TEMPO.CO, Yogyakarta - Rektor Universitas Negeri Yogyakarta Sumaryanto mengungkap kronologis berbeda di balik kematian mahasiswa UNY Nur Riska Fitri Aningsih, mantan mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah angkatan 2020 dari Fakultas Ilmu Sosial. Nur Riska telah meninggal dalam perawatan di rumah sakit karena hipertensi berat hampir setahun silam, namun kisah getirnya tengah viral di media sosial.
Kisah mahasiswa UNY asal Purbalingga, Jawa Tengah, itu diangkat rekan dekatnya ke media sosial sejak Kamis 11 Januari 2023. Dari penuturan di dalamnya baru diketahui Riska tengah berjuang susah payah mendapatkan keringanan biaya uang kuliah tunggal (UKT) sebesar Rp 3,14 juta yang harus ia bayarkan tiap semester ke kampus.
Tapi, dari penelusuran yang dilakukannya, Sumaryanto mengatakan pada Jumat 13 Januari 2023 lalu bahwa Riska meninggal saat sedang mengambil cuti dua semester. Dia menambahkan, "Belum tentu wafatnya karena memikirkan UKT, karena posisinya saat itu sedang cuti dan yang bersangkutan terkena hipertensi."
Versi informasi yang dikumpulkannya, Sumaryanto juga mendapati bahwa Riska tak henti dibantu rekan serta pimpinan jurusan dan fakultas untuk membiayai uang kuliahnya tersebut. "Terutama saat semester 2, dia mendapat bantuan biaya pimpinan akademik," kata Sumaryanto.
Sumaryanto pun membantah kabar jika penurunan biaya UKT Riska hanya bisa berkurang Rp 600 ribu dari total yang harus dibayarkan. Penurunan biaya yang hanya sekitar 20 persen itu pun dikabarkan baru bisa didapatkan Riska setelah berjuang bolak balik menemui pimpinan kampus.
Baca juga: Respons Kemendikbud Soal Kisah Getir Mahasiswa UNY yang Kini Telah Meninggal
"Penurunan UKT bisa maksimal sampai ke nominal terendah yaitu Rp 500 ribu per semesternya," katanya sambil menambahkan, "Mahasiwa tinggal mengajukan permohonan dengan dokumen yang valid untuk dikaji kampus."
Bahkan, kalau dengan biaya terendah UKT Rp 500 ribu per semester masih berat, Sumaryanto mengaku, kampus masih bisa memdukung dengan program Dompet Pendidikan atau Bapak Ibu Asuh. Dia menyebut dirinya salah satu bapak asuh di UNY.
Sumaryanto mengaku sedih begitu mendengar kabar mahasiswanya meninggal di tengah perjuangan mendapatkan keringanan UKT. Menurutnya, seluruh mahasiswa tanpa kecuali, memiliki hak untuk mempertanyakan kembali jika permohonan keringanan UKT masih tak sesuai kemampuan ekonomi orang tuanya.
"Mahasiswa bisa menyampaikan langsung keberatannya kepada rektor, kampus akan membantu mencarikan beasiswa sampai dapat," kata dia.
Cerita Nur Riska Bertahan sebagai Mahasiswa
Begitu pula dengan tempat tinggal. Dikisahkan, Riska sehari-hari berjalan kaki di antara kamar kos dan kampusnya yang berjarak hampir tiga kilometer. Seorang rekan Riska menyebut, Riska tak cukup mampu membayar transportasi seperti ojek online dengan kesehariannya yang sudah sulit.
"Sebenarnya (untuk mahasiswa seperti Riska) bisa kami tempatkan di asrama agar tidak perlu bayar kos," kata Sumaryanto. "Bukan hanya mahasiswa tidak mampu, tapi juga yang orang tuanya kecelakaan, terkena bencana, atau di-PHK."
Nur Riska Fitri Aningsih, mahasiswa UNY yang meninggal dunia pada 9 Maret 2022 silam di tengah perjuangannya mendapatkan keringanan biaya semesteran. Dok. FIS UNY
Rekan sekaligus kakak tingkat Riska, Rachmad Ganta Semendawai, menggambarkan beratnya perjuangan Riska di awal kuliah sampai akhirnya tak muncul karena cuti di semester tiga. Antara lain hanya membawa bekal uang Rp 130 ribu dari Purbalingga.
Uang itu juga yang dipakai hidup Riska selama seminggu di Yogya. Untuk keperluan harian seperti perlengkapan mandi ia mendapat bantuan dari teman-temannya.
Tak Pernah Minta Uang ke Orang Tua
Riska, ujar Ganta via akun media sosialnya, selama kuliah ternyata tak pernah meminta uang kepada orang tuanya yang hanya bekerja sebagai tukang sayur. Dia tahu ini setelah bertemu dengan orang tua Riska di hari pemakaman.
"Ibunya bercerita Riska tidak pernah meminta uang," kata Ganta. Justru Riska sejak sekolah, sudah membantu ibunya. "Dulu dia jualan kecil- kecilan di sekolahnya, dari jualan susu jeli, teh tarik, bakso, sampai sosis."
Riska diketahui juga seorang pesilat dan mencoba mencari uang dengan ikut tarung bebas di desa-desa. "Buat keluarganya, dia berusaha tangguh," kata dia.
Ganta menuturkan saat semester awal, biaya UKT Riska dibayari guru-guru sekolahnya. Namun saat hendak masuk semester kedua, Riska nyaris berhenti kuliah karena penurunan UKT hanya Rp 600 ribu.
Riska akhirnya bisa lanjut kuliah lagi ketika rekan-rekan angkatannya juga dosen jurusandi UNY patungan membiayai UKT yang menjadi kewajibannya untuk dibayarkan ke kampus.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.