TEMPO.CO, Jakarta - Maraknya kasus kekerasan di lingkungan satuan pendidikan menjadi perhatian Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Hal itu memicu Kemendikbudristek meluncurkan aturan terbaru sebagai bagian dari Merdeka Belajar episode ke-25 bertema Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Aturan tersebut adalah Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan atau PPKSP. Aturan ini merupakan penyempurnaan dari aturan serupa yang disahkan pada 2015.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan Iwan Syahril mengatakan bahwa bentuk-bentuk kekerasan saat ini sudah berbeda dengan konteks pada 2015.
Misalnya, kata dia, kekerasan nonverbal yang ramai terjadi di dunia maya. “Kami membuat definisi yang lebih rinci dan lebih jelas,” ujar Iwan kepada Tempo, Selasa, 8 Agustus 2023.
Bentuk-bentuk kekerasan yang didefinisikan secara rinci di Permendikbudristek PPKSP adalah kekerasan fisik, kekerasan psikis, perundungan, kekerasan seksual, diskriminasi dan intoleransi, dan kebijakan yang mengandung kekerasan.
Selain memberikan definisi yang lebih rinci kepada enam bentuk kekerasan, Permendikbudristek terbaru juga menyerukan langkah konkret dengan mengatur pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) dan Satuan Tugas (Satgas) dalam waktu enam sampai 12 bulan sejak peraturan disahkan.
“Tentunya kami tahu banyak sekali berita-berita tentang kekerasan. Ini kan sebenarnya fenomena gunung es, dan butuh kolaborasi,” kata Iwan.
Dia menyebut Permendikbudristek ini dimulai dengan nota kesepahaman bersama lima kementerian dan tiga lembaga. Mereka adalah Kemendikbudristek, Kementerian Agama, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
“Kami semua kompak bersama dengan Komnas HAM, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan juga dengan Komnas Disabilitas. Pesan yang kita kirim adalah bagaimana kita semua bisa bergotong-royong agar isu ini bisa kita selesaikan. Mungkin tidak langsung, tapi secara bertahap,” tuturnya.
Menekankan kembali kolaborasi semua pihak sebagai hal penting, dia mengharapkan dukungan dari masyarakat untuk turut melindungi ekosistem yang ada di satuan pendidikan dan memaksimalkan adanya aturan baru ini.
“Mungkin yang terlihat hanya kasus-kasus yang muncul, tapi yang enggak diberitakan, ya, enggak terdeteksi. Itu jauh lebih banyak kekerasan seksual dan juga intoleransi,” katanya.
Dia pun mengajak para kementerian untuk satukan barisan dalam membuat lingkungan yang aman dan inklusif bagi murid. “Karena tidak mungkin anak-anak bisa belajar dengan baik kalau tidak merasa aman di sekokah,” tutupnya.
Pilihan Editor: Bukan Bunga, Usai Diwisuda Chrisendo Dapat Hadiah Mobil dari Mentornya