“Karena di dalam rekomendasi yang dikeluarkan Komnas HAM setelah melalui proses analisis para ahli, bahwa ketika dosen dan tendik menjadi pegawai kontrak PPPK ternyata hal itu sangat bertentangan dengan keadilan dan tidak memiliki kepastian yang jelas," ujarnya.
Hal itu, kata dia, lantaran pemerintah menggunakan aturan yang berlaku umum, bukan aturan khusus yang mampu melindungi dan memastikan pemenuhan hak-hak dasar setiap pegawai yang terdampak alih status.
Imam menjelaskan Komnas HAM memandang apa yang dilakukan pemerintah memiliki sejumlah pelanggaran terhadap keadilan yang dialami oleh para dosen dan tendik. “Pelanggaran HAM lainnya yaitu terjadinya penurunan status dan derajat pekerjaan dosen dan tenaga kependidikan. Dosen dan tenaga kependidikan yang semula berstatus pegawai tetap, kemudian turun menjadi pegawai kontrak PPPK,” ujarnya.
Pelanggaran-pelanggaran HAM lainnya, disebutkan Imam, mengutip rekomendasi Komnas HAM, yaitu peralihan status dari PTS menjadi PTN yang terburu-buru menyebabkan ketidakjelasan status terhadap dosen dan tendik. Hal itu akibat terjadinya perubahan perundang-undangan yang menjadi payung hukum alih status.
Pelanggaran lainnya yakni terjadinya pembatasan hak bagi dosen dan tendik untuk melanjutkan studi dan pengembangan kompetensi diri. “Dikebiri hak para dosen dan tendik untuk berpartisipasi dalam berbagai forum diskusi terkait penyelesaian masalah status kepegawaian dosen dan tendik," ujarnya.
Selain itu, kata dia, terjadi pembatasan tindakan karena dosen dan tendik harus menandatangani surat pernyataan untuk tidak menuntut diangkat menjadi PNS sebagai syarat penegerian PTS pada waktu itu.
Sementara itu, Ketua ILP PTNB Pusat Dyah Sugandini mengatakan telah mendatangi Komnas HAM dan mendapatkan rekomendasi. Hasil itu mereka laporkan ke Komisi X yang membawahi sektor pendidikan. Namun, hingga saat ini belum ada kejelasan solusi permasalahan tersebut.
Salah seorang demonstran, Eka Yusup, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Unsika Karawang, berharap agar pemerintah bisa menyelesaikan masalah yang mereka alami. "Semoga Pak Presiden Jokowi, Mas Nadiem, Ketua Komisi X DPR RI bisa mendengar tuntutan kami," ujarnya.
Pilihan Editor: Guru SMK di Cirebon Komentar 'Maneh' ke Ridwan Kamil: Saya Sebagai Netizen