Tempo pada Sabtu, 5 Maret 2022.
Amalia memastikan tidak ada mahasiswa Indonesia yang ikut berdemo. Sejauh ini Amalia mengatakan situasi perkuliahan masih berjalan normal. Kuliah di kampusnya dijalankan secara tatap muka. Amalia mengatakan pihak kampusnya memberitahu agar berhati-hati dalam menyikapi situasi terkini. Salah satunya yaitu agar tidak termakan informasi hoax dan juga berhati-hati dalam memposting sesuatu di media sosial.
Adapun polisi di Rusia kerap memeriksa orang yang dianggap sebagai jurnalis atau partisipan. Sehari setelah Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan operasi militer ke Ukraina pada Kamis, 24 Februari 2022, gelombang demonstrasi bermunculan di sejumlah kota di Rusia.
Ribuan orang bergabung dalam protes antiperang di Rusia. Polisi menangkap lebih dari 1.700 pengunjuk rasa yang turun ke jalan di kota-kota di seluruh Rusia. Data kelompok OVD-Info yang memantau protes dan penangkapan di Rusia menyatakan sekitar 6 ribu orang ditangkap dalam demo anti-perang. Penangkapan paling banyak terjadi di Moskow dan Petersburg.
Amalia mengaku dia dan teman-temannya membuka donasi seperti baju bekas layak pakai dan alat-alat tulis kepada pengungsi Ukraina. Dia mengatakan pemerintah Rusia juga membuka bantuan untuk pengungsi Ukraina terutama di daerah perbatasan. “Asrama dan universitas memberikan perlindungan berupa tempat tinggal dan bantuan makanan bagi pengungsi Ukraina di perbatasan,” ujar dia.
Pemerintah Rusia, kata dia, menjanjikan kuota masuk kuliah gratis tanpa perlu ujian. Pengungsi Ukraina yang lulus SMA tahun ini bisa masuk kampus di Rusia dengan gratis tanpa perlu tes.
Tak Bisa Nonton Final Liga Champions
Amalia juga merasakan dampak dari sanksi yang diberikan ke Rusia. Dia mengaku kecewa lantaran terancam tak bisa menonton final Liga Champions pada Mei mendatang.
Semula, Konfederasi sepak bola Eropa atau UEFA menetapkan Stadion Krestovsky di Saint Petersburg, Rusia, sebagai venue final Liga Champions. Namun, lokasi partai puncak turnamen antarklub Eropa itu dipindah ke Stade de France, Paris, Prancis.
Pemindahan lokasi itu merupakan bentuk sanksi Rusia atas invasi ke Ukraina. Seluruh tim sepak bola Rusia pria dan wanita, termasuk klub juga diskors dilarang tampil pada semua kompetisi FIFA dan UEFA.
Sejumlah Konser Musik Dibatalkan
Sejumlah musisi membatalkan jadwal konsernya di Rusia sebagai buntut dari invasi Rusia ke Ukraina. Green Day membatalkan konser di Stadion Spartak, Moskow. AJR juga membatalkan konsernya yang dijadwalkan pada bulan Oktober nanti.
Amalia mengatakan dirinya juga tak bisa menonton grup band favoritnya, Aerosmith dan Judas Priest yang bakal manggung di Moskow. Padahal, dia sudah membeli tiket konser kedua band tersebut. Aerosmith dijadwalkan manggung pada Juli sedangkan Judas Priest pada Mei mendatang.
Menurut laporan Songkick, Moskow bakal ada deretan pertunjukan musik mulai dari Saint Jhn, Tricky, Disclosure, dan Bring Me the Horizon yang dijadwalkan pada bulan Maret dan April. Sedangkan di bulan Mei terdapat konser Khaled, One Republic, Yungblud, Girl in Red, Judas Priest, dan Denzel Curry.
Harga Barang Naik hingga Kesulitan Ambil Uang
Dampak sanksi yang dirasakan Amalia di sektor ekonomi adalah naiknya harga barang dan makanan. Amalia mengatakan terjadi kenaikan sedikit harga kebutuhan sehari-hari. Kenaikannya, kata dia, sekitar 5 persen.
Sedangkan untuk produk impor, Amalia mengatakan kenaikannya lebih besar. "Harga baju seperti di H&M dan Uniqlo juga naik," katanya. Sejumlah merek seperti Apple, Nike, IKEA bahkan tutup gerai sementara di Rusia.
Amalia mengatakan selama beberapa hari dirinya sempat kesulitan mengambil uang tunai yang dikirim oleh orang tuanya dari Indonesia. Uang beasiswanya yang diberikan kampus, kata dia, juga sempat tak bisa diambil.
“Sempat enggak bisa ambil uang tunai dari kiriman bank di Indonesia maupun dari bank lokal Rusia,” ujarnya. Penarikan uang, menurut dia, dibatasi jumlahnya karena banyak orang yang menarik duit.
Sanksi yang diberikan negara-negara Barat seperti pemblokiran bank-bank Rusia dari SWIFT berdampak pada kehidupan warga di Rusia. Nilai tukar mata uang Rusia, rubel, terus merosot seiring dengan semakin banyaknya sanksi yang diberikan atas invasi yang dilakukan Rusia ke Ukraina. Anjloknya nilai mata uang rubel membuat warga Rusia panik dan berbondong-bondong menarik uang dalam bentuk dollar AS.
Amalia berharap agar konflik ini cepat berakhir dan keadaan kembali normal. “Semoga semua lekas damai agar kami sebagai pelajar juga bisa melanjutkan kuliah dengan lancar,” ujarnya. Adapun Amalia sudah tinggal di Rusia sejak 2017. Kala itu, dia mengikuti AFS, program pertukaran pelajar SMA di kota Alexandrov. Setelah lulus di sana, Amalia mengikuti program persiapan bahasa di kota Voronez dan akhirnya menetap di Moskow sejak 2020.
Baca juga:
Presiden Zelenskiy: Warga Ukraina Tewas karena NATO Lemah!
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.